Berisik LGBT di Media Sosial

Bagikan/Suka/Tweet:

A.E. Priyono

Berisik betul ruang publik media sosial kita dengan pertengkaran soal orientasi seksual. Kali ini, konyolnya sudah mulai membentuk wacana peperangan ke wilayah politik dan ideologi seksual. Satu kubu digambarkan secara karikatural sebagai pembela ideologi heteroseksual poligami, kubu lain digambarkan secara satirikal sebagai pembela kebebasan-seks sesama jenis, LGBT.

Pada kenyataannya perdebatan begini sepenuhnya hanya merupakan involusi Freudian dalam putaran-pitam kebebasan liberal yang absurd. Seabsurd ideologi (palsu) kelas menengah yang memperdebatkannya dengan berbusa-busa. Kedua kubu sama-sama menyeret kita untuk melihat dunia sebagai arena perjuangan membela otonomi dan kebebasan individual demi mempertahankan selera seksual masing-masing. Sungguh banal, sungguh dangkal!

Ketika tidak ada titik-temu, pertengkaran itu akhirnya ditarik ke arena politik citizenship. Biarkan semua selera hedonisme-seksual berkembang di wilayah publik, dan negara harus melindungi hak dan privasi individual para promotor kedua ideologi seksual itu untuk saling mengkampanyekan selera masing-masing di segmen pasarnya sendiri-sendiri. Betul-betul bikin muntah!

Sampai di sini saya mendeteksi gelagat busuk agenda politisasi kewarganegaraan. Politisasi itu sedang diarahkan untuk menyusupkan waham (sekali lagi: waham!) libidinal dalam pembentukan kesadaran kewargaan publik. Waham ini jelas hanya akan mendisorientasi kesadaran-kewarganegaraan politik kita sekadar berbasis-gender, dan lebih buruk lagi sekadar berbasis selera-hedonistik-sekitar-selangkangan. Waham itu secara sistematis juga akan mendislokasi kesadaran politik bahwa kewarganegaraan kita sesungguhnya sudah lama berantakan karena diskriminasi berbasis-kelas.

Maka …. tai kebo apa lagi yang kalian sodorkan, wahai kaum liberal, dengan mengembangbiakkan wacana poligami vs. LGBT yang memuakkan itu?