Bunga Papan

Bagikan/Suka/Tweet:

Oleh: Sudjarwo
Pemerhati Masalah Sosial dan Pendidikan

Minggu lalu saya mendapat tugas dari keluarga besar untuk mewakili keluarga memberikan sambutan Ngantar mantu dari seorang kemenakan. Seminggu sebelumnya acara pernikahan baru saja dilaksanakan. Lokasi jarak cukup jauh untuk usia yang tidak muda lagi, yaitu sekitar seratus empat puluh kilometer dari ibu kota provinsi. Saat mencapai lokasi penulis sangat dikejutkan dengan panjangnya bunga papan berderet di tepi Jalan Trans Sumatera; jika dibaca semua esensi ucapan sama, hanya berbeda pengirimnya. Sebelum kita bicara lebih jauh tentang bunga papan, ada baiknya kita menyimak sejarahnya terlebih dahulu.

Karangan bunga papan terutama di Indonesia kini tidak sedikit peranannya dalam masyarakat. Dari masyarakat biasa, kalangan pebisnis, instansi kecil sampai instansi yang besar; tidak sedikit menggunakan karangan bunga itu guna sekadar mengindikasikan sebuah apresiasi atau kepedulian yang ingin diperlihatkan kepada kerabat atau teman bisnis. Nah, dari urusan tersebutlah asal karangan bunga papan dipakai sebagai perkataan selamat. Bisa juga sebagai ucapan  selamat di hari pernikahan atau selamat atas sebuah keberhasilan seseorang atau suatu instansi, bisa juga selamat atas dibukanya kegiatan bisnis.

Dari sejarahnya, susunan bunga di zaman Yunani kuno sekitar tahun 600-146 SM, tidak sedikit rangkaian bunga berbentuk lingkaran dan kalung yang ditaruh di pundak semua pahlawan, patung dewa dan dewi, makhluk hidup, ataupun dipakai sebagai penghormatan terakhir untuk orang yang telah meninggal. Lalu di Eropa pada abad ke-13, susunan bunga mulai sedikit dikenal. Bunga, daun, dan buah yang dirangkai dan dipakai untuk menghias gereja katedral. Bahkan pada abad ke-14 dan 15 tidak sedikit lukisan, manuskrip, dan pita yang dihiasi vas bunga tinggi berisikan setangkai bunga yang indah.

Dan pada mula masa Renaisance yakni pada tahun 1400-1600an, barulah seluruh seni menyusun bunga berkembang pesat tidak terkecuali bunga papan. Sementara budaya ini masuk ke Indonesia dibawa oleh Belanda pada masa lalu, kemudian meredup seiring dengan berakhirnya pengaruh Belanda di Indonesia. Hidup dan berkembang kembali pada tahun 1970-an menjadi industry rumahan, dan sekarang menjadi industri menengah yang menjanjikan. Di setiap kota di Indonesia usaha Bunga Papan ini secara perlahan tapi pasti, berkembang seiring kebutuhan.

Menariknya, sekarang bunga papan ini bisa kita pesan lewat media sosial, cukup dengan mengiirimkan alamat, apa kata ucapannya, dari siapa. Tentu berikut berapa. Konyolnya di sini “dari siapa” menjadi sesuatu yang terkadang menjadi lucu. Sebab,  inisiatif pengirimnya mengatasnamakan dari pengirim pejabat tinggi, atau siapapun, bisa terjadi; sementara pejabat yang “dipinjam” namanya tadi tidak mengetahui jika namanya dipakai untuk bunga papan. Kondisi ini biasanya dilakukan oleh team sukses untuk mencari muka ke pejabat, dan sekaligus membangun image bahwa dirinya dekat dengan sang pejabat.

Hal yang lebih menggelikan lagi adalah pemilik hajat memesan ucapan untuk dirinya sendiri, tetapi nama ucapan yang ada berasal dari pihak lain. pihak lain di sini bisa pejabat, keluarga terhormat, atau perusahaan. Untuk pemilik usaha bunga papan semua itu tidak peduli, yang penting bagi mereka ada order dan ada uang masuk. Adapun kelakuan nyleneh tadi bukan urusannya.

Asas manfaat dari bunga papan ini yang semula mewakili kehadirin diri pengirim untuk suatu penghormatan; tidak jarang dalam perjalanannya berubah arah menjadi media “unjuk diri” sebagai lambang status sosial dari yang punya hajat; makin tinggi jabatan yang terpampang dalam bunga papan, makin tinggi pula status sosial si penerimanya.

Hukum sosial ini tampaknya sudah melanda hampir pada semua komponen masyarakat. Namun, ada pejabat yang cerdas, justru media bunga papan digunakan utuk mewakili rasa simpati dengan bungkus “kampanye” diri, sehingga kehadiran bunga papan sekaligus mempaterikan sang pejabat pada ingatan kolektif warga yang membaca dan atau menerimanya.

Jika kita berpikir “Sayang uangnya gunakan untuk meyumbang bagi yang memerlukan,  hukum itu tidak berlaku di sini. Sebab, status sosial dan apapun namanya tidak dapat dikalahkan oleh perhitungan penghematan dalam konsep harga diri yang bersifat unlimited. Tinggal sekarang bagaimana kita memosisikan bunga papan yang netral itu, apakah akan kita gunakan untuk menyampaikan rasa suka cita atau duka cita. Karena ada pengalaman menarik: bunga papan ucapan selamat sudah dipasang mengitari semua gedung bahkan area, dua belas jam sebelum acara, yang diberi ucapan selamat tertangkap lembaga anti rasuah. Dalam tempo sangat singkat tebaran bunga papan menghilang tanpa bekas, yang tertinggal keterpelongoan. Kuasa Tuhan akan Ciptaan-Nya apa pun yang dikehendaki tak satupun bisa menghalangi.

Selamat ngopi pagi.