Hukum  

Anggota DPRD Lampung Duga Ada Aparat Keamanan dalam Penyelundupan  Benih Lobster

Bagikan/Suka/Tweet:

Teraslampung.com — Anggota DPRD Provinsi Lampung Wahrul Fauzi Silalahi menduga ada proses pembiaran dari Polisi terkait penangkapan benih-benih lobster di pesisir Kabupaten Pesisir Barat (Pesibar) karena penangkapan benih lobster di perairan itu sudah sering terjadi.

“Saya mengapresiasi KKP (Kementerian Kelautan dan Perikanan) yang berhasil menggagalkan penyelundupan benih lobster sebanyak 51 ribu benih yang nilainya mencapai Rp7,8 milyar,” ungkapnya kepada awak media di acara konferensi pers mendorong upaya pengawasan dan penegakan hukum pencurian benih lobster di perairan pesisir Lampung, di kantor Hukum WFS & Rekan, Kecamatan Tanjungkarang Pusat, Senin 16 Desember 2024.

Dengan berhasilnya digagalkan penyelundupan oleh KKP anggota dewan dari Partai Gerindra mencurigai ada permainan antara penegak hukum dan pelaku serta pengumpul benih-benih lobster.

“Penangkapan benih lobster ini sudah lama dan ketika hal ini dibiarkan oleh aparat keamanan. Kita curiga karena ini dibiarkan saya berpikir apakah ada upeti dari tengkulak/pengumpul benih benur,” ungkap Wahrul anggota DPRD Provinsi Lampung Komisi IV itu.

Wahrul Fauzi meminta Polda Lampung melakukan evaluasi terkait penangkapan benih lobster di Pesisir Barat yang jelas merugikan nelayan/masyarakat dan pemerintah daerah.

“Dari kejadian ini saya minta aparat keamanan melakukan evaluasi karena ini sudah lama dilakukan pembiaran oleh Polisi di Lampung Barat dan Polda Lampung kemana aja selama ini mereka. Selain itu atensi saya kepada Kapolda Lampung untuk mengevaluasi Polres Pesisir Barat,” ujarnya.

“Kalau penangkapan benih lobster dilarang dan lobster itu tumbuh besar. Yang diuntungkan masyarakat/nelayan yang tentunya pendapatan bertambah dan pemerintah juga mendapat PAD (Pendapatan Asli Daerah),” tambahnya.

Sementara itu, Direktur Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Lampung Irfan Musarin Kunang mengungkapkan masalah utama penangkapan benih-benih lobster tersebut ada di Peraturan Menteri Kelautan (Permen KP) Nomor 7 tahun tahun 2024 yang melegalkan ekspor benih lobster.

“Masalah utamanya ada di Peraturan menteri jadi hapus dulu peraturan itu. Peraturan itu kan lahirnya karena banyaknya penyelundupan benih lobster tapi faktanya pendapatan dari ekspor kecil tapi penyelundupan benih lobster masih terus berlangsung,” tegasnya.

“Kemudian soal penangkapan, harusnya yang ditangkap yang gede-gede misalnya pengumpul/tauke juga eksportirnya jangan cuma nelayan kecil saja. Ini pekerjaan rumah bagi aparat keamanan,” ungkap Irfan.

Soal penangkapan benih-benih lobster yang masih berlangsung di pesisir pantai Kabupaten Pesisir Barat, hal itu dibenarkan oleh Kamsin yang juga pernah melaporkan nelayan penangkap benih lobster di sana.

“Pengalamannya saya beberapa waktu yang lalu pernah menyanggong dari jam 6 sore sampai 8 pagi. Dan ketika nelayan turun ke pantai saya lapor ke Polres Lampung Barat (ketika itu belum ada Polres Pesisir Barat). Nelayan itu ditangkap dan ditahan tapi hanya lima hari kemudian bebas lagi,” jelasnya.

“Sampai hari ini nelayan yang menangkap benih lobster itu masih ada, di Pelabuhan Bengkunat ada 800an sampan kemudian di Pelabuhan Sigi ada 600an sampan yang bisa memuat empat orang tiap sampan,” ungkap Kamsin.