Teater  

Komite Teater Dewan Kesenian Lampung Taja Festival Oktober

Festival Oktober DKL (ilustrasi)
Bagikan/Suka/Tweet:

TERASLAMPUNG.COM — Komite Teater Dewan Kesenian Lampung (DKL) menaja hajat akbar “Festival Oktober” di Gedung Teater Tertutup Taman Budaya Lampung, Jalan Cut Nyak Din 24 Bandarlampung, 6 – 9 Oktober 2016 mendatang.

Ketua Komite Teater DKL Alexander GB mengatakan, even yang diinisiasi Komite Teater DKL ini akan dibuka oleh Ketua Umum DKL Aprilani Yustin Ficardo ini akan menghadirkan enam grup penampil. Yakni eater Kedai (Jakarta), Class Acting Salihara (Jakarta), kolaborasi seniman Australia-Indonesia, Teater Satu Lampung, dan Komunitas Berkat Yakin (Kober Lampung).

“Even Festival Oktober ini diharapkan menjadi event tahunan. Festival ini dapat dijadikan ajang temu karya dan silaturahmi seniman teater yang berdomisili di Lampung maupun luar Lampung. Festival ini sebagai salah satu wujud kontribusi DKL untuk turut mendorong perkembangan teater di Lampung dan Indonesia. Apalagi saat ini Lampung dikenal  memiliki grup-grup teater yang punya nama dijagad teater Indonesia, seperti; Teater Satu dan Teater Kober, ”  kata Ketua Umum DKL Aprilani Yustin Ficardo, Senin (3/9/2016).

Sementara itu, Ketua Pelaksana Festival Oktober, Ahmad Jusmar, mengatakan secara umum Festival ini bertujuan memberi tontonan yang dapat diapresiasi pelaku teater di Lampung.

“Akan ada berbagai gaya pemanggunganyang berbeda-beda. Ada yang realis dan nonrealis. Ini benar-benar akan menjadi tontonan menarik dan langka yang sayang jika dilewatkan,”kata Jusmar.

Selain itu, kata salah satu pentolon Teater Satu Lampung ini, harapannya event ini akan menambah wawasan dan pengetahuan yang bagus untuk meningkatkan kualitas proses penciptaan (produksi) karya teater di Lampung dan Indonesia, memperluas jaringan kerja, ruang pertukaran informasi antarpemangku kepentingan.

“Harapan lainnya mengedukasi masyarakat dan menumbuhkembangkan apresiasi kritis masyarakat terhadap seni teater, terjalinnya kerja kreatif antara pemerintah-swasta, komunitas teaterdan ublik teater di Lampung dan Indonesia,” imbuh Jusmar.

Penampil

Teater Satu dari Lampung akan membawakan Kursi-Kursi karya Eugene Ionesco yang diadaptasi dan disutradari oleh Iswadi Pratama. Pementasan yang sebelumnya sukses disertakan pada SCOT Summer Festival di Jepang akhir Agustus yang lalu. Pementasan Kursi-kursi versi Teater Satu bukan hanya memukau penonton tetapi juga kritikus teater pada even tersebut. Bagi yang kemarin belum berkesempatan menyaksikan pementasan Teater Satu inilah kesempatannya, jadi jangan sampai ketinggalan.

Sementara itu,  Teater Kedai-Jakarta akan mengangkat lakon Barabah karya Motinggo Busye dan Penagih Hutang karya Anton Chekov. Kedua pementasan ini sebelumnya juga sudah dipentaskan di Teater Salihara Jakarta. Didukung aktor-aktor perpengalaman. Class Acting Salihara akan hadir membawakan lakon Lear Asia.

Pertunjukan kolaborasi seniman Indonesia-Australia akan mengangkat lakon Jaman Belulang atau The Age of Bones, yang ditulis Sandra Thibodeaun dan disutradari Iswadi Pratama. Jaman Belulang akan dipentaskan di Lampung pada 6 oktober 2016, Tasikmalaya 15 oktober 2016 di Gedung Kesenian Tasikmalaya Jawa Barat, dan Australia pada bulan Februari 2017 di Darwin & Melbourne.

Pada festival oktober DKL 2016, Kober mengangkat lakon Pilgrim, karya/sutradara Ari Pahala Hutabarat. Lakon Pilgrim menggambarkan sekelompok orang yang sedang melakukan perjalanan panjang. Bisa diartikan sebagai perjalanan teramat jauh, yang berliku-liku, berlapis-lapis yang tidak tahu kapan akan pernah sampai, atau bahkan tidak akan pernah sampai hingga mereka sampai pada situasi kritis baik secara fisikal maupun batin.

Berpijak dari teks, kompleksitas persoalan selama menempuh perjalanan (yang mungkin) menuju Tuhan atau penelusuran-pelacakan asal-usul atau silsilah atau identitas personal performer sebagai wakil dari suatu masyarakat yang hidup dan tumbuh di suatu jaman (perjalanan ke dalam dirinya sendiri) inilah yang dieksplorasi dan mencoba ditemukan bentuknya oleh performer dari Kober.

Situasi-situasi kritis yang dihadapi tokoh-tokoh pada Pilgrim dikehendaki minimalis namun tetap organik, hal yang akan menjadi daya tarik tersendiri bagi penonton. Baik dari strategi pemanggungan, kekuatan bahasa, maupun laku performernya.

Hal ini sesuai dengan pijakan kreatif Kober di hampir setiap produksinya yaitu mengedepankan semangat untuk menemukan akting yang sederhana, minimalis, baik laku performer, tata panggung, kostum, musik dan lain sebagainya. Meski minimalis atau sederhana setiap tindakan performer (akting) dituntut meyakinkan (believeble) dan bisa dipahami (understanding).

Persoalan yang dikemukan pada lakon Pilgrim sedianya adalah persoalan universal, karena setiap orang di muka bumi ini, di setiap jaman, pertanyaan-pertanyaan eksistensial yang mempertanyakan tentang diri (manusia) dan Tuhannya terus berlangsung, sejak peradaban dimulai hingga sekarang.

Pilgrim bisa juga dipahami sebagai ekspresi tubuh-tubuh yang telah kehilangan kosmologinya. Tubuh yang terjebak pada kebanalan realitas-pada lalu-lintas hidup/keseharian yang serba cepat, instan yang pada moment tertentu abai pada esensinya sendiri sebagai manusia.

Tubuh-tubuh yang karena kondisioning tertentu kehilangan kontak dengan sisi primordialnya. Dan melalui proses dan pementasan ini mencoba dikembalikan atau disadarkan kembali.

TL/Rls