AJI Kini Terbuka untuk Jurnalis Warga

Suwarjono (dua dari kiri).Foto: teraslampung.com
Bagikan/Suka/Tweet:

JAKARTA, Teraslampung.com–Kongres Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia di Bukittinggi, 27-30 November 2012 menorehkan sejarah besar bagi perjalanan organisasi profesi jurnalis itu. Pada  usia AJI yang sudah 20 tahun ini, Kongres AJI di Bukittinggi ditandai dengan transformasi besar, yakni perubahan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga AJI yaug memberikan ruang bagi jurnalis warga untuk bergabung di AJI.

Sebelumnya, selama  belasan tahun AJI hanya mengakomodasi keanggotaan hanya terbuka bagi jurnalis profesional yang bekerja di media berbadan hukum, AJI kini bisa menerima keanggotaan jurnalis warga yang menerbitkan karyanya bukan di pers nasional yang berbadan hukum.

“AJI kembali ke khittahnya seperti saat 20 tahun lalu, di mana ada sejumlah jurnalis pemberani yang menerbitkan Suara Independen, tanpa izin terbit, tanpa badan hukum jelas sebagai penerbit, persis seperti blogger atau jurnalis warga lakukan hari ini demi menyampaikan kebenaran,” kata Ketua Umum AJI Indonesia yang baru saja terpilih dalam Kongres Bukittinggi, Suwarjono. Rabu (3/12).

AJI memperlakukan jurnalis warga laiknya jurnalis yang bekerja di media pers nasional, dengan persyaratannya adalah melakukan kegiatan jurnalisme secara teratur dan tentu saja melakukannya dengan standar dan etika jurnalistik.

Suwarjono menyatakan, entitas jurnalis warga ini tak tercakup dalam Undang-Undang No 40 Tahun 1999 tentang Pers, namun AJI melakukan terobosan dengan mengakomodasi mereka.

“Agar kami bisa memberikan pemahaman kode etik jurnalistik, bekerja berdasarkan prinsip-prinsip jurnalistik,” kata Pemred suara.com itu.

AJI melihat penguatan posisi jurnalis warga adalah bagian dari perkembangan pesat era new media, di mana opini publik dibentuk tidak hanya oleh media mainstream, namun juga langsung oleh publik. AJI mendorong warga menjadi komunitas melek media, memperbanyak alternatif berita bagi publik, bukan hanya berita yang disuguhkan dari redaksi-redaksi media besar nasional yang umumnya bagian dari selusin pemilik. Namun, berita-berita dari publik tersebut harus memenuhi standar kode etik jurnalistik, sehingga tetap bisa dipertanggungjawabkan.

Perubahan penting lain yang dihasilkan AJI dalam Kongres ini adalah penguatan lembaga Majelis Etik. Kongres memberi wewenang lembaga ini menindak atau memberi sanksi atas pelanggaran kode etik AJI.

“Anggota AJI juga kini dilarang menjadi anggota partai politik, memperkuat aturan lama yang melarang anggota berpartisipasi dalam kontestasi politik, baik sebagai calon atau tim sukses,” kata Suwarjono.

Sekjen AJI, Arfi Bambani, mengatakan meskipun  hanya beranggota 1.993 jurnalis dari berbagai tempat di Indonesia dan luar negeri, AJI bisa besar karena konsistensi, persistensi dan perkawanan dengan semua kelompok prodemokrasi, prokebebasan pers, dan prokebebasan berpendapat.

“Tetaplah membantu kami dengan beri masukan, kritik bahkan kecaman,” kata Arfi.

Suwarjono adalah Pemimpin Redaksi www.suara.com Suwarjono menghabiskan sebagian besar karier profeisonalnya di media online, mulai dari www.detik.com, www.okezone.com , www.viva.co.id dan terakhir, membangun www.suara.com

Suwarjono bergabung  ke AJI Jakarta pada tahun 1999 dan langsung menjadi pengurus Divisi Serikat Pekerja AJI Jakarta.  Minim pengurus AJI Indonesia yang mengurus sektor “buruh”, membuat dia sejak tahun 2001 masuk kepengurusan AJI Indonesia, menjadi koordinator serikat pekerja di bawah kepemimpinan Ati Nurbaiti-Solahudin. Selanjutnya, menjadi pengurus AJI Indonesia periode Eddy Suprapto – Nezar Patria, Heru Hendratmoko-Abdul Manan, Nezar Patria – Jajang Jamaluddin dan terakhir menjadi Sekjen AJI.

Sementara Arfi Bambani Amri adalah kepala kompartemen nasional, politik dan metropolitan di www.viva.co.id. Arfi sebelumnya duduk di Divisi Etik dan Pengembangan Profesi AJI, menyusun Uji Kompetensi Jurnalis yang digelar AJI sejak tahun 2011.

Sumber: aji.or.id