Feaby Handana
Meskipun terkesan bijaksana, namun terdapat persoalan serius di balik kebijakan terbaru Pemkab Lampung Utara terkait keramaian di tengah zona merah Covid-19. Kebijakan bernuansa ambigu itu berpotensi menjerumuskan rakyat ke dalam persoalan kesehatan dan hukum.
Kebijakan baru itu tertuang dalam surat edaran Bupati Lampung Utara dengan nomor : 360/95.41-LU/2021 tentang peningkatan pengendalian penyebaran Covid-19. Di dalam surat edaran itu terdapat lima poin utama di antaranya pemkab tidak lagi mengeluarkan rekomendasi izin keramaian.
Sekilas kebijakan itu dapat diartikan sebagai larangan bagi warga untuk menggelar kegiatan keramaian seperti pesta pernikahan dan lainnya. Sayangnya, belakangan diketahui bahwa kebijakan itu ternyata tidak sama dengan larangan menggelar kegiatan keramaian atau dengan kata lain keramaian masih tetap diperbolehkan. Dengan catatan, keramaian itu menerapkan protokol kesehatan yang sesuai standar.
Kelonggaran mengenai keramaian inilah yang dikhawatirkan akan menjerumuskan warga ke dalam persoalan kesehatan. Mengapa demikian?karena penghapusan penerbitan rekomendasi izin keramaian ini akan membuat warga tidak perlu lagi repot – repot mendatangi kantor Satgas Covid-19 untuk mengurus rekomendasi izin keramaian. Selama ini, rekomendasi izin keramaian itulah yang dijadikan dasar warga untuk mengurus izin keramaian di kepolisian jika ingin melakukan kegiatan keramaian.
Dengan demikian, dapat dipastikan bahwa pihak Satgas Covid-19 tidak akan lagi memiliki data akurat seputar keramaian – keramaian yang akan atau sedang dilakukan oleh warga di masa mendatang. Miskin data mengenai keramaian akan berimbas pada kesulitan petugas untuk memantau penerapan protokol kesehatan di tiap keramaian.
Akibatnya, mungkin banyak acara keramaian yang akan luput dari pantauan petugas Satgas. Kondisi ini kian diperparah dengan tingkat kesadaran yang berbeda – beda dari masing – masing warga. Jika mau jujur, yang namanya pesta itu sangat susah sekali untuk menerapkan protokol kesehatan.
Mungkin untuk prokes seperti mencuci tangan dengan sabun) bisa diterapkan, tapi untuk 2 prokes lainnya, yakni menjaga jarak dan memakai masker selama ini terlihat cukup sulit diterapkan. Banyak sekali para tamu yang hadir dalam keramaian yang tidak menjaga jarak dan tidak memakai masker di pelbagai keramaian.
Longgarnya penerapan Prokes dalam keramaian akan membuat laju penyebaran virus semakin tidak terkendali. Akibatnya, akan banyak lagi warga yang terpapar virus Corona 2019 di masa mendatang. Jika itu sampai terjadi maka sama saja pemkab ‘menjerumuskan’ rakyat untuk terganggu kesehatannya melalui kebijakan baru tersebut.
Kelonggaran ini juga akan membuat seluruh kegiatan keramaian yang dilakukan oleh warga menjadi kegiatan yang tidak berizin. Dengan tidak berizin maka kegiatan keramaian yang dilakukan berpotensi besar untuk dibubarkan oleh petugas keamanan karena tidak sesuai aturan.
Pembubaran kegiatan keramaian sangat berpotensi menimbulkan kericuhan dan berujung pada persoalan hukum. Alasannya, kembali ke tingkat kesadaran masing – masing warga. Bagi warga yang tingkat kesadarannya tinggi, tentu akan menerima dengan lapang dada saat acara harus dibubarkan.
Namun, bagi warga yang merasa keberatan dengan pembubaran itu sudah barang pasti akan melakukan perlawanan. Kengototan warga untuk melakukan perlawanan bukanlah tanpa dasar. Alasannya, tidak pernah ada larangan dari pemkab terkait keramaian asalkan menerapkan prokes sesuai standar.
Di sisi lain, pihak kepolisian, dalam hal ini petugas dari Polres Lampung Utara hanya menerapkan aturan. Sebab, pada Rabu (20/1/2021), Kapolres Lampung Utara, AKBP Bambang Yudho Martono dengan tegas menyatakan segala bentuk kerumunan atau keramaian akan dilarang selama zona merah berlangsung.
Tidak akan ada toleransi apa pun terhadap segala bentuk keramaian saat zona merah. Seluruh keramaian akan dilakukan tindakan tegas tanpa terkecuali. Polres Lampung Utara tetap mengacu pada maklumat Kapolri terkait keramaian. Ambuguitas kebijakan pemerintah daerah dalam menerapkan prokes Covid-19 tidak hanya mencerminkan ketidaktegasan sikap. Lebih dari itu, ambiguitas kebijakan juga bisa menjeremuskan rakyat.
Melihat besarnya persoalan akibat kebijakan baru itu, maka sudah selayaknya pihak pemkab merevisi kebijakan baru mereka. Tidak boleh lagi ada kebijakan abu – abu dan tidak selaras dengan pihak lain seperti yang baru saja. Keselamatan rakyat harus di atas segala – galanya.