Kereta Cepat Dinilai akan Tingkatkan Emisi Karbon dan Pencemaran Udara

Kereta api cepat (dok voaindnesia.com)
Bagikan/Suka/Tweet:

BANDUNG, Teraslampung.com — – Direktur Walhi Jawa Barat, Dadan Ramda menilai megaproyek kereta cepat Jakarta-Bandung dinilai banyak memiliki masalah. Dadan khawatir proyek ini akan menjadi bumerang bagi kelestarian lingkungan dan kehidupan masyarakat terdampak.

Masalah itu, menurut Dadan, antara lain terbitnya Perpres No.107 Tahun 2016 tentang Percepatan Penyelenggaraan Sarana dan Prasarana Kereta Cepat Antara Jakarta dan Bandung.

Tindak lanjut Perpres tersebut berupa kajian Analisis Dampak Lingkungan (AMDAL) yang dipercepat. Kajian ini berpaling dari Undang- undang PPLH 32 Tahun 2009 dan PP No. 27 Tahun 2012 tentang Izin Lingkungan.

“Perpres No.107 Tahun 2015 tidak konsisten dan dibuat dengan terburu-buru,” kata Dadan, Jumat (29/1).

Dadan mengatakan, kajian Walhi Jawa Barat lainnya menunjukkan banyak kekurangan yang ada dalam dokumen AMDAL proyek. Di antaranya Walhi menemukan beberapa data tidak konsisten bahkan tidak valid, tidak ada kepastian lokasi akhir jalur trase,” katanya.

“Contohnya, warga Desa Tegalluar Kabupaten Bandung mengeluh tidak mengetahui daerahnya akan menjadi stasiun akhir.

Selain itu, data panjang lintasan jalur trase yang berubah-ubah. Belum lagi kebutuhan energi listrik untuk menggerakan kereta cepat sangat besar.

Walhi memperkirakan, kereta cepat membutuhkan listrik sebesar 9 MW – 10MW.

Penggunaan listrik sangat besar ini akan memicu peningkatan emisi karbon yang mencemari udara. Karena sumber energi listrik di Indonesia masih dipasok dari energi fosil seperti batubara.

Walhi juga menemukan dokumen AMDAL tersebut tidak mencantumkan kesesuaian dengan RTRW Kabupaten dan Kota yang terkena proyek. Izin-izin yang belum terlampir pada dokumen AMDAL di antaranya Izin Lokasi, Izin Pemanfatan Sungai, serta kesepakatan kesanggupan pengadaan listrik oleh PLN.

Berdasarkan termuan tersebut, kata Dadan, pemerintah pusat dinilai angkuh dan sengaja mengesampingkan pengelolaan dan perlindungan lingkungan hidup.

“Pemerintah abai terhadap penegakkan hukum lingkungan hidup,” tandasnya.

Pemerintah pusat juga dinilai tidak konsisten terhadap RPJMN yang telah dirancangnya sendiri. Sebab, proyek kereta cepat dianggap menyimpang dari yang direncanakan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015 – 2019.

Sumber: Forum Hijau