Ahmad Yulden Erwin
Contoh kasus yang lain adalah ketika Jokowi nyalon jadi Presiden RI dalam Pilpres 2014 lalu. Jokowi dirancang sebagai pemimpin merakyat yang senang “blusukan”, tidak segan masuk got untuk melihat saluran air yang tersumbat di Jakarta, dan gaya berpakaian yang bersahaja. Pendek kata Jokowi “dirancang” agar terlihat sebagai pemimpin orang biasa, pemimpin rakyat jelata, pemimpin yang menghadirkan negara ke rumah-rumah kaum pinggiran.
Strategi “blusukan” itu akhirnya jadi politik “shock” yang jitu. Ibarat siring kecil menjadi saluran irigasi yang besar, para pemilih di Indonesia pun memberikan simpati kepada Jokowi dan memilihnya menjadi Presiden RI setelah Esbeye. Namun, jangan coba-coba meniru taktik “blusukan” ala Jokowi ini dalam pemilu atau pilkada berikutnya. Sebab pemilih Indonesia akan tertawa dan bilang, “Ah, antum cuma niru gaya Jokowi.” Dalam beberapa kasus Pilkada, para peniru strategi blusukan gaya Jokowi ini akhirnya harus gigit jari.
Sekarang, beredar isu bahwa Anies Baswedan diprediksi akan jadi presiden RI tahun 2019 karena dia dizalimi Jokowi. Modusnya dianggap sama dengan ketika Mega “menzalimi” Esbeye. Saya menunggu apakah hipotesis itu benar. Namun, melihat fakta bahwa para pemilih Indonesia sebagian besar adalah pemilih yang butuh kejutan, saya meragukan hipotesis itu akan terbukti benar. Kecuali Anies Baswedan mau di-bully habis-habisan di medsos: “Ah, ente calon presiden yang nggak kreatif. Strategi politik aja niru!”