Rusdi Mathari
Kata Kepala BPS, Suryamin, kenaikan harga gabah itu adalah alarm akan terjadinya kenaikan harga beras pada bulan ini [Juni 2016]. Lalu dua hari yang lalu, Kompas.com menulis judul berita, “Menjelang Ramadhan, Harga Beras Tidak Bergejolak” dan Pikiran Rakyat menulis judul berita, “Harga Beras Meroket, Pedagang Kurangi Untung.” Isi berita dua media itu sama: harga beras naik.
Harga yang juga naik adalah harga telur. Sekitar seminggu yang lalu, harganya bertahan Rp 19-20 ribu untuk setiap kilo, tapi tiga hari lalu sudah menjadi Rp 24 ribu. Pedagang telur di Pasar Baru Indramayu kepada wartawan Republika menyebutkan kenaikan telur bahkan terjadi setiap hari. Seorang pedagang di Pasar Bringharjo Yogyakarta mengaku kepada wartawan Kedaulatan Rakyat, harga telur menembus Rp 22 ribu per kilo. Dan CNN Indonesia menulis, harga telur di Pasar Badung, Denpasar sudah mencapai Rp 34 ribu per kerat [30 butir].
Lalu berapa harga daging sapi?
Infopangan Jakarta menyebutkan, harga tertinggi bertengger di Rp 120 ribu per kilo dan yang terendah Rp 110 ribu. Untuk menekan harga itu, Presiden Jokowi berjanji akan menekan harga daging sapi hingga di bawah Rp 80 ribu. Dan itu harus terjadi sebelum puasa.
Caranya bukan dengan mendatangkan [daging] sapi seperti yang pernah dijanjikan bisa dengan mudah didatangkan dari NTB dan NTT, melainkan harus diimpor dari Australia dan India. Dan sampai kemarin, harga daging sapi di pasar mencapai Rp 130 ribu per kilo, dan puasa hanya tinggal tiga hari lagi.
Itu harga-harga di pasar. Di rumah, kenaikan tarif dasar listrik sudah menunggu karena mulai bulan ini, PLN akan mengerek harganya. Kata pejabat PLN, ada tiga indikator yang menentukan tarif listrik: harga minyak mentah Indonesia[ICP], inflasi, dan nilai tukar rupiah. Dari ketiga indikator itu, nilai rupiah disebut sebagai faktor dominan. Dan selama sebulan terakhir, PLN konon tak berdaya mengatasi harga tukar rupiah yang cenderung melemah terhadap harga dolar Amerika Serikat.
Kemarin harga rupiah mencapai Rp 13,785 untuk setiap dolar. Harga itu sebetulnya relatif sama dengan harga di bulan Desember 2015 yang sebesar Rp 13.787 per dolar, tapi saat itu PLN malah menurunkan tarif listrik,dan mulai mempraktikkan kenaikan tarif setiap bulan. Dan setelah bulan lalu tarif dasar listrik untuk tegangan rendah naik Rp 10 per kWh sehingga pelanggan rumahan harus membayar Rp 1.353 per kWh, mulai bulan ini pelanggan yang sama harus kembali membayar tarif listrik yang naik Rp 8 hingga Rp 11 per kWh.
Maka sambil menikmati semua kenaikan harga itu, bolehlah orang-orang bertanya: apakah Plato adalah keponakan Surya Paloh atau Jusuf Kalla? Dan apakah Aristoteles adalah sepupu Jokowi, atau Luhut Panjaitan, atau SBY?