Belajar Kampanye dari Presiden Termiskin di Dunia

Bagikan/Suka/Tweet:

Handrawan Nadesul*




Sikap perilaku
figur publik selalu disorot khalayak. Ada yang bersimpati karena terpuji, ada
pula yang dicela karena kurang tahu diri. Saya membaca Presiden Uruguay Jose Mujica dinobatkan dunia sebagai presiden
termiskin di dunia. Memiskinkan diri dengan menyumbangkan 90 persen
penghasilannya buat kegiatan charitis, selain memilih berpola hidup bersahaja.

Saya teringat PM Selandia Baru era 80-an juga menyeterika
baju sendiri, menyetir mobil ke kantor sendiri, tanpa protokoler baku. Empati
orang pasti tertuju ke sana, terlebih empati orang yang buat makan saja masih
susah.
Jadi, pencitraan itu saya kira bukan budaya kemas, memakai
anggaran puluhan milliar rupiah untuk jas, baju batik, pesawat udara, ongkos
turba, atau bikin tenda; melainkan bagaimana tampil bersahaja, berempati penuh
pada sebagian besar rakyat yang hidupnya masih susah karena di situlah sentuhan
citra yang mulia itu sejatinya. Blusukan tapi berbusana mewah, dan mimienya
tak menyatu dengan perasaan orang kecil, saya kira itu kepura-puraan. Kemasan
belaka.

Presiden Jose punya istana megah tapi memilih tinggal di
rumah pribadi di sebuah ladang, tanpa pengawal, kecuali anjing kesayangan,
mengendarai mobil VW kodok tahun 87 tanpa protokoler khusus seperti kebanyakan
pejabat kita dengan sikap privilege yang di hadapan rakyat kecil memunculkan
perasaan mentang-mentang. 

Pencitraan yang tidak bisa dibeli itu dalam kampanye nanti
ialah tampil tetap bersahaja dengan pikiran dan karya yang luar biasa bagi
rakyat semuanya.***

* Dokter dan penyair, tinggal di Jakarta