Feaby Handana | Teraslampung.com
Selama empat hari terakhir, publik Lampung Utara terkuras konsentrasinya dengan perselisihan yang terjadi antara Ketua DPRD Lampung Utara, Romli dan Efriantoni. Perselisihan itu bermula dari dugaan pemukulan yang dilakukan oleh pemimpin tertinggi di lembaga legislatif Lampung Utara itu terhadap Efriantoni.
Insiden yang menimpa Efriantoni yang kebetulan berprofesi sebagai wartawan menarik simpati para koleganya. Tak hanya panen dukungan dari sesama rekan sejawatnya, Efriantoni juga menarik simpati warganet. Meski begitu, kalangan yang mendukung Romli pun tak kalah banyaknya.
Bagi rekan sejawat Efriantoni, insiden seperti itu tentu tidak dapat dibiarkan begitu saja. Pemikiran mereka jauh menerawang ke belakang. Ingatan mengenai insiden kekerasan yang pernah terjadi pada rekan – rekan mereka di masa – masa sebelumnya kembali memenuhi isi kepala mereka.
Di lain sisi, bagi pendukung Romli, tentu ada alasan yang mendasar di balik aksi tersebut. Alasan yang membuat emosi orang nomor satu di lembaga wakil rakyat itu menjadi tidak terbendung.
Untungnya, akar persoalan ini segera diketahui. Ternyata perselisihan antara keduanya disebabkan oleh persoalan pribadi. Sama sekali tidak ada sangkut pautnya dengan profesi mereka masing – masing. Dengan demikian, persoalan ini tidak dapat melebar ke mana – mana.
Syukurnya, baik Romli maupun Efriantoni berikut keluarga besarnya masing – masing akhirnya sepakat berdamai. Perselisihan itu sepakat untuk diakhiri dan akan menjadi bagian dari cerita hidup mereka. Laporan di kepolisian pun akan segera dicabut sebagai bukti dari keseriusan perdamaian tersebut.
Banyak hikmah yang dapat dipetik dari persoalan yang sempat menggegerkan Lampung Utara itu. Dari semua hikmah tersebut, bijaksana alam bersikap menjadi hikmah yang terbesar yang dapat diambil.
Kebijaksanaan dalam bersikap sangatlah perlu dilakukan dalam setiap aktivitas. Sikap yang baik itu tidak hanya dilakukan di dunia nyata melainkan juga harus diterapkan di dunia maya. Di era kemajuan teknologi saat ini, dunia maya bukanlah hal yang asing. Tua, muda, dan bahkan anak – anak kini akrab dengan perselancaran di jagat maya.
Salah satu yang paling sering digunakan oleh mereka ada media sosial. Selain menawarkan informasi yang diinginkan, media sosial juga dapat menjadi pilihan dalam menyalurkan informasi maupun pemikiran – pemikiran mereka.
Tentunya, informasi yang disampaikan haruslah dapat dipertanggungjawabkan atau teruji kebenarannya. Apalagi jika informasi itu menyangkut kebijakan pemerintah atau menyangkut pejabat.
Kehati-hatian dalam bersikap itu juga wajib dilakukan oleh para kuli tinta di dunia nyata, apalagi di dunia maya. Setiap informasi yang disampaikan oleh kuli tinta dapat diartikan sebagai cerminan sikapnya maupun perusahaan tempatnya bekerja. Salah sedikit saja, kesesatan informasi bagi yang mempercayainya akan terjadi.
Meski begitu, media sosial bukanlah pilihan bijaksana bagi para kuli tinta dalam menuangkan pemikirannya. Karya bikinannya di media sosial bukanlah sebuah produk jurnalistik. Solusi terbaiknya adalah dengan menuangkannya ke dalam produk jurnalistik. Produk jurnalistik yang dihasilkan wajib memedomani sebelas kode etik supaya tidak terjerat persoalan hukum.
Bijaksana dalam bersikap juga harus diperlihatkan oleh para pejabat. Tak boleh ada lagi pejabat yang ringan tangan dengan dalih apapun jua. Dengan demikian, tak akan ada lagi energi yang terbuang percuma hanya untuk memikirkan insiden yang selayaknya tidak boleh terjadi.