Oleh: ID Arter*
Setiap awal Agustus seluruh dunia memperingati Pekan Asi Sedunia, yang berlangsung pada 1-7 Agustus. Air Susu Ibu (ASI) merupakan makanan terbaik bagi bayi, khususnya bayi berusia 0-6 bulan. usia 0-6 bulan kehidupan bayi dikenal dengan periode emas, periode dimana awal tumbuh kembang bayi yang nantinya akan berpengaruh pada periode tumbuh kembang selanjutnya. Orang tua harus memastikan pemberian nutrisi melalui ASI eksklusif di periode emas ini, pasalnya hal ini sangat mempengaruhi kesehatan dan kecerdasan anak hingga dewasa nanti.
Patut disayangkan, Indonesia menjadi salah satu negara dengan prevalensi stunting yang cukup tinggi. Menurut Badan Pusat Statistik secara Nasional prevelensi stunting di Indonesia sebesar 27,7 persen, atau dengan kata lain 28 dari 100 balita menderita stunting. Stunting atau kerdil adalah kondisi dimana balita memiliki panjang atau tinggi badan yang kurang jika dibandingkan umurnya (Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan, 2018).
Menurut Word Health Organization (WHO), kondisi gagal tumbuh ini terjadi akibat kurangnya asupan gizi dalam waktu lama serta terjadinya infeksi berulang. Kedua faktor tersebut dapat dipengaruhi oleh pola asuh yang tidak memadai terutama dalam 1000 hari pertama kehidupan.
Bayi di Bawah 6 Bulan Harus ASI Eksklusif
Anak yang diberi asi eksklusif adalah anak yang hanya diberi ASI dan tidak diberi makanan atau minuman lain (termasuk air putih), kecuali obat-obatan dan vitamin atau mineral tetes (Pusat Data dan Infomasi Kementerian Kesehatan, 2018).
Bayi membutuhkan asupan makanan yang cukup untuk meningkatkan status gizinya selama pertumbuhan. Jika asupannya kurang, maka pertumbuhan dan perkembangannya tentu akan terhambat. UNICEF dan WHO merekomendasikan pemberian ASI eksklusif sampai bayi berumur 6 Bulan, karena ASI mengandung gizi lengkapyang mudah dicerna oleh perut bayi yang kecil dan sensitif. Itulah mengapa hanya memebrikan ASI saja sebenarnya sudah cukup untuk memenuhi kebutuhan bayi.
Lepas ASI Eksklusif Terlalu Dini Tingkatkan Risiko Stunting
Veronika Scherbaum, ahli nutrisi dari Universitas Hohenheim Jerman, menyatakan ASI ternyata berpotensi mengurangi peluang stunting pada anak berkat kandungan gizi mikro dan makro. Oleh karena itu, Ibu disarankan untuk tetap memberikan ASI eksklusif selama 6 Bulan kepada buah hati. Protein Whey dan kolostrum yang terdapat pada ASI dinilai mampu meningkatkan sistem kekebalan tubuh bayi yang masih terbilang rentan.
Meskipun sudah banyak yang mengetahui pentingnya ASI bagi bayi, namun tidak sedkit ibu yang memberikan makanan pendamping ASI (MPASI) terlalu dini untuk bayinya meskipun belum berusia enam bulan. Penyebabnya bisa beragam, mulai dari bayi yang tidak mau menyusu, ASI yang sedikit dan susah keluar hingga nasihat dari orang tua/mertua.
Jika ibu memberikan MPASI terlalu dini, maka kandungan nutrisi dan gizi penting yang didapat dari ASI dapat menurun, karena bayi sudah lebih dulu kenyang dengan MPASI. Dengan demikian, melepas ASI terlalu dini dapat mengakibatkan bayi mengalami kurang gizi, gangguan pencernaan, rentan terhadap penyakit dan puncaknya dapat meningkatkan resiko stunting.
Menurut data BPS di tahun 2019 persentase anak usia 0-23 bulan yang menerima ASI menurut provinsi sebesar 76,58 persen. Angka ini lebih rendah dibanding tahun 2018 sebesar 86,86 dan tahun 2017 77,54 persen. Trend angka pemberian ASI ternyata terus menurun, hal ini tentunya harus bisa disikapi serius oleh Pemerintah guna keberlangsungan generasi yang sehat dimasa yang akan datang.
Langkah Pemerintah Mengenai Pencegahan Stunting
Presiden dan Wakil presiden telah berkomitmen untuk mempimpin langsung upaya penanganan stunting agar penurunan prevelensi stunting dapat dipercepat dan dapat dipercepat serta merata di seluruh wilayah Indonesia. Pemerintah telah menyusun kerangka intervensi stunting yang terbagi menjadi dua, yaitu intervensi gizi spesifik dan intervensi gizi sensitif.
Intervensi gizi spesifik merupakan intervensi yang ditujukan kepada anak dalam 1000 hari pertama kelahiran dan berkontribusi pada 30 persen penurunan stunting. Kegiatan intervensi ini dilakukan pada sektor kesehatan seperti pembangunan dan perbaikan fasilitas kesehatan dan kecukupan tenaga kesehatan. Kemudian kerangka intervensi sensitif dilakukan melalui kegiatan pembangunan di luar sektor kesehatan dan berkontribusi pada 70 persen intervensi stunting yang sasarannya adalah masyarakat umum, seperti pemberian kemudahan akses terhadap sumber air minum dan sanitasi yang layak.
Wujud kesadaran dan peran serta masyarakat untuk mendukung serta mengkampanyekan pentingnya pemberian ASI kepada bayi adalah hal yang paling berharga demi mencegah stunting sedini mungkin.***
*PNS Badan Pusat Statsitik Provinsi Lampung