Akhir “Happy Ending” Polemik Pabrik Tapioka Lampung Utara, WALHI Lampung Anggap Sebagai Pembodohan Publik

Direktur Walhi Lampung, Irfan Tri Musri
Direktur Walhi Lampung, Irfan Tri Musri
Bagikan/Suka/Tweet:

Feaby|Teraslampung.com

Kotabumi–Wahana Lingkungan Indonesia (WALHI) Provinsi Lampung menilai kesepakatan rencana revisi aturan yang dicapai oleh Pemkab dan DPRD Lampung Utara terkait polemik pabrik tapioka tak ubahnya seperti upaya pembodohan publik.

“Tentunya ini semacam pembodohan publik dan menambah kecurigaan publik,” tegas Direktur WALHI Provinsi Lampung, Irfan Tri Musri, Rabu (7/8/2024).

Apa yang dilakukan oleh Pemkab dan DPRD Lampung Utara itu sama saja membiarkan kesalahan yang terjadi. Bahkan, kesalahan itu diberikan kemudahan agar tidak terus dianggap sebagai sebuah kesalahan melalui revisi aturan.

“Kalau mau adil, dihentikan dulu semua aktivitas. Dijalankan dulu sanksinya,” kata dia.

Ia kembali mengatakan, rencana revisi Peraturan Daerah Lampung Utara Nomor 4 Tahun 2014 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah tahun 2014-2034 secara tidak langsung menggambarkan adanya kepentingan antara DPRD, pemkab, dan pihak pengusaha. Jangan salahkan publik jika berpikir yang aneh-aneh terkait keputusan tersebut.

“Tak menutup kemungkinan publik akan menaruh kecurigaan besar. Jangan-jangan ada main mata,” tuturnya.

Sebelumnya, Pemkab dan DPRD Lampung Utara akhirnya sepakat merevisi aturan yang mengganjal pendirian pabrik tapioka di Desa Abungkunang. Dengan demikian, polemik seputar rencana pendirian pabrik itu berakhir dengan happy ending (akhir bahagia) bagi kedua belah pihak.

“Hasil rapat memutuskan bahwa aturan itu akan segera dirubah,” kata Kepala Dinas Perumahan Rakyat, Kawasan Permukiman, Cipta Karya, dan Penataan Ruang Lampung Utara, Erwin Syaputra, Selasa (6/8/2024).

Meski begitu, Erwin membantah bahwa rencana perubahan Peraturan Daerah (Perda) Lampung Utara Nomor 4 Tahun 2014 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Lampung Utara tahun 2014-2034 sengaja dilakukan untuk mengakomodir berdirinya pabrik di Abungkunang yang berada di luar kawasan industri. Ia berdalih, rencana perubahan itu telah lama akan dilakukan sejak tahun 2020.

“Di rancangan perda itu nantinya akan ada 13 kawasan industri. Kalau sekarangnya hanya 5 saja,” tuturnya.

Saat ditanyakan apakah proses pembersihan lahan masih diperbolehkan meskipun belum mengantongi izin lingkungan, Erwin mengatakan, hal itu masih diperkenankam sepanjang tidak melakukan aktivitas pembangunan. Proses pembersihan lahan dianggap mereka sebagai langkah persiapan pembangunan pabrik tersebut.

“Enggak apa-apa karena itu kan bagian dari persiapan perusahaan,” kilah dia.

Polemik ini sendiri bermula dari penolakan pihak legislatif Lampung Utara terhadap lahan yang akan dijadikan lokasi berdirinya pabrik tapioka tersebut. Lokasi itu dianggap mereka bukanlah termasuk kawasan industri.

Sesuai pasal 32 dalam Peraturan Daerah (Perda) Nomor 4 Tahun 2014 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Lampung Utara tahun 2014-2034, kawasan peruntukan industri itu terdiri dari Kecamatan Kotabumi Utara, Abung Selatan, Bungamayang, Sungkai Utara, dan Sungkai Selatan. Dengan demikian, rencana pendirian pabrik di sana layak untuk dibatalkan.

Sayangnya, pendapat pihak legislatif ini sangat terlambat. Sebab, Pemkab Lampung Utara ternyata telah keburu menerbitkan Izin Kesesuaian Pemanfaatan Ruang (IKPR). IKPR ini menjadi dasar yang akan digunakan untuk memroses perizinan selanjutnya.

Terbitnya IKPR ini dikarenakan pihak eksekutif menganggap bahwa lokasi berdirinya pabrik sama sekali tidak bertentangan dengan aturan. Meskipun tidak termasuk kawasan industri, namun berdirinya pabrik di sana dapat dibenarkan. Pabrik di sana dianggap sebagai industri penunjang perkebunan. Hal tersebut diatur dalam Pasal 107 di Perda RTRW yang ada. Kesimpulan ini juga diperkuat dengan pertimbangan dari pendapat ahli dari Unila.