Beredarnya Foto-Foto Palsu di Dunia Maya Perparah Penderitaan Minoritas Rohingya

Foto yang disebut merupakan bukti milisi Rohingya berlatih dengan senjata ternyata adalah foto relawan Bangladesh yang berjuang untuk kemerdekaan pada 1971. (sumber foto: BETTMANN/GETTY via BBC)
Bagikan/Suka/Tweet:

TERASLAMPUNG.COM — Penderitaan muslim Rohingnya kini diperparah dengan beredarnya foto-foto dan video palsu di dunia maya. Beberapa foto dan video yang menyesatkan itu beredar di dunia maya sejak beberapa hari terakhir.

BBC melaporkan, sebagian besar foto-foto itu sadis dan membuat marah, namun sebagian besarnya palsu. Salah satu yang memperkuat dugaan bahwa foto-foto yang beredar di dunia maya adalah palsu adalah sulitnya orang luar bisa masuk ke lokasi kejadian. Sementara itu, di sisi lain, sentimen agama menyebabkan kemarahan di mana-mana, termasuk di Indonesia.

Foto-foto palsu itu tidak hanya tentang orang-orang Rohingya yang menjadi korban kebiadaman militer dan poliisi Myanmar, tetapi juga tentang remaja Rohingya yang melakukan perlawanan (berperang) melawan tentara.

Foto palsu itu salah satunya terbongkar pada 29 Agustus 2017, yakni setelah Wakil Perdana Menteri Turki, Mehmet Simsek, mencuiit di Twitter sembari mengunggah empat foto yang diakuinya sebagai korbn kekerasan di Arkhine.

BACA: Soal Rohingya, Ini Alasan Kita Tidak Percaya kepada Aung San Suu Kyi

Dalam cuitannya Mehmet menuntut komunitas internasional untuk menghentikan genosida etnis Rohingya. Foto unggahan itu  dicuitkan ulang (retwitt) lebih dari 1.600 kali dan disukai oleh lebih dari 1.200 pembaca.

Namun, tidak lama kemudian Mehmet diktritik karena foto-foto yang diunggah diduga kuat adalah foto palsu alias bukan korban kekejaman di Myanmar. Mehmet pun akhirnya menghapus foto-foto tersebut.

Tidak hanya Wakil Perdana Menteri Turki yang gegabah mengunggah foto palsu. Mantan Menteri Komunikasi dan Informatika (Kominfo) Indonesia, Tifatul Sembiring, pun kurang cermat saat mengunggah foto kekejaman di Myanmar.

Tak pelak, Tifatul pun panen kritik. Banyak warganet menyayangkan tokoh sekelas Tifatul Sembiring yang mantan Menteri Kominfo tidak lakukan cek ulang sebelum mengunggah foto kasus Rohingya.

Terkait hal ini, pengamat media Agus Sudibyo mengatakan  di media sosial semua orang menjadi manusia rata-rata, manusia kebanyakan.

Menurut Agus, tidak peduli apa latar belakang pendidikan dan status sosialnya, banyak pengguna medsos cenderung bertindak sembrono, ingin menjadi yang paling cepat, yang paling heboh.

“Bahkan seorang mantan menteri pun, bisa dengan ceroboh menyebarkan foto yang ternyata hoax. Tidak peduli apakah intelektual, ulama, pemuka masyarakat, begitu berurusan dengan medsos, dengan mudahnya terpancing untuk berbicara sekenanya, semuanya sendiri, tanpa pikir panjang, seperti orang-orang kebanyakan,” katanya.

Menurut BBC, mereka yang bisa mencapai daerah tersebut juga masih kesulitan mengumpulkan informasi yang valid dan berimbang. Sebab, aparat keamanan Myanmar sangat ketat melakukan penjagaan.

PBB memperkirakan sekitar 40.000 warga Rohingya telah menyeberangi perbatasan menuju Bangladesh, dan mengisahkan soal kekerasan dan penyiksaan.