Abal-Abal di Sekitar Kita

Bagikan/Suka/Tweet:

Oyos Saroso HN

Bangsa Indonesia barangkali secara khusus harus mengucapkan terima kasih kepada masyarakat Ambon yang telah menyumbankan kata “abal-abal” menjadi khazanah bahasa Indonesia yang bisa menggantikan kata palsu. Dalam bahasa Ambon, abal-abal memang berarti palsu.

Menurrut saya, kata “abal-abal” jauh lebih seksi dan lebih tandas untuk  menegaskan kepalsuan atau sebuah perilaku yang tidak semestinya. Hal itu karena kata “abal-abal” dalam praktik berbahasa sehari-hari memiliki arti lebih luas. Dalam bahasa pergaulan, abal-abal juga berarti sesuatu hal yang tidak semestinya, sesuatu yang tidak penting, atau sesuatu yang  rusak.

Seorang  dosen  laku-lajak dengan para mahasiswinya, misalnya, barangkali bukanlah dosen  palsu. Ia tetaplah dosen. Namun, bisa dipastikan dosen macam itu  adalah sejenis pendidik abal-abal.

Komputer abal-abal berarti komputer palsu. Mungkin komputernya wujudnya memang komputer betulan, tetapi cap produsennya palsu.

Karena memiliki makna lebih luas ketimbang kata “palsu”, banyak wartawan atau khalayak umum lebih sedang menggunakan kata abal-abal untuk menggantikan kata palsu. Maka, ijazah palsu disebutnya ijazah abal-abal. Gelar palsu ditulis para wartawan dengan gelar abal-abal. Wartawan palsu pun (kalau memag ada), maka akan disebut wartawan abal-abal.Dalam hal ini, kata abal-abal terasa lebih tegas, lebih kasar, dan lebih “siiip” untuk mencemooh.

Seorang wartawan abal-abal, wujudnya tentu saja manusia dan berprofesi sebagai wartawan. Setidaknya, mungkin saja, ia suka datang ke acara konferensi pers,,mencatat, dan jeprat-jepret mengambil gambar. Namun karena perilakunya tidak seperti seorang wartawan–misalnya suka memeras, suka menakut-nakuti narasumber, suka menempeleng di depan tetapi di belakang tangan menengadah– maka ia disebut wartawan

Seorang tokoh agama yang suka mencabuli murid-murid perempuan tetap akan disebut tokoh agama. Ia tidak palsu, tetapi abal-abal. Disebut abal-abal karena perilakunya tidak mencerminkan perilaku seorang tokoh agama.

Begitulah seterusnya.Kita bisa menghitung berapa banyak pejabat abal-abal, polisi abal-abal. guru abal-abal, hakim abal-abal. pengacara abal-abal. politikus abal-abal, wakil rakyat abal-abal, dsb.

Seorang abal-abal seperti saya, misalnya, sudah pasti tidak mau disebut abal-abal. Apalagi jika  saya adalah orang yang sombong, punya kekuasaan yang besar, kuat, dan punya uang triliunan.

Sebuah stasiun televisi yang nyata-nyata abal-abal pun pemilik dan para karyawannya akan marah jika disebut sebagai abal-abal. Meski sebuah stasiun televisi secara faktual telah merampok frekuensi publik untuk menangguk fulus sonder menimbang kepentingan publik, ia tetap ingin disebut paling oke, terdepan, terpercaya, terdahsyat, tercepat, dan terakurat.

Hmmmm……semoga kita bukan manusia abal-abal. Abal-abal bukanlah kita!