Bahasa  

Bahasa Indonesia pada Dunia Maya dan Jejaring Sosial; Ancaman atau Peluang?

Bagikan/Suka/Tweet:

Syarifudin Yunus

Hari ini dunia maya dan jejaring sosial makin membahana. Fakta bahwa pengguna internet di Indonesia hingga 2013 menurut Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) dan  Badan Pusat Statistik (BPS) mencapai 71,19 juta orang. Jumlah tersebut berarti tumbuh 13 persen dibandingkan catatan akhir 2012 yang sebanyak 63 juta orang. Kondisi ini diperkuat dengan adanya 29 juta orang peng-akses internet secara mobile sebagai tanda tingkat produktivitas pemakaian bahasa. Proyeksi ini akan terus berkembang hingga mencapai 80 juta orang pada tahun 2014 ini.

Di sisi lain, jumlah pengguna jejaring sosial di Indonesia juga sangat besar. Menurut data dari Webershandwick, perusahaan public relations dan pemberi layanan jasa komunikasi, untuk wilayah Indonesia ada sekitar 65 juta pengguna Facebook aktif hingga tahun lalu. Sebanyak 33 juta pengguna aktif per harinya, 55 juta pengguna aktif yang memakai perangkat mobile dalam pengaksesannya per bulan dan sekitar 28 juta pengguna aktif yang memakai perangkat mobile per harinya. Selain Twitter,
jejaring sosial lain yang dikenal di Indonesia adalah  Path dengan jumlah pengguna 700.000 di Indonesia. Line sebesar 10 juta pengguna, Google+ 3,4 juta pengguna dan Linkedlin 1 juta pengguna.

Kondisi ini bertolak belakang dengan kenyataan adanya 15 bahasa daerah yang sudah punah dan 139 bahasa daerah yang terancam punah dari 726 bahasa daerah yang ada di Indonesia.

Perkembangan teknologi yang begitu cepat menjadikan pengguna bahasa memanfaatkan dunia maya dan jejaring sosial  sebagai sarana berkomunikasi yang cepat, murah dan praktis. Bahkan di ‘musim’ Pilpres 2014 sekarang, tidak sedikit kandidat Capres & Cawapres, Tim Sukses, maupun  simpatisan pendukungnya menggunakan dunia maya atau jejaring sosial sebagai alat propaganda untuk “menarik” dukungan publik.

Dalam hitungan detik, kita dapat terhubung ke seluruh penjuru dunia tanpa batas ruang dan waktu. Inilah yang dinamakan dunia maya. Kita dapat dengan mudah beranjang sana kapanpun, dimanapun dan kepada siapapun asalkan memiliki dukungan teknologi yang dibutuhkan dan terkoneksi melalui internet. Jika saja teknologi mampu “bergerak cepat”,  kini ada persoalan bahasa yang muncul di dalamnya?

Bahasa merupakan medium utama pada setiap aktivitas komunikasi di dunia maya dan jejaring sosial. Bahasa memiliki peran yang sangat penting. Bahasa menjadi alat yang paling efektif dalam menyampaikan ekspresi setiap orang. Maka, bahasa pun menjadi sangat beragam.

Salah satu fenomena berbahasa yang paling pesat saat ini adalah penggunaan bahasa yang didukung oleh perangkat teknologi, khususnya bahasa yang digunakan pada dunia maya dan jejaring sosial, seperti internet, facebook, twitter, chatting, email, sms, dan sebagainya.

Penggunaan bahasa di dunia maya dan jejaring sosial inilah yang patut mendapat perhatian bersama, dari para praktisi dan pemerhati bahasa. Munculnya fenomena “bahasa alay”, maraknya bahasa dunia maya dan jejaring sosial patut disikapi dengan bijak. Khusunya di kalangan remaja dan anak muda.

Bahasa pada dunia maya atau jejaring sosial semakin mendapat tempat di kalangan anak muda. Fenomena “bahasa alay” kini muncul menjadi “bahasa pertama” di kalangan remaja daripada Bahasa Indonesia itu sendiri. Hal ini terjadi karena anak muda sekarang membutuhkan pengakuan akan eksistensi. Mereka hampir tidak punya ruang untuk mewujudkan eksistensi. Jadi, anak muda yang tidak memakai bahasa alay maka tidak dianggap sebagai anak gaul. Maka, status sosial seseorang menjadi faktor utama yang memengaruhi penggunaan bahasa (Meyerhofff, 2006:108).

Jadi, bahasa pada dunia maya dan jejaring sosial menjadi ancaman atau peluang bagi Bahasa Indonesia?

Bahasa Indonesia adalah salah satu aset penting bangsa Indonesia. Kenapa? Karena Bahasa Indonesia merupakan satu-satunya bahasa resmi yang membantu berbagai suku di Indonesia untuk berkomunikasi secara baik (Mustakim, 1994 : 2). Memang, Bahasa Indonesia hari ini menghadapi tantangan yang berat seiring intervensi dan realitas penggunaan bahasa pada dunia maya atau jejaring sosial yang bertolak belakang dengan prinsip penggunaan Bahasa Indonesia yang baik dan benar.