TERASLAMPUNG.COM — Rencana TNI Angkatan Udara untuk memiliki shelter pesawat tempur di Bandara Internasional Hang Nadim Batam seperti pepatah, masih jauh panggang dari api. Badan Pengusahaan (BP) Batam tidak memasukkanya dalam master plan jangka panjang dan memprioritaskan peruntukan lahan disana untuk bisnis maintenance repair and overhaul (MRO) industri pesawat.
Deputi IV Badan Pengusahaan (BP) Batam Bidang Pengusahaan Sarana Usaha Syahril Japarin, beberapa waktu lalu mengatakan, hingga kini rencana pembangunan shelter pesawat tempur di areal Bandara Hang Nadim oleh TNI AU tidak lagi diketahui oleh pihaknya.
“Saya belum dapat update terbaru mengenai rencana tersebut. Belum kami ketahui. Karena belum jelas juga,” kata Syahril, dilansir Terasbatam.id, jaringan Teraslampung.com di Batam, Senin, 6 September 2021,
Syahril mengatakan, rencana pembangunan shelter pesawat tempur di Hang Nadim belum final sehingga rencana atau slot untuk shelter pesawat tempur tersebut tidak masuk dalam rencana jangka panjang pengembangan Bandara Hang Nadim kedepannya.
“Itu belum final, sehingga belum kami masukkan dalam pengembangan bandara Hang Nadim tersebut,” kata Syahril, mantan Direktur Utama PT Pelni.
Syahril mengatakan, pada 7 April lalu BP Batam telah memutuskan Konsorsium yang terdiri dari Incheon International Airport Corporation (IIAC), dan PT Wijaya Karya (Persero) Tbk., (Konsorsium AP1-IIAC-WIKA), untuk membangun Bandara Internasional Hang Nadim dengan total investasi mencapai Rp 6,8 triliyun dengan masa konsesi 25 tahun.
“dalam pengembangan tersebut tidak masuk rencana shelter pesawat jet tempur itu,” kata Syahril.
Selain bakal berubah jadi bandara modern, sejumlah industry MRO di sekitar Bandara Hang Nadim juga telah beroperasi, seperti Batam Aero Teknik (BAT) perusahaan MRO milik Lion Air dan yang tengah tahap pembangunan milik Garuda Indonesia.
Industri MRO di sekitar areal bandara menempati lahan yang cukup luas sesuai dengan kebutuhan sebagai lokasi perbaikan pesawat terbang. Lahan di sekitar Bandara diprioritaskan untuk industry pendukung dirgantara.
Sementara Itu Direktur Badan Usaha Bandara Udara (BUBU) dan Teknologi Informasi Bandara Hang Nadim Amran mengatakan, status sebagai alternate airport Bandara Hang Nadim tidak akan berpengaruh pada berdirinya shelter pesawat tempur disana.
“status alternate airport lebih pada pertimbangan teknis semata, seperti landasan pacu dan system lainnya, Bandara Hang Nadim dari sisi teknis sangat layak untuk didarati oleh seluruh jenis dan tipe pesawat, karena landasan pacu kita terpanjang di Indonesia,” kata Amran.
Sebelumnya pada 25 September 2018 TNI Angkatan Udara dan Badan Pengusahaan Batam telah sepakat secara teknis untuk membangun “pangkalan kecil” pesawat tempur di Bandara Internasional Hang Nadim, Batam, Kepulauan Riau.
TNI AU akan diberikan shelter khusus, apron dan pusat kendali di Bandara Hang Nadim untuk menempatkan 50-60 personelnya dengan 4 pesawat tempur disana.
Kesepatakan tersebut terjadi atas pertemuan antara Kepala Staf Angkatan Udara (KSAU) Marsekal TNI Yuyu Sutisna dengan Kepala BP Batam Lukita Dinarsyah Tuwo, di Presentation Room Gedung BP Batam ketika itu.
Namun kini baik Kepala BP Batam Lukita Dinarsyah Tuwo sudah digantikan oleh Muhammad Rudi dan Kepala Staf Angkatan Udara (KSAU) telah berpindah tongkat komando ke Marsekal TNI Fadjar Prasetyo.
TNI AU beralasan penempatan pesawat tempur di Batam “dengan alasan untuk memajukan kawasan ekonomi geostrategic dan geopolitik dengan perkembangan yang ada maka TNI AU merasa perlu menempatkan pesawat di Batam sebagai efek tangkal. TNI AU tidak akan menempatkan sebuah skuadron yang permanen tetapi sifatnya temporary di Hang Nadim.
TNI AU secara resmi memiliki Pangkalan Angkatan Udara (Lanud) Hang Nadim pada 4 Juli 2019. Pangkalan seluas 8 hektare itu akan dijadikan pangkalan tolak bantu bagi pesawat-pesawat tempur dan militer milik TNI Angkatan Udara yang melakukan operasi di wilayah perbatasan. Lanud Hang Nadim ini memiliki jarak sekitar 6,5 kilometer dari Bandara Internasional Hang Nadim Batam, dengan waktu tempuh 10-15 menit perjalanan.