News  

AJI Bandarlampung Imbau Jurnalis Tolak THR dari Narasumber

Ketua AJI Bandarlampung, Padli Ramdan (paling kanan) dalam acara pembukaan Posko Pengaduan THR di LBH Bandarlampung Jalan Amir Hamzah No. 35 Gotong Royong Tanjung Karang Pusat.
Bagikan/Suka/Tweet:

Zainal Asikin | Teraslampung.com 

BANDARLAMPUNG – Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Bandarlampung mengimbau kepada semua wartawan untuk selalu menjaga marwah dan profesionalisme dengan tidak menerima atau meminta tunjangan hari raya (THR) kepada narasumber.

Ketua Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Bandarlampung, Padli Ramdan,mengatakan  jurnalis hanya boleh menerima tunjangan hari raya (THR) dari perusahaan tempat mereka bekerja. Bukanlah dari narasumber, instasi pemerintah, dan swasta.

“Untuk itu, semua perusahaan media wajib memberikan THR kepada pekerja media sesuai dengan Peraturan Menteri Tenaga Kerja No.6 tahun 2016,”kata Padli, Senin (27/6/2016).

Dikatakannya, dalam peraturan tersebut, dijelaskan bahwa perusahaan termasuk media wajib membayarkan hak para pekerja berupa tunjangan hari raya (THR) keagamaan yang diberikan paling lambat H-7 Lebaran.

“Berdasarkan peraturan baru ini, jurnalis yang telah bekerja selama satu bulan berhak mendapatkan THR yang besarnya disesuaikan dengan masa kerjanya,”ujarnya.

Jurnalis, kata Padli, harus menolak semua pemberian narasumber karena ini sesuai dengan Pasal 6 kode etik jurnalistik yang isinya, wartawan Indonesia tidak menyalahgunakan profesi dan tidak menerima suap. Penafsiran suap adalah, segala pemberian dalam bentuk uang, benda, atau fasilitas dari pihak lain yang mempengaruhi indepedensi.

AJI, kata Padli, juga mengimbau semua pihak untuk tidak memberikan imbalan dan THR dalam bentuk apa pun kepada wartawan. Pemberian THR tidak mendidik wartawan, tapi justru meruntuhkan nama baik profesi jurnalis.

“Jika memang narasumber, instansi pemerintah dan swasta memiliki alokasi anggaran untuk THR, maka sudah seharusnya peruntukkannya bukan untuk kalangan jurnalis. Masih banyak orang kurang mampu yang perlumendapat bantuan,”terangnya.

Wartawan yang tidak mendapat THR, kata Padli, bisa menyampaikan laporan ke posko pengaduan di kantor Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Bandarlampung. Laporan tersebut nantinya akan ditindaklanjuti dandiadvokasi agar hak THR bisa dibayarkan.

Narasumber, lanjutnya, jangan takut untuk menolak permintaan jurnalis yang secara sengaja mencari-cari keuntungan dengan cara menyalahgunakan profesinya. Berani katakan ‘tidak’ untuk wartawan yang hanya mencari THR menjelang hari raya.

Dalam surat pernyataan Dewan Pers Nomor 1/P-DP/III/2008 tentang Praktik Jurnalistik yang Tidak Etis dijelaskan bahwa dengan tidak menyuap, masyarakat turut membantu menegakkan etika dan upaya memberantas praktik penyalahgunaan profesi wartawan.

“Masyarakat, instansi pemerintah atau swasta, jangan takut untuk melapor ke pihak berwajib jika ada pihak yang mengatasnamakan sebagai wartawan untuk melakukan pemaksaan untuk mendapatkan imblan atau THR,”jelasnya.

Sementara Ketua Bidang Advokasi dan Tenaga Kerja AJI Bandarlampung, Rudiyansyah mengatakan, perusahaan media dan organisasi profesi juga berkewajiban mengingatkan jurnalis dan anggotanya untuk tidak menerima THR dari narasumber.

Organisasi profesi dan perusahaan media, kata Rudi, harus menegakkan profesionalisme wartawan serta memberikan sanksi kepada jurnalis yang terbukti melakukan pelanggaran kode etik dengan menerima THR yang tidak legal.

Menurutnya, kominitas wartawan dan pers serta masyarakat harus bahu-membahu memerangi praktik penyalahgunaan profesi wartawan.

“Wartawan dan pers yang professional serta teguh menjalankan kode etik, akan membawa manfaat dan bisa berperan lebih baik,”ungkapnya.