Bantah Tudingan Miring Bela Predator Anak Terdakwa JEP, Ini Klarifikasi Kak Seto

Kak Seto
Bagikan/Suka/Tweet:

TERASLAMPUNG.COM — Ketua Umum Lembaga Perlindungan Anak Indonesia (LPAI), Seto Mulyadi atau yang akrab disapa Kak Seto selaku pemerhati, tokoh perlindungan anak di Indonesia sekaligus psikolog ini, medapat tudingan miring diangap membela terdakwa pelaku pelecehan dan kekerasan seksual di sekolah Selamat Pagi Indonesia (SPI).

Tudingan miring terhadap Kak Seto yang dianggap membela terdakwa kasus pelecehan dan kekerasan seksual SPI tersebut, dilontarkan oleh Arist Merdeka Sirait, Ketua Umum Komnas Perlindungan Anak (Komnas PA).

Tudingan miring itu terjadi, usai Kak Seto hadir dalam persidangan lanjutan terdakwa Julianto Eka Putra (JEP) di Pengadilan Negeri(PN) Malang, Senin (4/7/2022) lalu. Kehadiran Kak Seto pada persidangan tersebut, yakni sebagai ahli psikologi.

Akibat tudingan miring itu, Kak Seto sampai diteror terkait anggapan itu dan viral. Akun instagram Ketua Lembaga Perlindungan Anak Indonesia (LPAI) tersebut, diserbu para warganet (netizen) dan netizen meminta penjelasan Kak Seto terkait hal tersebut.

Kak Seto pun membantah tudingan miring yang dialamatkan terhadap dirinya selaku Ketua Umum LPAI. Klarifikasi itu disampaikan Kak Seto dalam keterangan resmi Lembaga Perlindungan Anak Indonesia (LPAI) yang diterima teraslampung.com, Sabtu (9/7/2022).

Selain itu, Kak Seto menyampaikan klarifikasi atas tudingan miring tersebut melalui zoom meeting LPAI bersama dengan LPAI berbagai daerah serta media pada Jumat malam (8/7/2022), serta unggahan di akun Youtube serta Instagram KakSetoSahabatAnak.

“Kami menegaskan, LPAI pusat dan seluruh jajarannya (LPAI) di daerah sama sekali tidak membela terdakwa pelaku kejahatan seksual terhadap anak. Bahkan kami mendesak, jika memang terbukti dipersidangan terdakwa melakukan kejahatan seksual sebagaimana dilaporkan korban, maka berikan hukuman seberat-beratnya dan tentu saja berharap pengadilan berjalan murni tanpa unsur rekayasa,”tegas Kak Seto dalam keterangan tertulisnya.

Pemerhati sekaligus tokoh perlindungan anak ini menegaskan, kehadirannya di persidangan kasus sekolah SPI pada Senin  (4/7/2022) lalu, yakni murni sebagai profesional dan juga sebagai ahli. Bukan sebagai saksi bagi pihak manapun dan bukan juga sebagai saksi ahli.

“Ahli sama sekali tidak ada kepentingan untuk meringankan atau pun memberatkan siapa pun. Jadi, ahli berpikir dan bekerja menjawab pertanyaan, semata-mata berpatokan pada nalar keilmuan,”ungkapnya.

Karena dirinya belatar belakang sebagai akademisi psikologi sekaligus pegiat perlindungan anak, lanjut Kak Seto, maka keterangan yang disampaikannya pada persidangan kasus sekolah SPI dengan terdakwa JEP tersebut, seluruhnya berangkat dari referensi ilmiah psikologi dan referensi ilimiah perlindungan anak.

“Kami (LPAI) juga menyampaikan, bahwa proses-proses upaya menjaga hak anak dan melakukan upaya perlindungan anak harus dilakukan dengan bijak, bekerjasama dengan baik dan tanpa tendensi negatif. Terpenting dan utama adalah, dengan tidak melakukan kembali pelangaran terhadap hak anak,”kata pria kelahiran Solo ini.

Dikatakannya, sudah puluhan tahun dirinya tetap konsisten mendorong pihak-pihak yang melangar hak-hak anak agar dihukum seberat-beratnya. Ia merasa heran, kehadirannya dalam sidang kasus sekolah SPI itu disebut sebagai pembelaan terhadap terdakwa JEP. Terlebih lagi, dirinya sampai diteror terkait anggapan itu.

“Itu menggelikan sekali, sama sekali tidak benar kalau saya membela pelaku. Justru dalam kesempatan sidang itu, saya mendesak hakim agar menjatuhkan hukuman bagi pelaku jika memang terbukti bersalah ada pelanggaran hak anak termasuk kejahatan seksual terhadap anak mohon dihukum seberat-beratnya,”ungkapnya.

Diketahui, proses demo yang dilakukan baik di sekitar PN Malang dan juga di sekolah SPI sangat mengganggu konsentrasi dan kondusifitas proses belajar mengajar disana. Hal ini tentu saja, juga diduga melanggar hak anak dalam mendapatkan pendidikan.

“Kehadiran saya di pengadilan itu juga, untuk membela ratusan anak-anak marjinal dan dhuafa yang menjadi murid di sekolah SPI yang meminta bantuan kami (LPAI) agar sekolahnya tidak ditutup. Dengan demikian, anak-anak dapat terus belajar dengan gembira,”ujarnya.

Kak Seto juga menjelaskan, organisasi Lembaga Perlindungan Anak Indonesia (LPAI) ini adalah organisasi pegiat perlindungan anak dimana kelembagaannya disahkan dengan Surat Keputusan Menteri Hukum dan HAM (Menkum-HAM) RI serta kepengurusannya diresmikan dengan Surat Keputusan Menteri Sosial (Mensos) RI.

“LPAI sebagai lembaga independen yang aktif menjalankan kegiatan pemenuhan hak dan kepentingan terbaik untuk anak sejak tahun 1997. Organisasi LPAI ini juga, memiliki kantor dan atau perwakilan di daerah yang tersebar di Provinsi dan Kabupaten/Kota se-Indonesia,”jelasnya.

“Kami ucapkan terima kasih atas segala perhatian, dukungan, koreksi dan kepedulian sahabat semua terhadap kasus SPI ini. Tetap bijak dan sehat dalam misi membela hak anak serta dalam melakukan upaya-upaya perlindungan terhadap anak. Mari sahabat-sahabat anak di seluruh pelosok tanah air, kita pantau terus perkembangan kasus ini,”pungkasnya.

Sementara Wakil Ketua Umum LPAI, Syamsul Ridwan juga menegaskan, kehadiran ketua Umum LPAI, Seto Mulyadi atau Kak Seto di Pengadilan Negeri (PN) Kota Malang, pada Senin (4/7/2022) lalu bukan untuk membela terdakwa JEP, pelaku pelecehan dan kekerasan seksual terhadap anak tersebut.

“Saya kenal betul beliau (Kak Seto) ini sejak tahun 1999, dan lebih dari 10 tahun tidak pernah melihat track record Kak Seto melakukan pembelaan terhadap pelaku yang disebut predator anak itu. Kami berharap, media bisa memberi keberimbangan pemberitaan terkait tudingan miring terhadap Ketua Umum LPAI tersebut,”tegasnya dan hal itu juga dikatakan oleh Sekretaris Umum LPAI, Titik Suhariyati.

Diketahui, kasus dugaan pelecehan dan kekerasan seksual terhadap anak diduga dilakukan pelaku Julianto Eka Putra (JEP) selaku pendiri SMA Selamat Pagi Indonesia (SPI) Kota Batu, Malang ini mencuat pada Mei 2021 silam setelah dilaporkan oleh Komnas HAM.

Laporan tersebut, makin gencar setelah sejumlah mantan siswa disekolah SMA SPI mengaku turut menjadi korban dari sosok terduga JEP yang sempat menerima anugerah Kick Andy tersebut.

Tidak hanya itu saja, kasus ini kembali mencuat setelah Deddy Corbuzier mendatangkan dua korban kekerasan seksual dalam podcastnya. Dalam tanyangan podcast itu, kedua korban buka suara dan terduga pelaku JEP masih bebas dan belum ditahan.

Selanjutnya dalam kasus ini, terduga pelaku JEP akhirnya menjalani persidangan di Pengadilan Negeri (PN) Malang dan didakwa melakukan kekerasan seksual kepada murid-murid yang bersekolah di sekolah SPI tersebut.