Zainal Asikin/teraslampung.com
BANDARLAMPUNG – Warga Jalan Cut Meutia No. 7, Telukbetung Utara, Bandarlampung bernama Timbul Budi Aritonang, mengeluhkan kinerja penyidik Polsekta Tanjungkarang Timur yang tidak serius menangani laporannya, terkait kasus dugaan malpraktek seorang dokter berinisial S di kantor luar Kapolda Lampung di Langan Saburai, Enggal, Kamis (28/4/2016).
Keluhan tersebut disampaikan langsung oleh Timbul di hadapan Wakapolda Lampung, Kombes Pol Bonifasius Tampoi dan Irwasda Polda Lampung, Kombes Pol Budi Susanto.
Timbul menceritakan, kasus dugaan malpraktek yang dilakukan oleh seorang dokter berinisial S, berawal saat anaknya yang masih berusia 29 hari yang saat itu mengalami sakit panas, lalu menjalani perawatan di Rumah Sakit Graha Husada pada Desember 2015 lalu.
Setelah dua hari dirawat, kata Timbul, lalu dirinya ingin membawa anaknya pulang dari Rumah Sakit Graha Husada. Karena ia merasa, bahwa anaknya sudah sembuh. Namun ketika ingin membawa anaknya pulang, dr S melarang dirinya.
“Saya sempat berdebat dengan dokter S saat mau membawa pulang anaknya, akhirnya saya tetap membawa pulang,”kata Timbul, Kamis (28/4/2016).
Dikatakannya, bahwa Dokter S telah memberikan obat batuk kepada anaknya. Setelah meminum obat yang diberikan itu, anaknya langsung mengalami sakit sesak nafas. Karena mengalami hal itu, lalu ia mencoba untuk berkonsultasi ke beberapa dokter salah satunya adalah dokter Robert.
SIMAK: Nilai Anak Buahnya Tidak Profesinal, Wakapolda Lampung Minta Maaf
“Dari konsultasi itu, dokter Robert menyatakan bahwa obat batuk yang diberikan oleh dokter S kepada anaknya, tidak boleh diberikan atau diminum untuk anak yang masih berusia 29 hari. Semestinya, obat batuk yang diberikan itu, hanya untuk anak yang usianya dua tahun ke atas,”ujarnya.
Atas kejadian tersebut dan hasil konsultasinya dengan dokter Robert, Timbul melaporkan kasus dugaan malpraktek yang diduga dilakukan dokter berinisial S ke Mapolsekta Tanjungkarang Timur, pada tanggal 13 Januari 2016 lalu.
Timbul mengutarakan, setelah dilaporkannya kasus tersebut ke polisi, ia baru dilakukan pemeriksaan oleh penyidik untuk berita acara pemeriksaan (BAP) pada tanggal 1 Maret 2016 lalu. Namun hal yang menurutnya adanya keanehan, penyidik Polsekta Tanjungkarang Timur menyuruh dirinya untuk menandatangani BAP-nya tertanggal 13 Januari 2016. Apalagi hasil dari perkembangan kasus itu, tidak ada kemajuannya.
“Saya tidak mau tandatangan, karena kasus itu tidak ditangani dengan serius. Saat saya tanya ke penyidik mengenai kasusnya, alasan penyidik selalu sibuk dan banyak urusan. Penyidik itu bilang, obat yang diberikan dokter tidak berbahaya. Inikan luar biasa, saya menduga ada kerjasama dengan
dokter,”terangnya.
Ditambahkannya, mereka lalu mengadakan sidang Dewan Kehormatan Dokter, tapi dalam sidang tersebut kenapa tidak menghadirkan dirinya. Sementara hasil pemeriksaan dari laboratorium Balai Pengobatan Obat dan Makanan (BPOM), kalau obat batuk yang sudah diberikan itu memang tidak direkomendasikan untuk anak yang umurnya masih dibawah dua tahun.
“Selain hasil dari BPOM, dari pihak perusahaan yang membuat obat juga menyatakan hal yang sama,”ungkapnya.
Setelah mendengar pelaporan Timbul tersebut, Wakapolda Lampung Kombes Pol Bonifasius Tampoy meminta penjelasan terkait kasus tersebut kepada Kasat Reskrim Polresta Bandarlampung.
Kompol Dery Agung Wijaya memberikan penjelasan, bahwa dalam kasus tersebut empat orang saksi sudah diperiksa. Polisi juga sudah melakukan gelar perkara.
“Namun, dari hasil gelar perkara, tidak ditemukan adanya bukti. Hasil dari BPOM sudah ada, memang obat itu tidak boleh diberikan untuk anak dibawah umur dua tahun. Tapi jika tetap diberikan, dokter itu punya pertimbangan sendiri. Jadi bukti dari BPOM masih sumir,”kata Dery.
Menurutnya, pihaknya akan melakukan penyelidikan kembali dan menggelarkan perkaranya.