Oleh: Firman Seponada
Tulang-tulang di tubuh saya serasa dilolosi ketika mendengar kabar Joko Santoso berpulang. Siang itu Minggu 12 Mei 2024, sekira pukul 11.30 masuk panggilan suara dari Whatsapp Bang Subriyanto ke HP saya. “Bang, ada kabar duka. Mas Joko meninggal,” kata lelaki tegap yang sehari-hari menyopiri Mas Joko, dengan suara terbata. “Ah, yang benar Bang!? Meninggal karena apa!?” tanya saya dengan gemetar dan perasaan tak percaya. “Tadi habis acara menanam pohon di Gisting Mas Joko naik motor. Baru beberapa menit motornya oleng, terus Mas Joko berhenti dan motornya roboh,” tutur Bang Usub.
Saya segera menulis pesan duka di grup WA Pengurus Harian DPW PAN Lampung. Lalu saya kontak Bang Irham Jafar Lan Putra, Ketua DPW PAN Lampung. “Yang meninggal Joko kita!?” tanya Bang Irham, tak mampu menyembunyikan shock-nya. “Iya Bang, Joko Santoso kita. Meninggal jatuh dari motor setelah menghadiri acara di Gisting,” kata saya. “Waduh, saya masih di Jakarta. Saya coba cari tiket pesawat, kalau dapat insyaallah sore saya sudah di Bandar Lampung. Tolong kabari semua pengurus,” kata mantan Sekprov Lampung yang pada Pemilu 2024 terpilih menjadi anggota DPR RI dari Dapil Lampung 2.
Tak lama belasan panggilan telepon masuk ke HP saya. Mereka menanyakan kebenaran kabar meninggalnya Mas Joko sembari mengucapkan duka mendalam atas kepergian lelaki rendah hati dan pemurah itu.
Berpulangnya Mas Joko memang tidak hanya menjadi duka mendalam bagi keluarga yang ditinggalkan. Para sahabat, rekan kerja, dan orang-orang yang mengenal Mas Joko juga merasa kehilangan. Mereka dan kita baru saja ditinggal orang baik. Lelaki santun, murah senyum, dan murah hati.
Gubernur Lampung Arinal Djunaidi yang datang melayat sampai meluangkan waktu berjam-jam di rumah duka. Tamu dari berbagai kalangan yang datang untuk menyampaikan duka terus mengalir dari siang hingga malam. Jemaah salat zuhur, ashar, magrib dan isya memadati Masjid Baitul Ilmi Bilabong, Langkapura. Jamaahnya banyak sekali, persis seperti jemaah salat jumat. Mereka adalah para pelayat yang sejak siang sudah menunggu di rumah duka hingga pemakaman Mas Joko di TPU Bilabong bakda isya.
Saya mengenal Joko Santoso sudah sejak lama. Keterlibatan saya di PAN juga di antaranya karena ada Mas Joko di sana. Kami satu angkatan di dunia aktivis. Joko Santoso adalah Direktur Eksekutif Keluarga Pencinta Alam dan Lingkungan Hidup (Watala) tahun 2002 – 2005. Sedangkan saya Sekretaris Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Bandar Lampung tahun 2001 – 2003 dan Ketua AJI Bandar Lampung tahun 2003 – 2005. Kala itu para aktivis di Lampung dikenal guyub dan dekat dengan kalangan akademisi.
Joko Santoso berkiprah sebagai aktivis pemberdaya masyarakat sejak awal tahun 90-an. Lewat Watala Joko mengasah pengetahuan dan kepeduliannya terhadap lingkungan. Membawa bendera organisasi penggiat lingkungan hidup ini dia biasa keluar masuk kawasan dan perkampungan di Tanggamus dan Lampung Barat.
Di sana, sarjana pertanian ini memberi penyadaran kepada warga penghuni kawasan mengenai pentingnya melestarikan lingkungan hidup. Tetapi, Joko tidak asal melarang petani merusak hutan. Bersama Watala, Joko memberi jalan keluar. Petani tetap boleh menggarap lahan pertanian dan perkebunan di dalam kawasan hutan, dengan syarat tidak menebang pohon. Prinsipnya, petani harus sejahtera dan hutan tetap lestari.
Dari prakarsa-prakarsa masyarakat seperti diinisiasi Watala inilah mulai tahun 1995 pemerintah meluncurkan Program Hutan Kemasyarakatan (HKm). Gagasan pengelolaan hutan berbasis masyarakat (social forestry) itu sekarang dianggap jalan keluar mengatasi kerusakan hutan akibat perambahan dan penebangan liar.
Selesai mengabdi sebagai Direktur Eksekutif Watala, pada tahun 2005 bersama sejumlah aktivis dan akademisi Joko mendirikan Lampung Conservation Watch (LCW). Lelaki yang dikenal penyabar dan mahir melobi ini dipercaya kawan-kawannya menjadi Direktur Eksekutif LCW, sampai sekarang. Bersama LCW, Joko melanjutkan kiprahnya semasa memimpin Watala, yakni memberdayakan masyarakat sekitar hutan di Tanggamus.
Prestasi LCW yang paling menonjol adalah membuat peta wilayah garapan kelompok-kelompok tani di Kabupaten Tanggamus. Dari peta yang dibuat, Joko memperjuangkan kelompok-kelompok tani mendapatkan hak kelola berupa Izin HKm. Pada awalnya hanya ada lima Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) yang berhasil memperoleh Izin HKm. Tetapi dengan perjuangan yang panjang dan gigih, saat ini Joko membina 40 Gapoktan dengan anggota sekitar 27 ribu kepala keluarga. Sampai meninggalnya Joko masih rutin melakukan pertemuan dengan Gapoktan-Gapoktan binaannya.
Joko melihat petani merupakan kelompok yang wajib dibela. Sebab, dengan berbagai kelemahannya, mereka tidak berdaya memperjuangkan nasibnya sendiri. Berjuang lewat jalur aktivis, lelaki kelahiran Tanjungkarang 12 November 1974 ini merasa kurang leluasa membela petani. Dia menyadari tidak punya kewenangan menentukan kebijakan. Oleh sebab itu, pada tahun 2004 ayah dua anak ini memutuskan terjun ke dunia politik. Lewat jalur ini Joko ingin turut menjadi pemangku kebijakan sehingga dapat lebih mudah membela petani dan masyarakat.
Master hukum jebolan Universitas Bandar Lampung ini pun memilih Partai Amanat Nasional (PAN) untuk berkiprah. Di mata Joko PAN merupakan parpol paling ideal karena ini satu-satunya partai yang lahir dari rahim reformasi. Berpolitik, Joko merangkak dari bawah. Dimulai dengan menjadi ketua DPC PAN Kecamatan Air Naningan. Ini kecamatan di Kabupaten Tanggamus tempat keluarga besar istrinya berdomisili.
Pada Pemilu 2009, Joko Santoso ikut pemilihan legislatif untuk DPRD Kabupaten Tanggamus dan terpilih menjadi wakil rakyat periode 2009-2014. Pada tahun 2011, dia dipercaya menjadi Ketua DPW Barisan Muda Penegak Amanat Nasional (BM PAN) Provinsi Lampung. Pada Pemilu 2014, Joko Santoso mencoba naik kelas menjadi anggota DPRD Provinsi Lampung. Maju dari Daerah Pemilihan (Dapil) 4: Tanggamus dan Lampung Barat. Atas kepercayaan masyarakat, Joko terpillih menjadi anggota DPRD Provinsi Lampung periode 2014-2019. Bahkan, dia meraup suara terbanyak di Tanggamus, dari seluruh Caleg yang diusung 12 partai politik. Di DPRD Provinsi Lampung, Joko Santoso mengemban dua jabatan strategis, yakni Sekretaris Fraksi PAN dan Sekretaris Komisi 2.
Pada Pemilu 2019, Joko kembali mencalonkan diri menjadi anggota DPRD Provinsi Lampung. Masih dari Dapil 4: Kabupaten Tanggamus, Kabupaten Lampung Barat, dan Kabupaten Pesisir Barat. Berkat kepercayaan masyarakat, Joko kembali terpilih untuk periode 2019-2024 dan dipercaya menjadi Wakil Ketua Komisi 4 DPRD Lampung.
Selama menjabat anggota Dewan, baik di Tanggamus maupun di Provinsi, Joko senantiasa menomorsatukan urusan petani. Atas perjuangannya, petani di Tanggamus sudah banyak menerima bantuan pemerintah. Seperti sumur bor, embung, cek dam, jalan usaha tani, bibit tanaman, dan benih ikan.
Kecuali itu, Joko Santoso juga gigih memperjuangkan pembangunan infrastruktur jalan di Tanggamus. Jalan, selain dapat memperlancar mobilitas hasil-hasil pertanian, juga menjadi sarana mengembangkan sektor pariwisata Tanggamus yang potensinya sangat besar. Dalam mengembangkan sektor pariwisata Tanggamus, Joko melibatkan masyarakat yang tergabung dalam pokdarwis-pokdarwis.
Sejauh ini sudah tiga ruas jalan di Tanggamus terbangun atas perjuangan Joko. Pertama, ruas Kelumbayan-Cukuhbalak-Limau. Kedua, ruas Suoh-Lampung Barat. Dan, ketiga, ruas Talangpadang-Ulubelu-Lampung Barat. Ruas-ruas jalan tersebut sebagian harus dikerjakan dengan rigid beton oleh sebab kondisi tanah yang labil dan berbukit-bukit. Pada tahun anggaran 2019-2020, dilakukan pengaspalan di daerah-daerah yang kontur tanahnya datar.
Selain membina kelompok tani di Tanggamus, Joko juga aktif di berbagai forum pencinta dan peduli lingkungan. Sejak beberapa tahun ini dia membudidaya bibit tanaman. Alasannya, dengan memproduksi bibit sendiri, dia menjamin bibit yang berkualitas untuk ditanam petani binaannya.
Dari pernikahannya dengan Lukita Satya Gusti, seorang bidan PNS, Joko dikaruniai sepasang putra-putri. Si Sulung, Fayza Putri Fadiya, baru tamat dari Fakultas Kedokteran Gigi UGM dan sedang menjadi co-assistant di sebuah rumah sakit di Jogyakarta. Sedangkan si Bungsu, M. Fahri Azzam, biasa disapa Farrel, sedang kuliah semester 2 di Fakultas Hukum Unila.
Mas Joko bangga sekali terhadap kedua putra-putrinya ini. Suatu hari Mas Joko menelepon saya. “Bang, si Farrel sudah masuk HMI, kemarin dia ikut training sama kawan-kawannya,” tuturnya. Dia tampak senang sekali anak lelakinya mau aktif berorganisasi dan memilih HMI. “Wah, positif banget itu Mas. Terus disupport Mas. Insyaallah ada manfaat buat Farrel,” kata saya menyemangati.
Sungguh, masih banyak harapan-harapan Mas Joko yang belum terkabul. Begitupun harapan dari para relawannya yang tersebar di Tanggamus dan Lampung Barat. Joko memang pejuang tangguh. Dia punya kontribusi besar terhadap perkembangan PAN di Lampung juga dalam memperjuangkan kepentingan masyarakat. Tetapi Allah berkehendak lain. Allah memanggil Mas Joko dalam usianya yang belum genap 50 tahun.
Saya percaya Joko Santoso berpulang dengan husnul khatimah. Dia pergi dalam menunaikan tugas sebagai anggota legislatif. Minggu, 12 Mei itu Joko sebagai anggota DPRD Provinsi Lampung menghadiri kegiatan lingkungan hidup. Kegiatan yang dihelat Ikatan Pelajar Muhammadiyah (IPM) Lampung itu bertaja “Lampung Green Generation”. Acara penanaman pohon di Register 28 Pematang Neba, Gisting, Tanggamus itu dihadiri Forkompimda Tanggamus dan Ketua PW Muhammadiyah Lampung Prof. Sudarman.
Usai seremoni tanam pohon, panitia menyediakan sepeda motor untuk dipakai para tamu kehormatan naik ke kawasan wisata Bukit Neba. Joko memang dikenal mahir mengendarai motor. Berangkatlah rombongan pemotor, termasuk Prof. Sudarman. Baru empat menit melaju, motor yang dikendarai Mas Joko dua kali oleng. Lalu, sampai di tanah datar Joko menepi dan motornya roboh. Rombongan segera membantu dan memapah Mas Joko yang pingsan. Joko dilarikan ke Rumah Sakit Panti Secanti Gisting tetapi nyawanya tak bisa ditolong.
Joko diperkirakan meninggal karena kelelahan. Maklum, dalam beberapa pekan sebelum meninggal kegiatannya padat sekali. Dimulai dengan kapasitasnya sebagai Ketua Tim Pilkada Wilayah DPW PAN Lampung. Sejak 23 April Mas Joko sibuk menerima pendaftaran para bakal calon gubernur dan wakil gubernur yang melamar di PAN. Lalu, tanggal 29 April – 8 Mei Joko dan istri melaksanakan umroh ke Tanah Suci. Sepulang umroh, tanggal 9 Mei pagi sampai siang menerima para bakal calon mengembalikan formulir pendaftaran. Bakda zuhur Joko buru-buru terbang ke Jakarta untuk mengikuti Rakornas di DPP PAN tanggal 9 – 11 Mei.
Pulang dari Jakarta tanggal 11 Mei, besok paginya harus meluncur ke Gisting Tanggamus memenuhi undangan dari IPM Lampung menghadiri kegiatan “Lampung Green Generation”. Mobilitas Mas Joko memang tinggi sekali. Seperti tak kenal lelah, padahal beberapa bulan lalu dokter RS Harapan Kita menyarankan dia untuk by-pass jantung. Tetapi Mas Joko menolak dan memilih berobat ke Penang, Malaysia. Sepulang dari Malaysia kesehatan Mas Joko membaik sehingga bisa kembali menjalankan aktivitas sebagai wakil rakyat dan kader PAN. Kami di PAN bergembira melihat perkembangan positif itu. Sehingga, kepergiannya yang begitu cepat sungguh mengejutkan.
Selamat jalan Mas Joko. Kini engkau sudah berada di tempat yang jauh lebih baik. Percayalah, teladan-teladan yang selama ini engkau dakwahkan lewat prilaku akan banyak yang mengamalkan dan menjadi ladang amal jariah bagimu. Ya Allah, bukakanlah pintu Surga-Mu untuk sahabat kami Joko Santoso yang baik ini. Aamiin.