Cerita dari Belanda: Sepeda, Mobil, dan Tempat Parkir

Bagikan/Suka/Tweet:

TERASLAMPUNG.COM – Kalau di Indonesia–khusus Lampung–mahasiswa ke kampus (mesti) naik sepeda motor atau mobil (pribadi/angkot/damri), di Belanda naik sepeda atau berjalan kaki. Makanya, tak  jarang sebuah kampus di Lampung dan di beberapa kota di Indonesia mirip show room sepeda motor atau showroom mobil.

Pemandangan seperti itu tidak akan ditemui di Negeri Belanda. Sebab, di Negeri Kincir Angin itu para mahasisa lebih suka naik biasa. Bersepeda menjadi gaya hidup sehari-hari.Karena itu, jangan heran di kampus, stasiun, ataupun tempat umum di Belanda, sepeda yang diparkir bukan ratusan.

Dengan banyaknya warga menjadi sepeda moda angkutan–dengan model dan nilai harga–kerap terjadi pencurian sepeda. Itu sebabnya, sepeda di Belanda menggunakan rantai besar supaya tak dicuri. Kadang, roda dikuci, batang sepeda dirantai di tiang atau pohon.

Sementara sepeda motor sangat minim, tapi mobil pribadi lumayan banyak. Kendaraan roda empat ada yang mengunakan listrik. Bentuknya kecil. Begitu pula.jenis kendaraan bermesin–motor–memakai listrik.

Warga yang memiliki mobil biarpun diparkir di depan rumah “wajib” membayar retribusi parkir. Tak ada juru parkir yang akan menjaga mobil dari ancaman penjahat. Tetapi mesin parkir tahu kalau pemilik mobil telat/nunggak bayar pajak parkir.

Meski tak ada pengawas, pengendara mobil di sini amat bertanggungjawab: tetap memasukkan koin dan mencatat plat mobilnya.

Isbedy Stiawan ZS/Netherland