Zainal Asikin | Teraslampung.com
LAMPUNG SELATAN — Bayi perempuan yang masih berusia 1 bulan yang diberi nama Novalika Azkia Putri alias Nova, merupakan anak bungsu dari pasangan Sanali Khasan (42) dan Sunenti (39), warga RT 2, Dusun 1, Desa Way Muli Timur, Kecamatan Rajabasa, Lampung Selatan selamat dari terjangan gelombang tsunami, Sabtu 22 Desember 2018 malam lalu. Bahkan Nova, bayi mungil nan cantik ini bersama ibunya sempat tertimbun runtuhan bangunan rumahnya selama 10 jam.
Saat ditemui teraslampung.com di sebuah gubuk yang jadi tempat pengungsiannya bersama kerabat dan warga lainnya di kaki Gunung Rajabasa, Sunenti tidak henti-hentinya terus memanjatkan rasa syukurnya kepada Allah SWT, lantaran ia masih diberikan keselamatan bersama buah hatinya yang belum lama ia lahirkan dari bencana gelombang tsunami yang telah memporak-porandakan rumahnya rata dengan tanah.
Bahkan bencana gelombang tsunami yang ditengarai akbiat terjadinya erupsi Gunung Anak Krakatau (GAK), telah menewaskan ratusan korban jiwa dan meluluhlantakkan bangunan rumah mereka. Desa yang terdampak paling parah dalam peristiwa gelombang tsunami, Desa Way Muli, Way Muli Timur dan Kunjir.
Sunenti menceritakan mengenai nasib dirinya bersama suami dan kedua anaknya saat peristiwa gelombang tsunami itu datang dan menghantam rumah yang ditinggalinya yang terletak di pinggir pantai Way Muli Timur, Kecamatan Rajabasa.
BACA: Letusan Gunung Anak Krakatau Bercampur Air, Menuju Segala Arah
Saat gelombang tsunami pertama itu datang menerjang, kata Sunenti, ia bersama suaminya sudah berusaha menyelamatkan diri. Namun belum sempat ia berlari menjauh sembari menggendong bayinya, tiba-tiba datang hantaman gelombang tsunami kedua dan langsung memporak-porandakan rumah mereka hingga rata dengan tanah.
“Saat itulah saya dan bayi saya ini terseret gelombang ombak, lalu tertimpa reruntuhan bangunan rumah,”ucapnya dengan mata berkaca-kaca, Rabu 26 Desember 2018.
Kemudian, Sunenti dan putri bungsunya yang masih berusia 1 bulan itu, terperangkap dibawah reruntuhan bangunan rumahnya selama 11 jam. Ia baru berhasil diselamatkan dan dievakuasi oleh tim, keesokan harinya Minggu 23 Desember 2018 sekitar pukul 08.00 WIB.
“Selama 11 jam saya dan bayi saya ini dibawah runtuhan bangunan, bahkan sempat terendam air. Tapi saat itu saya tetap berusaha untuk terus memeluk buah hati saya ini, supaya jangan sampai terlepas karena ada lagi hantaman gelombang tsunami,”ungkapnya.
Dikatakannya, selama ia terperangkap di bawah reruntuhan bangunan rumahnya, ia pun tidak henti-hentinya terus memanjatkan doa bermunajat meminta pertolongan kepada sang pencipta agar ia dan putri bungsunya yang masih berusia 1 bulan itu selamat dari maut setelah dihantam gelombang tsunami.
BACA: Letusan Gunung Anak Krakatau dan Dentuman Keras Terus Terdengar dari Pulau Sebesi
“Pokoknya sudah gak bisa ngebayangin lagi. Yang ada di pikiran hanya berdoa. Saya baca sholawat terys. Saya minta sama Allah SWT, supaya dikasih keselamatan. Itu saja,”kenang Sunenti yang masih menahan kepedihan dan kesedihan di raut wajahnya.
Sementara Sanali Khasan, suami Sunenti, mengatakan istri bersama kedua anaknya sudah berusaha lari lebih dulu, sementara dirinya saat itu masih berada di dalam rumah.
Menurutnya, ketika ia sudah berada di luar rumah, gelombang tinggi itu datang lagi. Ia berhasil lolos, namun istri dan kedua anaknya itu terpental dan kembali lagi ke dalam rumah.
“Begitu hantaman gelombang kedua istri dan anak saya terpental, tapi posisi bayi saya masih dalam dekapan ibunya,”bebernya.
Karena tingginya gelombang yang menghantam rumahnya, Sanali berusaha lari menuju ke daratan yang lebih tinggi. Setelah ombak sudah mulai surut, meskipun dengan penuh rasa was-was ia berusaha kembali ke rumahnya yang ternyata sudah hancur semuanya rata dengan tanah.
“Saya benar-benar syok lihatnya. Istri dan kedua anak saya belum ketemu apalagi rumah juga hancur rata dengan tanah. Malam itu, saya berusaha mencari istri dan kedua anak saya. Tapi yang ketemu baru anak laki-laki saya.Alhamdulillah anak saya selamat meskipun mengalami luka-luka ringan,”ucapnya.
BACA: BMKG: Dinding Gunung Anak Krakatau Rapuh dan Berpotensi Tsunami
Keyakinan bahwa istri dan bayinya itu masih hidup, membuat Sanali tidak putus asa terus berusaha mencari dengan dibantu kerabatnya yang juga selamat dalam peristiwa itu. Pencarian itu akhirnya membuahkan hasil, Minggu pagi sekitar pukul 06.00 WIB ia mendengar adanya suara tangisan putri bungsunya yang masih bayi itu di balik reruntuhan bangunan rumahnya.
“Dengar suara tangisan itu, sembari menangis merasa bahagiannya saya. Bersyukur dan alhamdulillah istri dan bayi saya selamat dari maut, keajaiban itu benar ada dan semua ini kuasa dari Allah SWT,”ungkapnya.
Menurutnya, saat ditemukan, posisi istri sedang memeluk bayinya dan bermadikan lumpur. Bersama keluarga dibantu juga dengan tetangga, ia berusaha mengeluarkan istri dan bayinya dari reruntuhan bangunan rumahnya.
Karena keterbatasan alat, membuat evakuasi itu berlangsung lama. Setelah satu jam kemudian, istri dan bayinya berhasil diangkat dari reruntuhan bangunan.
“Sekitar pukul 07.00 WIB bisa dievakuasi, kurang lebih selama 10 jam itulah istri dan putri saya Nova ini terjebak di dalam runtuhan bangunan rumah. Saya sangat bersyukur sekali, istri dan putri saya ini selamat dari maut. Kalau lihat rumah rata dengan tanah, hal yang mustahil bisa selamat,”kenangnya.
Setelah berhasil dievakuasi, lanjut Sanali, ia melihat istrinya hanya mengalami luka ringan di tangan dan kakinya. Sedangkan putrinya bungsunya, sama sekali tidak mengalami luka sedikit pun.
“Karena kondisinya bermandikan lumpur, saya langsung bersihkan dengan air saat itu juga langsung dilarikan ke RSUD BOB Bazar Kalianda untuk mendapatkan perawatan medis,”terangnya.
BACA: Gunung Anak Krakatau Masih Terus Erupsi, Ribuan Warga Pulau Sebesi dan Sebuku Dievakuasi
Selanjutnya ia bersama istri dan keduanya anaknya, memilih mengungsi di atas lereng kaki Gunung Rajabasa di sebuah gubuk milik warga bersama kerabatnya meski hanya memiliki bahan makanan seadanya.
Saat berada di pungsian, kata Sanali, Minggu siang ia didatangi oleh Antoni Imam yang ternyata seorang anggota DPRD Provinsi Lampung dari Fraksi PKS.
“Siang itu pak Anton ini datang, tapi kami tidak tahu kalau beliau itu ternyata anggota dewan. Lalu kami bincang-bincang sama dia dan meminta bantuan, karena kami semua kekurangan stok bahan makanan, selimut, pakaian dan membutuhkan popok dan perlengkapan bayi untuk anak saya ini,”ujarnya.
Keesokan harinya, Senin 24 Desember 2018 siang Pak Antoni tersebut, benar-benar datang dengan membawa bahan pokok makanan dan perlengkapan bayi dan lainnya menemui dirinya dan warga lainnya saat berada di pengungsian di lereng kaki Gunung Rajabasa.
BACA: Tsunami Selat Sunda, Jumlah Korban Meninggal Jadi 429 Orang
“Jadi saat kami meminta bantuan, Pak Antoni benar datang membawa apa yang kami butuhkan di pengungsian. Stok bahan pokok makanan dan lainnya itu, dibawa sendiri oleh pak Anton. Saya baru lihat mas, seorang anggota dewan mau memikul bahan bantuan pakai karung lagi. Pastinya, kami merasa bangga punya wakil rakyat seperti Pak Anton,” katanya.
Terpisah, anggota DPRD Lampung, Antoni Imam, saat dikonfirmasi mengatakan ia hanya bisa sekadar membantu apa yang warga butuhkan saat berada di pengungsian pascaterjadinya gelombang tsunami yang terjadi di pesisir Lampung Selatan beberapa hari lalu.
Sejak hari pertama pasca terjadinya gelombang tsunami hingga hari ini, kata Antoni, ia bersama tim Pandu PKS terus berusaha membantu warga yang tertimpa musibah bencana alam tersebut. Selain menyalurkan bantuan, seperti pakaian, selimut, makanan dan obat-obatan, juga mendirikan posko tanggap darurat di wilayah yang terkena dampak paling parah gelombang tsunami tersebut.
“Bantuan yang kami berikan memang tidak seberapa nilainya, tetapi inilah bentuk rasa kepedulian kami terhadap sesama. Musibah yang terjadinya ini, juga derita kita semua. Harapannya, mereka tetap sabar dan tenang menghadapi musibah yang terjadi ini, karena ini suatu cobaan dan ujian dari Sang Khaliq,”ungkapnya.