Opini  

Peran Orang Tua dalam Mendidik Anak di Rumah

Bagikan/Suka/Tweet:

Oleh Yanuarius Yanu Dharmawan

Pendidikan dirasakan sangat penting oleh banyak orang sejak dulu hingga sekarang dan mungkin juga di masa yang akan datang. Peran orang tua dalam mendidik anaknya di rumah dirasakan belum cukup karena anak-anak juga butuh suatu kegiatan sosial yang dibungkus dalam suatu metode pendidikan.

Dalam melaksanakan pendidikan yang mempunyai peranan penting. Paling tidak, harus ada yang diajar (siswa) dan yang mengajar (guru). Peranan lain tidaklah begitu penting meskipun keberadaannya tidak bisa dipungkiri kegunaannya. Tempat pun sebenarnya tidak masalah karena bisa di mana saja. Namun pengalaman di jaman dulu yang di bawa oleh bangsa luar ke Indonesia, pendidikan identik dengan sekolah; suatu tempat berupa ruangan yang digunakan untuk satu guru yang berhadapan dengan banyak siswa.

Guru di sini memberikan pengetahuan tentang pelajaran-pelajaran ilmu alam dan ilmu sosial. Selain berfungsi sebagai pemberi pengetahuan guru juga memberikan pendidikan budi pekerti kepada para siswa agar mereka mempunyai tata krama dalam menjalani kehidupan mereka sehari-hari di masyarakat.

Keadaan pendidikan di jaman sekarang pun tidak jauh berbeda dengan apa yang terjadi di beberapa puluh tahun yang lalu. Yang berbeda mungkin hanyalah penggunaan teknologi sebagai perantara dalam mentransfer ilmu pengetahuan. Perubahan ini tidak semena-mena mengubah inti dari yang harus hadir dalam pendidikan ini yaitu guru (yang mengajar) dan siswa (yang diajar).

Di era pendidikan modern ada istilah homeschooling (sekolah di rumah). Kegiatan ini dinamakan sekolah di rumah karena guru dihadirkan di rumah oleh siswa (biasanya hanya satu orang) untuk memberikan ilmu pengetahuan dan pelajaran secara pribadi. Ketidakhadiran salah satu dari kedua elemen ini membuat suatu kegiatan pembelajaran tidak terjadi, sehingga dari sini dapat dilihat bahwa guru dan siswa, sehingga tidak diperlukan faktor yang lain untuk bertemu dan mengadakan proses pembelajaran sudah dianggap sebagai sebuah sekolah, atau lazim disebut metode pendidikan homeschooling.

Pentingnya keberadaan guru sebagai sumber pembelajar dirasakan kurang begitu dihargai di sekolah. Yang lebih penting untuk dihargai di sekolah yang dirasakan oleh banyak pihak yaitu para orang tua siswa, masyarakat umum, atau bahkan para guru itu sendiri adalah kepala sekolah. Kepala sekolah dianggap mempunyai peranan penting dalam memajukan sekolah, sebagai penghubung dengan pihak-pihak lain di luar sekolah yang kemungkinan bisa menguntungkan sekolah yang kata kebanyakan orang secara finansial, maupun faktor lainnya.

Di sinilah dimulainya suatu keadaan baru dalam pengertian sekolah yang ada. Sekolah tidak lagi mementingkan atau mengutamakan guru sebagai pengajar siswa tetapi mementingkan keberadaan kepala sekolah yang dianggap lebih punya peranan dalam segala hal sehingga lebih dihargai dalam segala hal. Guru hanya sebagai pengikut atau pengekor saja.

Dalam hal lebih dihargai disini bisa dilihat dari fasilitas yang didapatkan oleh seorang kepala sekolah yang jauh melebihi fasilitas yang diperoleh oleh seorang guru. Kepala sekolah yang pada umumnya sudah tidak mengajar lagi, mempunyai ruangan khusus tersendiri yang tergolong eksklusif karena terpisah dari ruangan para guru.

Ruangan guru di sini adalah ruangan yang berukuran besar yang terdiri dari meja dan kursi (itu saja sudah cukup) yang berdampingan satu dengan yang lain. Setiap meja guru terisi dengan buku-buku yang bertumpuk-tumpuk, alat tulis, dan kertas-kertas lainnya.

Guru juga sering kali makan dan minum di meja yang penuh dan sumpek itu. Semua kegiatan guru selain mengajar di kelas apabila mereka berada di ruang guru ada pada satu meja yang sempit itu. Hal ini terjadi, kalau tidak bisa dibilang semua ada pada sebagian besar sekolah-sekolah di Indonesia atau mungkin tempat lain di dunia.

Berbanding terbalik dengan ruangan guru tadi, ruangan kepala sekolah memiliki fasilitas yang jauh lebih lengkap dari ruangan guru. Biasanya terdiri dari meja kerja dan kursi, meja dan kursi tamu, kipas angin atau AC, televisi LCD, dsb tergantung dari kemampuan sekolah itu. Namun pada dasarnya jauh berbeda dengan apa dipunyai oleh guru. Apa yang membuat demikian? Padahal peran guru sangat besar karena maju dan mundurnya suatu sekolah itu karena gurunya.

Di luar itu ada pula suatu kegiatan pertemuan guru-guru mata pelajaran yang dinamakan Musyawarah Guru Mata Pelajaran (disingkat MGMP) untuk setiap wilayah, kota maupun kabupaten. Kegiatan pertemuan guru-guru mata pelajaran ini harus dianggap sebagai sesuatu yang juga berharga karena di sini terjadi pertukaran pengalaman, pembagian ilmu antar guru dan sebagainya yang tujuannya untuk meningkatkan kualitas guru-guru itu sendiri dalam menghadapi siswa-siswanya di kelas.

Peningkatan kualitas ini dilakukan sesuai dengan tuntutan jaman yang ada. Di tingkat kepala sekolah juga ada suatu perkumpulan musyawarah yang namanya Musyawarah Kerja Kepala Sekolah (disingkat MKKS). Pertemuan yang dilakukan oleh para Kepala Sekolah di tingkat Kota atau Kabupaten. MKKS ini dirasa lebih berkelas dibanding MGMP oleh mereka yang merasakannya.

Entah sejak kapan hal ini mulai terjadi, tetapi suatu batas yang dibuat demi suatu keistimewaan tertentu merupakan suatu awal terjadinya jarak antara guru dan kepala sekolah. Secara langsung maupun tidak langsung, kepala sekolah berkata bahwa ia lebih tinggi posisinya dari pada guru dan guru pun berkata demikian dengan berkata bahwa ia bos saya atau saya adalah bawahan dia.

Hal ini akan terus berlangsung apabila tidak ada kesadaran bahwa semua sama -sama bekerja. Kalau mau dilihat lebih jelas siapa yang benar-benar bekerja di sini, tentu saja guru karena yang berkomunikasi langsung dengan para siswa adalah guru dan kepala sekolah hanyalah menjalankan suatu sistem di sekolah itu agar tidak keluar dari jalurnya.

Sekali lagi, seharusnya semua bekerja bersama-sama tanpa ada pembedaan dimulai dari jenis ruang, fasilitas yang didapat, transparansi, dan lainnya yang berhubungan dengan kegiatan sekolah. Kepala sekolah harus berbaur bersama guru-guru dalam satu ruangan apabila sekolah itu tidak mampu memberikan ruangan khusus yang paling tidak sama dengan apa yang dimiliki oleh kepala sekolah. Istilah ‘I do all the work and you get the credit’ (Aku melakukan semua pekerjaan dan Anda mendapatkan kredit) diganti menjadi ‘We do all the work and we all get the credit’ (Kami melakukan semua pekerjaan dan Kita semua mendapatkan kredit). (*)

*Yanuarius Yanu Dharmawan, S.S., M.Hum adalah praktisi pendidikan alumni Program Studi Pendidikan Bahasa Inggris Universitas Bandar Lampung (UBL)