Cegah Korupsi, KPK Koordinasi dengan Pemkab Lamsel

Bagikan/Suka/Tweet:

Zainal Asikin | Teraslampung.com

LAMPUNG SELATAN–Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan rapat monitoring dan evaluasi (monev) kemajuan program pencegahan korupsi terintegrasi bersama Pemerintah Kabupaten Lampung Selatan melalui telekonferensi, Kamis (16/7/2020).

Hadir dalam acara itu antara lain Inspektur Kabupaten Lampung Selatan Joko Sapta Prihandaya, Staf ahli, Asisten bidang, Kepala badan, Kepala bidang, kepala dinas di lingkungan Pemkab Lampung Selatan dan sekretaris DPRD Kabupetan Lampung Selatan.

“Kami berharap, upaya-upaya yang dilakukan dalam kaitan pencegahan korupsi maksimal. Semua sesuai ketentuan yang berlaku, E-planning dan e-budgeting digunakan sebaik-baiknya. Tutup celah permintaan perubahan dari pihak yang tidak bertanggung jawab,”kata Kepala Satuan Tugas (Satgas) Koordinasi Pencegahan Wilayah IV KPK, Nana Mulyana dalam keterangan rilisnya yang diterima teraslampung.com, Kamis (16/7/2020) sore.

Nana Mulyana mengatakan, hasil capaian Monitoring Center for Prevention (MCP) pada tahun lalu, sudah cukup baik yaitu sekita 82 persen. KPK pun berharap, untuk tahun ini supaya tidak menurun.

“Bila melihat hasil review saat ini nilai keseluruhan baru mencapai 26,8 persen, dan ada indikator yang bahkan belum terisi sama sekali. Maka ini perlu menjadi perhatian pemda Lampung Selatan,”ujarnya.

Capaian untuk indikator perencanaan dan penganggaran tahun ini, kata Nana, relatif baik karena sudah menggunakan aplikasi dan nilai SAKIP sudah B. Namun terkait PBJ, masih banyak yang perlu ditingkatkan lagi.

“Walaupun sudah ada Peraturan Kepala Daerah yang memuat kode etik dan sanksi, namun belum terdapat review perencanaan dan review HPS 10 proyek strategis, serta belum menyebutkan rencana audit IT,”ungkapnya.

Selain itu, sambung Nana, KPK juga mengingatkan indikator Aparat Pengawasan Intern Pemerintah baru diisi 1 sub-indikator yang menunjukkan kecilnya proporsi anggaran hanya sekitar 0,1 persen. Sementara menurut Permendagri dengan APBD Rp1,98 Triliiun, semestinya 0,75 persen.

Catatan KPK lainnya, terkait pendapatan asli daerah Lampung Selatan yang masih di bawah target. Per Juni 2020 baru tercapai 21 persen. Sementara, terkait piutang pajak, per 30 April sebesar Rp 67,1 miliar dengan nilai piutang terbesar atas PBB-P2 yakni sebesar Rp 56,1 Miliar.

Demikian juga dengan piutang pajak parkir bandara sebesar Rp2,6 Miliar, KPK juga menyoroti lambatnya proses penagihan piutang. Sudah lima kali Pemda bersurat resmi, namun sampai saat ini belum ada pembayaran dari pihak manajemen parkir bandara.

“Sedangkan terkait aset, KPK menilai anggaran sertifikasi pemkab Lampung Selatan untuk tahun 2020 ini senilai Rp 157 juta, masih tergolong kecil mengingat masih terdapat 528 bidang lagi yang belum bersertifikat,”terangnya.

Kepala bidang Aset Daerah, Suryono menyampaikan bahwa saat ini sudah ada Perda dan Perbup terkait pengelolaan barang milik daerah. Sejak awal tahun hingga bulan Juli 2020 ini, telah terbit sertifikat untuk 94 bidang dengan nilai sebesar Rp5 miliar.

Sementara Kepala dinas (Kadis) Penanaman Modal dan Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu Martoni Sani menyampaikan, sesuai arahan Presiden, bahwa Kabupaten Lampung Selatan telah memperbaiki layout ruangan dan tidak lagi berbentuk loket, melainkan sudah terbuka seperti layaknya di bank.

“Website kami juga sudah lebih lengkap dari sebelumnya. Perhitungan IMB sudah otomatis, lalu pembayaran sudah online. Kendalanya saat ini, karena semua serba elektronik digital maka kami perlu meningkatkan kemampuan SDM,” kata Martoni.

Menutup monev progress pencegahan korupsi terintegrasi tersebut, KPK meminta Pemda segera berkoordinasi dengan Kejaksaan Negeri (Kejari) untuk proses penagihan yang masih terkendala karena hal tersebut sudah menjadi temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).

Selain itu juga, KPK meminta kepada Inspektorat untuk mengawal pengaduan distribusi bansos yang masuk melalui aplikasi Jaga.id. Saat ini telah ada 10 pengaduan yang sudah ditindaklanjuti inspektorat, diantaranya terkait bansos yang tidak diterima secara utuh oleh warga.