Catatan Akhir Tahun 2016 AJI: Dalam Tekanan Rezim, Kekerasan terhadap Jurnalis Meningkat

Ketua AJI Indonesia, Suwarjono (kiri) dan Sekjen AJI, Arfi Bambani (Foto: suara.com)
Bagikan/Suka/Tweet:

Dewan Pers sangat sadar, saat ini masih banyak perusahaan pers yang belum mampu memenuhi kesejahteraan karyawan-karyawannya (termasuk jurnalis). Bahkan, yang memprihatinkan adalah ada perusahaan-perusahaan pers yang mentarget wartawan-wartawannya untuk ikut mencari iklan. Batas antara peran sebagai jurnalis dengan pekerjaan account executive (AE) akhirnya tidak jelas, kartu identitasnya wartawan tapi kok ikut mencari iklan?

AJI mendorong keras agar aspek kesejahteraan jurnalis masuk dalam program verifikasi Dewan Pers di perusahaan-perusahaan pers seluruh Indonesia. Proses verifikasi memang sudah berjalan di beberapa perusahaan pers besar. Namun, penyempurnaan verifikasi semestinya masih tetap bisa dilakukan. Tanpa adanya perhatian terhadap persoalan kesejahteraan jurnalis, maka harapan bersama untuk mewujudkan media yang profesional akan sia-sia. Bagaimana kita bisa profesional selama perut masih kosong?

Dalam berbagai kesempatan AJI menyerukan agar Kementerian Ketenagakerjaan dan Transmigrasi serta dinas ketenagakerjaan di seluruh Indonesia agar memperkuat pengawasan pelaksanaan ketentuan pengupahan khususnya di perusahaan media. Pemerintah harus menindak perusahaan-perusahaan media yang hingga kini belum memenuhi ketentuan pengupahan yang berlaku. Di akhir 2016 ini, pemerintah mengumumkan kenaikan upah minimum regional di seluruh Indonesia 8,25 persen.

AJI berharap agar menjadi momentum kenaikan upah ini diikuti oleh perbaikan kesejahteraan pekerja termasuk para jurnalis di perusahaan media. Selain digaji rendah, banyak jurnalis juga dituntut bekerja melebihi hak upah yang mereka terima. Sebagian besar kontributor dan koresponden di Indonesia digaji berdasarkan jumlah berita yang tayang atau terbit.

Mereka dituntut keras untuk loyal dengan perusahaan, tidak boleh kerja rangkap di media lain tapi gajinya hanya berdasarkan jumlah berita yang naik. Hasil survei AJI memperlihatkan komposisi honor kontributor yang disurvei bertingkat mulai Rp 10 ribu per berita hingga di atas 500 ribu rupiah per berita dengan rincian 42% mendapat honor Rp 10.000 – Rp 100.000, sebanyak 22% mendapat honor Rp 100.000- Rp200.000, sebanyak 25 persen mendapat honor per berita sebesar Rp200.000 – Rp300.000, sebanyak 8 persen mendapat honor per berita Rp300.000 – Rp500.000 dan ada 3 persen yang mendapat honor Rp500.000 per berita.