Lima Rekomendasi AJI untuk Tata Kelola Bisnis Online

Bagikan/Suka/Tweet:

BANDARLAMPUNG, teraslampung.com–Dalam Seminar tentang Tata Kelola Internet dan Kebebasan Media Berbasis Internet di Hotel Morrissey, Jl KH. Wahid Hasyim No. 70, Menteng, Jakarta Pusat, Kamis (16/1), Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia menyampaikan rekomendasi terkait kondisi dunia siber di Tanah Air.

Beberapa poin penting rekomendasi itu antatara lain:

Pertama, mendorong  berkembangnya media daring di daerah. Indonesia tidak hanya Jakarta. Ruang publik dalam bentuk frekuensi siaran televisi telah dimonopoli pemilik modal. Dampaknya luar biasa. Carut marut regulasi penyiaran menghasilkan imperialisme baru Jakarta atas Indonesia. Monopoli siaran televisi Jakarta melahirkan ketidakadilan ekonomi, sosial, budaya, dan politik.

AJI tidak ingin “penguasaan ruang publik secara paksa oleh kekuatan modal juga terjadi di dunia maya. Ruang-ruang pemberitaan di Internet hari ini didominasi oleh media-media nasional yang berbasis di Jakarta. Ini disebabkan media-media online lokal di daerah belum tumbuh signifikan. AJI Indonesia mendorong inisiatif semua pihak untuk mendukung berkembangnya media online di seluruh Indonesia agar demokrasi dan kesejahteraan tersebar merata di seluruh wilayah.

Kedua, penyempurnaan pedoman pemberitaan media siber. Atas sejumlah persoalan etik yang muncul dan kenyataan tentang kosongnya aturan hukum itu, AJI bersama Dewan Pers dan komunitas media siber berhasil merumuskan Pedoman Pemberitaan Media Siber. Ini dimaksudkan sebagai reformulasi penerapan kaidah-kaidah etik jurnalistik dalam ranah dunia maya. Pedoman ini juga dimaksudkan untuk menyeimbangkan kebebasan berpendapat di media siber dengan prinsip ruang publik yang beretika dan berkeadilan.

Selain itu, pedoman ini mereduksi potensi kriminalisasi terhadap media siber dan para komentator/partisipan berdasarkan UU ITE, KUHP dan lainnya. Pedoman ini tentu saja belum final. AJI Indonesia mendorong Dewan Pers untuk mengevaluasi pelaksanaan pedoman itu dan terus melakukan kajian untuk penyempurnaan.

Ketiga, perbaikan infrastruktur internet di Indonesia. Perkembangan media online lokal sulit terjadi apabila pengembangan infrastruktur internet di Indonesia berjalan timpang dan tidak merata. AJI Indonesia mendukung proyek “Palapa Ring” yang tengah dikerjakan Kementerian Komunikasi dan Informasi Republik Indonesia untuk menmpercepat pembangunan infrastruktur internet secara nasional.

AJI juga mendorong pemerintah untuk menyelesaikan proyek raksasa itu dalam tata kelola yang transparan dan kredible. AJI mendesak agar pelaksanaan proyek Palapa Ring yang bertujuan mulia untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi wilayah dan akses publik terhadap informasi terbebas dari aneka macam praktik korupsi dan penyelewengan yang berpotensi merugikan rakyat.

Keempat, perbaikan regulasi bidang (industri) internet. AJI Indonesia mendorong tanggung jawab departemen terkait mulai dari Kementrian Perdagangan dan Ekonomi Kreatif, Kementrian Keuangan (Pajak), Kementrian Hukum dan HAM, dan Kementrian Luar Negeri, untuk ikut mengatur bisnis internet yang sehat dan berkeadilan.

Media tidak melulu soal pemberitaan, tapi juga mengandung unsur bisnis (industri).  Tanpa bisnis yang sehat tidak ada kesempatan untuk meneguhkan idealisme pemberitaan pers. Meski, dalam kasus tertentu, jebakan kemapanan dan kebutuhan industri, juga bisa mengorbankan nilai-nilai idealisme jurnalistik.

Kelima, Undang-undang Tata Kelola Internet dan Komisi Independen.  Dari sisi industri, eksistensi media online di tanah air dihadapkan pada masalah kompetisi global dan content agregator yang tidak beretika. Dibutuhkan peran DPR dan pemerintah dalam mengisi kekosongan regulasi bidang internet.

AJI Indonesia mendesak pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) untuk mencabut Undang-undang Internet dan Transaksi Elektronik dan menggantikannya dengan Undang-undang Tata Kelola Internet yang tetap menjamin kebebasan pers dan berekspresi warga secara demokratis dan adil.

AJI Indonesia juga mengusulkan dibentuknya komisi independen yang memiliki kewenangan dalam memutuskan sengketa di dunia maya. AJI memandang perlu melahirkan UU yang lebih kuat, setidaknya penyempurnaan dari regulasi yang ada. Komisi ini akhirnya berfungsi seperti Komisi Penyiaran atau Dewan Pers, didanai oleh negara tapi bekerja secara independen untuk kepentingan publik yang luas.