Kampus  

Bedah Buku di Unila, Ini Teladan Panglima TNI Menurut Para Pembahas

Bagikan/Suka/Tweet:

TERASLAMPUNG.COM — Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Lampung menggelar  Seminar dan Bedah Buku Anak Sersan Jadi Panglima karya Eddy Suprapto di Gedung D 3.1 FISIP Unila, Jumat, 4 Mei 2018, pukul 14.00 – 17.00

Seminr untuk membedah buku biografi Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjdi yang dimoderatori Gita Paramitha Djausal itu menghadirkan pembahas Letkol Jajang Kurniawan (Kasrem 043 Garuda Hitam), Siti Noor Laila (Ketua DPW Seknas Jokowi Lampung), dan Gita Karisma (FISIP Unila).

Seminar dan Bedah Buku diikuti oleh lebih dari 200 perwakilan dari NGO, ormas,perwakilan organisasi intra kampus PTS di Bandarlampung, dan mahasiswa FISIP Universitas Lampung.

Menurut Gita Karisma, Hadi terbiasa menerapkan model komunikasi seimbang selama karirnya di TNI, yaitu model komunikasi antara mengayomi Bawahan serta menghormati dan menghargai atasan.

Eddy Suprapto, penulis buku "Anak Sersan Jadi Panglima" pada bedah buku di FISIP Unila, Jumat (4/5/2018).
Eddy Suprapto, penulis buku “Anak Sersan Jadi Panglima” pada bedah buku di FISIP Unila, Jumat (4/5/2018).

Hal ini ditunjukkan dengan menyapa, perhatian, dan memberi pengakuan atas kerja maupun kinerja dan terkadang  memberi hadiah pada bawahan. Hal itu sebenarnya mendekonstruksi roda organisasi militer yang sangat memperhatikan hierarki kepangkatan dan jabatan.

Sedangkan kepada atasan selalu memanggil dengan Bapak atau Oom dan selalu melaksanakan semua tugas dengan maksimal dan penuh tanggungjawab.

Selanjutnya, ketika menjadi KSAU tidak satu pun yang dia usik posisinya. Hadi tetap menghargai senioritas dan selalu mengajak mereka berkomunikasi agar bisa bersama-sama mencapai tujuan.

Penulis menyampaikan kekuatan Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto adalah kekuatan berkomunikasi yang dikembangkan dalam keluarga.

Ayah Hadi Tjahjanto, Bambang Sudarto (kini 82 tahun) dulu pernah bertugas sebagai prajurit TNI AU yang bertugas di divisi teknik Pangkalan Udara (Lanud) Abdulrachman Saleh.

Komunikasi dalam keluarga Bambang Sudarto dapat diibaratkan seperti peranan jantung dalam tubuh di mana jantung akan memompa darah ke seluruh tubuh. Ini yang dilakukan oleh Bambang Sudarto untuk kehidupan bagi seluruh anggota keluargamya,termasuk Hadi Tjahjanto

Komunikasi yang intensif dan melekat membuat tidak bisa diganti dengan media komunikasi lainnya, misal telepon atau gadget seperti yang dilakukan oleh keluarga-keluarga masa kini.

Komunikasi dalam keluarga yang diterapkan Pak Bambang akhirnya menjadi basis mengubah dan membentuk karakter seluruh anggota keluarganya, komunikatif, selalu peduli, rendah hati, empati, loyal, optimis, terbaku, selalu butuh prestasi, dan inovatif.

Terkait dengan komunikasi, Gita Karisma mengungkapkan bahwa Panglima TNI Marsekal pada saat menjadi Kepala Dinas Penerangan tidak memahami pekerjaan di Dinas Penerangan. Panglima belajar pada profesional yang lain, seperti Johan Budi sebagai Juru Bicara KPK yang cool sehingga tidak mudah dicecar dan Brigjen Boy Rafli Amar Juru Bicara Mabes Polri yang banyak membaca dan selalu menjawab pertanyaan dengan dimensi luas.

Pelajaran yang diperoleh Panglima TNI Hadi Tjahjdi adalah kunci sukses Juru Bicara adalah menyampaikan kebenaran, telling the truth. Di samping itu, Hadi melakukan perubahan besar dengan keterbukaan informasi dan mengijinkan wartawan menghubunginya via telepon 24 jam.

Lagi-lagi mengubah total citra pejabat penerangan TNI (terutama yang berpangkat Perwira Tinggi). Bukan hanya itu, Hadi juga menhidupkan kembali Twitter TNI @_TNIAU, dan juga membuka akun Facebook.

Namun sisi lain yang harus berani diubah dalam tubuh TNI, seperti yang disampaikan oleh SN Laila yakni TNI harus berani melakukan refleksi dan evaluasi bukan untuk menyalahkan tapi sebagai pembelajaran dan strategi baru untuk membangun suatu pertahanan negara yang lebih kompleks.

Beberapa operasi yang lalu diduga melanggar Hak Asasi Manusia. SN Laila yakin, Pak Hadi sebagai seorang TNI yang humanis sebaiknya tidak hanya dijadikan symbol saja tetapi digunakan sebagai kekuatan untuk mengubah sistem di tubuh TNI untuk membongkar kesan seakan-akan TNI jauh dari humanis.

Menurut SN Laila, buku Anak Sersan Jadi Panglima sangat inspiratif terutama bagi anak muda dan mahasiswa. Seringkali anak muda dan mahasiswa merasa terhambat berprestasi dikarenakan soal ekonomi, miskin. Dan selalu mereka menyampaikan bahwa saya orang yang tidak punya,saya tidak berani punya cita-cita.

Pak Hadi adalah teladan bagi anak muda dan mahasiswa. Pak Hadi sadar benar bahwa hidup tidak mudah, namun Pak Hadi tetap punya cita-cita menerbangkan pesawat. Seperti kata Ibunda Pak Hadi – Nur Saa’dah – yang selalu mengembuskan matra yang menjadi pegangan anak-anaknya.

Menurut Ibunda Panglima TNI Hadi Tjahjadi,segala kekurangan ekonomi merupakan ujian.

“Jika ingin sukses menjadi orang besar, harus lulus ujian, harus mampu menjalani hidup dalam kekurangan dengan tabah,” katanya.