Zainal Asikin/teraslampung.com
BANDARLAMPUNG-Bendahara Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Kabupaten Mesuji, Suparman (33), tertunduk lesu saat menjalani persidagan di Pengadilan Tipikor Bandarlampung, Kamis (6/11). Dalam sidang tersebut, terdakwa dituntut Jaksa Penuntut Umum (JPU) selama empat tahun penjara.
Suparman dinyatakan bersalah melanggar Pasal 3 ayat (1) Jo pasal 18 UU No.31/1999 sebagaimana diubah dan ditambah dengan UU No.20/2001 tentang Pemberantasan Tindah Pidana Korupsi junto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP terkait kasus pencairan dana melebihi pagu anggaran sebanyak Rp 434 juta.
Selain itu, terdakwa juga dijatuhi denda sebesar Rp 50 juta subsider satu tahun penjara. Kemudian terdakwa dibebankan untuk membayar uang pengganti kerugian negara sebesar Rp 414 juta. Jika terdakwa tidak bisa membayar, harta bendanya akan disita dan dilelang.
“Tetapi jika tetap tidakk bisa menutupi maka akan diganti dengan kurungan penjara selama dua tahun penjara,” kata Jaksa I Kadek di hadapan majelis hakim yang diketuai Mulyanto, S.H.
Menurut jaksa, terdakwa sudah mengganti uang kerugian negara sebesar Rp 20 juta. Meski uang kerugian negara ini baru dibayar Rp 20 juta, Jaksa I Kadek menambahkan, ini menjadi pertimbangan yang meringankan tuntutan terhadap terdakwa.
“Terdakwa juga menyesali perbuatannya dan mengakui kesalahannya,” kata JPU saat membacakan tuntutan dalam sidang yang digelar di Pengadilan Tipikor, Tanjungkarang, Kamis (6/11).
Kadek mengungkapkan, tindak pidana ini berawal ketika kantor Satpol PP Mesuji memiliki anggaran sebesar Rp 5,4 miliar pada 2013 lalu. Anggaran ini lalu bertambah menjadi Rp 5,6 miliar sesuai dengan Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA). Terdakwa yang merupakan bendahara melakukan pencairan anggaran sebanyak 17 kali berturut-turut sejak Maret 2013 hingga Desember 2013 dengan total pencairan sebanyak Rp 5,3 miliar. Anggaran yang masih sisa sebesar Rp 219 juta,” kata Kadek.
Meski terdakwa mengetahui sisa anggaran hanya Rp 219 juta, tambahnya, ia malah membuat lagi tiga Surat Permintaan Pembayaran (SPP) yang melebihi pagu anggaran kantor Satpol PP Mesuji dengan total mencapai Rp 654 juta. Namun terdakwa hanya mengajukan dua SPP kepada saksi Sumaryo (Kuasa Pengguna Anggaran) yakni SPP nomor 900/0018/SPP-GU/IV.12/MSJ/2013 sebesar Rp 164 juta dan SPP nomor 900/0019/SPP-GU/IV.12/MSJ/2013 sebesar Rp 51 juta.
“Karena dana yang diajukan terdakwa berdasarkan SPP itu masih tersedia dalam pagu anggaran kantor, Sumaryo pun menandatanganinya,” urainya. Sedangkan, untuk satu SPP lainnya yakni SPP bernomor SPP nomor 900/0017/SPP- GU/IV.12/MSJ/2013 dengan nilai sebesar Rp 438 juta yang tidak diajukan, terdakwa memalsukan tanda tangan Sumaryo dengan dilengkapi dokumen.
“Yang diajukan sebesar Rp 215 juta. Sedangkan yang tidak diajukan dan dipalsukan Rp 434 juta. Sehingga total Rp 654 juta,” katanya.
Dana anggaran itu lalu cair pada 24 Desember 2013 sebesar Rp 654 juta yang langsung dicairkan oleh terdakwa dari rekening kantor Satpol PP Mesuji di Bank Lampung. Dana sebesar Rp 434 juta yang berasal dari pengajuan yang dipalsukan itu masuk kantong pribadi terdakwa dan digunakannya untuk kepentingan pribadi.
Perbuatan itu diketahui Kuasa Bendahara Umum Daerah (BUD) Hendra Cipta pada saat akan melakukan rekapitulasi realisasi penerbitan Surat Perintah Pencairan Dana (SP2D) kantor Satpol PP tahun anggaran 2013.
“Hendra secara lisan memperingatkan terdakwa untuk mengembalikan pencairan melebihi pagu anggaran Rp 434 juta itu ke Kas Daerah Mesuji. Tetapi oleh terdakwa peringatan itu tidak dihiraukan,” tutur Jaksa I Kadek.