Isbedy Stiawan ZS
Masa itu Soeharto masih berkuasa. Semasa rezim Orde Baru ini, kesenian selalu “dikawal” dan “dimata-matai” sehingga banyak seniman Indonesia yang diburu—dan bahkan—sebagiannya dijebloskan ke penjara. Nasib yang tidak jelas hingga kini di mana “jejaknya” adalah penyair Widji Thukul.
Lima tahun terakhir kekuasaan Soeharto, melalu Menteri Dalam Negeri (Mendagri) yang kala itu dipegang Rudini, menelurkan intruksi agar setiap daerah (provinsi) hingga kabupaten/kota melahirkan Dewan Kesenian. Intruksi Mendagri Nomor 5.A. Tahun 1993.
Inmendagri No.5.A Tahun 1993 tersebut disambut oleh para seniman Lampung. Pada September 1993 dilahirkan Dewan Kesenian Lampung (DKL), dan Gubernur Lampung Poedjono Pranjoto kala itu, meresmikan kepengurusan DKL.
Pada sambutannya, Poedjono Pranjoto berjanji akan membangun Gedung Dewan Kesenian Lampung. Artinya, selain untuk sekretariat pengurus DKL juga gedung yang dibangun itu untuk pertunjukan dan pameran seni.
Namun janji Poedjono tinggal janji. Sampai ia meninggalkan Provinsi Lampung, Gedung Kesenian tak juga terwujud. Bahkan hingga beberapa gubernur dan pj Gubernur Lampung, harapan seniman daerah ini tak kunjung terpenuhi. Lebih dari 10 tahun, Gedung Kesenian Lampung seperti hanya dalam mimpi para seniman.
Gedung Kesenian tiada, nasib DKL bagai kucing beranak. Artinya sekretariat DKL berpindah-pindah, sampai akhirnya diberi tempat di salah satu komplek PKOR Way Halim. Anggaran untuk DKL pun pernah mengalami nol rupiah.
Perjuangan para seniman Lampung untuk “merebut” marwahnya tak pernah padam. Bukan hanya melobi eksekutif, namun juga berdialog dengan pihak legislatif.
Kini Gedung (Dewan) Kesenian Lampung telah tegak. Di lokasi salah satu komplek PKOR Way Halim Jalan Sumpah Pemuda, Bandarlampung. Gedung Kesenian ini justru terwujud semasa Gubernur Lampung Sjachroedin ZP.
Gedung Kesenian Lampung ini jelas merupakan “eksekusi” Sjachroedin ZP. Sebuah “karya” di akhir-akhir masa jabatannya, namun akan dikenang selamanya oleh seniman dan budayawan Lampung khususnya.
Sebagaimana mantan Gubernur DKI Ali Sadikin atas inisiatifnya pembangunan Taman Ismail Marzuki (TIM) di Jalan Cikini Raya Jakarta Pusat, diingat sampai kapanpun. Padahal lahan TIM ini adalah kawasan kebun binatang yang kemudian dipindah ke Ragunan.
Bang Oedin, sapaan akrab Gubernur Lampung yang habis masa jabatannya pada Juni 2014 kelak, juga meletakkan sejarah yang tidak akan pernah terhapus. Sebuah Gedung Dewan Kesenian Lampung.
Gedung Kesenian inilah yang hampir 21 tahun menjadi harapan dan impian para seniman dan budayawan Lampung. Diharapkan dari gedung ini, fasilitas pertunjukan seperti diharapkan para seniman benar-benar refresentatif. Gedung Kesenian yang dapat dipakai untuk pertunjukan kesenian, seperti tari, teater, baca puisi, musik, dan film, juga ruang pameran seni rupa.
Karena Gedung Kesenian Lampung ini terwujud di kala kepemimpinan Oedin, maka sangat wajar apabila peresmian penggunaannya dilakukan sebelum berakhir Gubernur Lampung Sjachroedin ZP.
Sebab tinggal dua bulan lagi kepemimpinan Oedin sebagai orang nomor satu di Provinsi Lampung, eloknya jika kepengurusan DKL saat ini mempersiapkan agenda peresmian Gedung Kesenian. Saya meyakini para seniman Lampung sangat setuju jika gedung milik seniman ini diresmikan oleh Oedin, sekaligus sebagai kehormatan terakhir dari pelaku seni dan budaya atas kepedulian Gubernur Lampung pada kehidupakan kesenian di daerah ini.
Sebelum peresmian perlu lagi disempurnakan yang konon masih banyak kekurangannya. Misalnya, kursi dan meja bagi pengurus DKL, demikian pula akustik dan lighting ruang pertunjukan seni. Informasi terakhir, panggung pertunjukan Gedung DKL ini juh dari harapan.
Sebenarnya, DKL (semasa Ketua Harian DKL Syaful Irba Tanpaka) pernah menawarkan untuk gedung petunjukan dapat mengadopsi antara lain Graha Bhati Budaya PKJ TIM, Teater Kecil TIM, atau Gedung Kesenian Jakarta (GKJ). Sayangnya, tawaran DKLitu tidak diindahkan.
Beberapa bulan lalu, pengurus DKL yang diwakili Bagus S. Pribadi (wakil sekretaris) dan Sekretaris Umum DKL Ch. Sapto Wibowo telah beraudiens dengan salah seorang ahli bagi gedung kesenian yang refresntatif. Tinggal kesiapan Pemerintah Provinsi Lampung menyerahkan sepenuhnya penyelesaian akhir ini kepada Dewan Kesenian Lampung.
Selain akustik gedung pertunjukan, perlu diperhatikan serius drenaise sekitar Gedung Dewan Kesenian Lampung. Menjadi tontonan yang memrihatinkan jika musim hujan. Genangan air layaknya kolam mengepung gedung yang megah ini. Dari kejauhan gedung rumahnya para seniman Lampung ini bagaikan perahu yang tengah menurunkan jangkar.
Bukankah kesempurnaan dari gedung ini, yang bangga adalah kita bersama: pemerintah, seniman, dan masyarakat Lampung.