TERASLAMPUNG.COM, Bandarlampung—Tim Advokasi Hong Kong berkunjung ke Ngawi, Jawa Timur, untuk melihat secara langsung kondisi Erwiana Sulistyaningsih dan menyiapkan dia untuk persidangan yang akan diselenggarakan di Hong Kong pada 25 Maret 2014. Tim telah bertemu dan menjelaskan kepada keluarga dan kuasa hukum tentang perkembangan kasus pidana dan perdata yang melibatkan Erwiana di Hong Kong.
Juru Bicara Team Advokasi Kasus Erwiana di Indonesia, Antik Pristiwahyudi dari IMWU-Jakarta, dalam rilisnya menyatakan tiga anggota Tim Advokasi berkunjung ke Ngawi pada 24 – 26 Februari 2014 lalu. Mereka terdiri atas Cynthia Tellez (Direktur Mission for Migrant Workers/MFMW), Isabel Chang (Program Officer Mission for Migrant Workers/MFMW) dan Eni Lestari (Koordinator Komite Keadilan Untuk Erwiana dan Seluruh PRT).
Cynthia Tellez mengatakan Erwiana adalah korban dan saksi bagi kasus kriminal yang diajukan pemerintah Hong Kong menuntut majikannya Law Wan Tung. Di sisi lain, Departemen Tenaga Kerja Hong Kong juga memfasilitasi tuntutan keuangan Erwiana yang meliputi hak gaji, libur mingguan dan nasional, cuti tahunan.
“Pada saat yang bersamaan, Departemen Tenaga Kerja juga mengajukan kasus pidana terhadap Law Wan Tung yang dinilai telah melanggar hukum perburuhan di Hong Kong. Erwiana juga sedang mengajukan kasus perdata ganti rugi terhadap Law Wan Tung atas luka-luka dan kerugian yang dialaminya,” tegas Cynthia Tellez, Kamis (27/2).
Erwiana siap menjadi saksi di pengadilan Hong Kong menuntut majikannya tetapi berharap agar bisa menunggu hingga kesehatannya benar-benar pulih.
Di sela-sela kunjungan, Cynthia Tellez juga menyempatkan bertemu pihak Rumah Sakit Kasih Ibu di Solo yang membantu check-up reguler Erwiana untuk meminta keterangan lebih lanjut tentang kesehatan dan imbas jangka panjang dari luka-luka yang pernah dialaminya.
Erwiana Sulistyaningsih, buruh migran korban penyiksaan majikan – Law Wan Tung – selama 7 bulan 14 hari bekerja padanya. Ketika fisik Erwiana makin lemah dan tidak mampu bekerja akibat luka-luka yang dideritanya, majikan justru memulangkannya secara diam-diam pada tanggal 9 Januari 2104.
Erwiana kemudian ditemukan di Bandara dan dibantu oleh Riyanti yang sedang pulang ke Indonesia.
“Kasus Erwiana hanyalah salah satu dari kasus penganiayaan yang menimpa buruh migran diluar negeri. Di tahun 2013, Jaringan Buruh Migran Indonesia (JBMI) menerima sebanyak 2.643 kasus dari Hong Kong, Malaysia, Arab Saudi dan Taiwan,” kata Iweng Karsiwen dari ATKI-Indonesia yang merupakan bagian Team Advokasi Erwiana.
Menurut Iweng, maraknya jumlah kasus yang dialami oleh buruh migran diluar negeri adalah akibat dari buruknya sistem penempatan yang menyerahkan semua urusan kepada PPTKIS, mulai penempatan hingga perlindungan.
“Calon burun migran dikurung di dalam penampungan layaknya dipenjara atas nama training. Sedihnya, semua diharuskan membayar mahal biaya penempatan (overcharging). Training yang diberikan PPTKIS juga tidak sesuai dengan kebutuhan kami diluar negeri sehingga banyak majikan kecewa dan kami sendiri buta. Erwiana adalah bukti kongkretnya,” ujarnya.
Iweng meminta kepada pemerintah untuk intropeksi diri dan belajar dari berbagai kasus yang menimpa buruh migran seperti Erwiana, Kartika, Uul, Siti, Alm Ngatini, Satinah, Wilfrida, Kadime, Sadiyah dan banyak lagi. (C-RL)