Bang Sat dan 3/4 Potong Semangka

Bagikan/Suka/Tweet:

Oyos Saroso H.N.

“Kalau ente pengen tahu  cara berbagi yang adil, tanyalah kepada Bang Sat. Sebagai preman pasar yang tiba-tiba jadi orang partai dan berkali-kali jadi wakil rakyat, dia sudah amat-sangat lihai berbagi. Ia pun menguasai aneka jenis bahasa. Mulai bahasa ketonggeng hingga bahasa kadal, dari bahasa Terminal Blok M hingga bahasa Kebun Binatang Ragunan.”

Itulah nasihat yang pernah diungkapkan Wak Brengoh kepadaku, sekitar lima tahun lalu. Lucunya, meski sudah lama berguru kepada Bang Sat, Wak Brengoh tetap saja tidak pandai berbagi. Saya tahu hal itu ketika ya ketika Pilpres kemarin!

Ceritanya, Wak Brengoh dipercaya calon presiden X untuk membagi uang kepada calon pemilih. Katanya duit sebanyak Rp 40 miliar sudah mengucur deras ke rekening Wak Brengoh. Eh, enggak tahunya yang sampai kepada calon pemilih  cuma 1/4. Lainnya, 3/4-nya masuk ke kantong Wak Brengoh.

Jadi,meskipun capres X gagal jadi presiden, Wak Brengoh tetap silir-silir, suejuk,  karena bisa kipas-kipas dengan lembaran uang. Alhasil, dalam tempo kurang dari 360 hari, berdirilah rumah baru dengan halaman yang sangat luas, kolam renang, ikan koi,dan anjing herder yang berjaga di depan gerbang.

Bukan. Itu bukan rumah mantan Gubernur Lampung Sjachroedin Z.P. yang di Rawalaut itu.

Itu adalah rumah baru  Wak Brengoh….

 

***

Kalau ente pengen tahu  cara berbagi yang adil, tanyalah kepada Wak Brengoh. Sebagai preman pasar yang tiba-tiba jadi orang partai dan berkali-kali jadi wakil rakyat, dia sudah amat-sangat lihai berbagi. Ia pun menguasai aneka jenis bahasa. Mulai bahasa ular beludak hingga bahasa anjing herder, dari bahasa Terminal Panjang hingga bahasa begal pinggir hutan.


Itu adalah nasihat yang baru saja saya dapatkan dari Karto Celeng alias Sukarto Wijoyo bin Suro Ngampleh.

“Contohnya saya nih… berkat mengamalkan tips berbagi adil, akhirnya saya lolos jadi anggota Dewan!” kata Karto Celeng.

Saya cuma mengangguk-angguk dan sedikit senyum.

“Kamu tahu berapa modalku nyaleg kemarin?”

Saya menggeleng.

“Cuma modal dengkul! Semuanya, sekitar setengah miliar dibandari sama  Raden Mas Wel Geduwel Beh. Cuma saya habiskan 1/4-nya. Sisanya, 3/4-nya, saya simpan buat modal bikin restoran! Hahahaha…”

Karto celeng tertawa keras. Perutnya tampak terguncang-guncang karena terlalu banyak gelambir lemak.

Selera saya untuk ngopi bareng di rumah Karto Celeng pagi itu langsung hilang. Saya pamit pulang sebelum sempat menyampaikan niat meminjam uang untuk nebus sepeda motor yang saya gadaikan.

***

 “DPR sedang membahas usulan kepala daerah dipilih oleh anggota DPRD. Usulan itu muncul berdasarkan kajian yang menyimpulkan rakyat tidak siap berdemokrasi, Demokrasi menjadi sangat mahal….” Itu kata pembawa acara dialog pagi di televisi yang mulutnya temampol (enak ditampol karena nerocos terus dan suka memotong pembicaraan narasumber).
****

 

Kini tahulah saya kenapa Bang Sat dan sejenisnya, Karto Celeng dan semacamnya, Wak Brengoh dan konco-konconya ngotot berusaha sekuat tenaga,  berjuang dengan semangat 45,  untuk jadi anggota Dewan. Ya. Mereka ingin mengamalkan berbagi secara adil seperti membagi buah semangka: 1/4 potong untuk orang lain, 3/4-nya buat dirinya sendiri.

Ya.Betul. Karena mereka sudah ngincer untuk bisa panen besar lima tahunan tiap pilkada. Mereka juga ingin bisa menikmati hidup seperti Raden Mas Segawon: tanpa kerja capek, hanya bermodal jadi ketua partai, bisa panen tiap tahun. Jagonya menang dia panen uang. Jagonya kalah pun tetap  panen uang juga. Bahkan, kalaupun Raden Mas Segawon nyalon kepala daerah dan kalah, ia tetap akan dapat setoran dari calon kepala daerah yang menang!

Baca Juga: Karto Celeng Jadi Caleg