Cara Tuhan Menegur Umat-Nya

Guru Besar FKIP Unila, Prof. Dr. Sudjarwo
Bagikan/Suka/Tweet:

Oleh: Sudjarwo
Guru Besar Ilmu Ilmu Sosial di FKIP Unila

Pada nukilan kitab suci agama Samawi kita dapat membaca bagaimana Tuhan menegur umat-Nya dengan sejumlah peristiwa. Salah satu di antaranya kehancuran Kota Pompeii disebabkan oleh letusan Gunung Vesuvius. Gunung Vesuvius adalah simbol Italia terutama bagi Kota Naples . Gunung yang membisu selama dua ribu tahun terakhir, tiba-tiba meletus. Luruhan abu dan debu Vesuvius bahkan mampu mengubur Kota Pompeii selama ribuan tahun

Vesuvius yang dinamakan “Gunung Peringatan”. Bukannya tanpa sebab jika gunung ini dinamakan demikian. Bencana yang menimpa Sodom dan Gomora memiliki sangat banyak kemiripan dengan bencana yang menghancurkan Pompeii. Di sebelah kanan Vesuvius terletak kota Naples dan di sebelah kirinya terletak Pompeii.

Apakaah teguran itu hanya menimpa umat ? Ternyata nabi sebagai utusan Tuhanpun tidak luput dari teguran itu. Nabi Musa pernah ditegur Tuhan saat merasa ia manusia terpandai di dunia ini. Teguran yang membuat Nabi Musa harus belajar kepada Nabi Khidir. Bahkan Nabi Musa menurut catatan adalah nabi yang banyak mendapat teguran, salah satu di antaranya adalah saat beliau sakit gigi dan mengadu kepada Tuhan. Tuhan memberikan obat dengan menunjuk satu daun tumbuhan, dan seketika sakit Nabi Musa sembuh setelah mengunyah daun itu. Suatu saat sakit giginya kambuh, dan beliau memakan daun tadi. Bukan sembuh yang didapat tetapi tambah parah. Saat beliau mengaadu pada Tuhan, ternyata itu adalah teguran untuknya karena lebih mempercayai daun tumbuhan dari Tuhannya. Sementara tumbuhan itu hanya sebagian kecil dari ciptaan-Nya.

Nabi Nuh ditegur Tuhan saat mencoba menyelamatkan putranya yang menyekutukan Tuhan. Nabi Yunus ditegur dengan ditelan oleh ikan besar. Nabi Ibrahim ditegur Tuhan ketika menolak melayani tamu hanya karena si tamu adalah seorang Majusi. Teguran yang sama juga pernah terjadi kepada Nabi Muhammad. Teguran yang sampai membuat Nabi merasakan sakit luar biasa seakan terkena pukulan keras. Dan asal teguran dari Tuhan itu adalah kisah seorang buta, sahabat Nabi, yang yang memiliki suara indah penyeru asma Allah. (Baca selengkapnya di artikel “Ketika Nabi Muhammad Ditegur Tuhan”,  https://tirto.id/cpGL).

Sebagai umat beragama dan berketuhanan tentunya ada kuwajiban pada diri manusia untuk melakukan introspeksi diri akan perjalanan hidup keagamaannya. Dalam menelisik itu tentu saja kita akan berjumpa dengan saat mana kita senang, saat mana kita susah, dan saat lain yang membuat kita merasa sangat bahagia, atau sebaliknya merasa begitu sedihnya dalam menjalani hidup. Ternyata diselah selah itu ada teguran dari Tuhan yang tidak kita pahami, bahkan teguran itu memperingatkan kita yang tidak sadar telah melakukan kesyirikan atau dosa lain yang membuat kita tersesat.

Ternyata teguran itu diperlukan oleh umat manusia, karena contoh yang diberikan kepada manusia melalui Rasul-Nya; sudah dilakukan Tuhan untuk umatnya. Menjadi persoalan apakah umatnya ini mau dan mampu menerima teguran. Karena kebanyakan manusia adalah mau memberikan teguran, tetapi tidak mampu menerima teguran.

Banyak mahasiswa tidak selesai bukan karena tidak pandai; akan tetapi banyak yang tidak mampu menerima teguran dosen. Sehingga apa yang diperbuat diyakini kebenarannya. Begitu ditegur akan kesalahannya; justru berbalik yang menegur yang tidak mengerti; atau bisa juga menyalahkan yang menegur dengan berbagai alasan, dari yang rasional sampai yang tidak rasional. Begitu menjadi pemimpin, banyak diantara mereka tidak bisa menerima teguran dari atasannya, teman sekolega, bahkan oleh keluarga intinya sendiri sekalipun.

Menerima teguran ternyata memerlukan latihan tersendiri; sehingga sikap mau berterima dan legowo merupakan respons yang dewasa serta benar, walaupun ini mudah mengucapkannya dan memerlukan kebesaran jiwa yang tidak mudah untuk melakukannya.

Proses pendidikan baik informal, formal maupun nonformal seyogyanya mampu memberikan suri tauladan tentang teguran dan memberikan contoh bagaimana cara menegur yang baik. Jika sedari balita kita biasa menerima koreksi berupa teguran; maka insyaallah manakala dewasa jika mendapatkan teguran bukan memaknainya sebagai ketidaksukaan, apalagi berbalik mendendam. Karena proses peneguran itu sudah dicontohkan langsung oleh Sang Pemilik Hidup ini kepada umat-Nya yang diunggulkan di dunia sampai akherat kelak.

Anggaplah teguran sebagai koreksi terhadap suatu kegagalan dalam perjalanan hidup, dan manakala ada peneguran berarti masih ada kasih sayang dan cinta di sana. Kata orang bijak mengatakan; Bila kegagalan itu diibaratkan hujan, dan keberhasilan itu diibaratkan matahari, maka perlu keduanya untuk melihat pelangi.

Teguran adalah salah satu bentuk dari penanda bahwa tidak ada kesempurnaan di dunia ini; dan itu juga bentuk perbaikan agar kita kembali ke jalan yang benar. Berbahagialah mereka yang mampu memaknai teguran sebagaimana adanya, dan mampu melakukan perbaikan diri untuk mencapai insan kamil yang hakiki; walau itu bukan di sini karena nanti akan kita nikmati.

Berbahagialah mereka yang ada pada posisi ditegur, karena selalu berproses menuju kebaikan. Berbahagia juga mereka yang ada pada posisi menegur, karena limpahan kasih sayang dari Tuhanlah menggerakkan diri untuk menjadi penegur. Semoga kita menjadi hamba yang pandai bersyukur.***