Citra dan Fakta Korupsi: Saya Masih Ingat!

Ilustrasi (dok KPK)
Bagikan/Suka/Tweet:

Tomi Lebang

MASIH INGAT AKIL MOCHTAR? Karirnya mentereng di semua ladang kehidupan. Di politik ia lama menjadi anggota DPR, di dunia akademik ia bergelar doktor, dalam karir ia menggapai puncak sebagai Ketua Mahkamah Konstitusi. Ia pernah mengarang dua buku bertemakan korupsi. Judulnya seperti palu godam: “Memberantas Korupsi” dan “Pembalikan Beban Pembuktian Tindak Pidana Korupsi”. Isi buku-buku ini semacam deklarasi perang sang penulis terhadap korupsi di negeri ini.

Dengan lantang, Akil bahkan mengusulkan jalan pintas: “Ini ide saya. Dibanding dihukum mati, lebih baik dikombinasi pemiskinan dan memotong salah satu jari tangan koruptor. Itu saja cukup,” ujar Akil Mochtar di satu kesempatan.

Pada Rabu malam 2 Oktober 2013, Akil Mochtar tertangkap tangan oleh KPK menerima suap dalam sebuah perkara pilkada. Kini ia menjalani hukuman seumur hidup di penjara.

MASIH INGAT ANGELINA SONDAKH DAN ANAS URBANINGRUM? Mereka tokoh-tokoh muda cemerlang yang melesat begitu cepat di pentas politik tanah air. Mereka tampil dalam sebuah pariwara partai yang disiarkan di layar televisi dengan tema menohok: “Katakan Tidak Pada Korupsi”. Di tayangan iklan itu, Angelina mengacungkan jempol ke bawah, Anas menyilangkan telapak tangan, lalu sebuah huruf animasi besar mencuat di layar: TIDAK! Katakan TIDAK Pada Korupsi.

Lalu Anas dijadikan tersangka oleh KPK dalam kasus persekongkolan uang proyek pusat pelatihan atlet Bukit Hambalang. Angelina jadi tersangka kasus suap proyek perguruan tinggi di Kementerian Pendidikan Nasional.

Keduanya kini masih dalam tahanan untuk waktu yang masih bertahun-tahun lamanya.

MASIH INGAT MUHAMMAD SANUSI? Ia tokoh muda anggota DPRD DKI yang senantiasa tampil sebagai politikus muda yang bersih dan agamis. Ia menggadang-gadang diri untuk jadi pemimpin Jakarta masa depan sebagai kandidat gubernur. Ia lantang menyatakan visinya, jika menang dalam pilkada 2017 akan menerapkan syariat Islam di ibukota.

“Jakarta perlu konsep islami yang cocok dengan perannya sebagai ibukota negara serta pusat pemerintahan. Tapi ini bukan syariat seperti di Aceh. Ini syariat yang membuat Jakarta menjadi lebih kondusif lagi,” katanya suatu ketika.

Ia juga pernah datang bersama rombongan DPRD DKI ke gedung KPK, mendorong lembaga itu memenjarakan Gubernur Basuki Tjahaja Purnama untuk kasus Rumah Sakit Sumber Waras.

Pada hari Kamis malam, 31 Maret 2016, Sanusi justru dicokok tim KPK dengan uang suap dari pengembang reklamasi pantai Jakarta di tangannya. Sidang kasus Sanusi saat ini tengah berjalan, tapi berkaca pada berbagai kasus yang terungkap lewat Operasi Tangkap Tangan KPK, ia tak akan lolos dari jerat hukum.

MASIH INGAT?

Dan semalam, Jumat 16 September 2016, ingatan tentang kata-kata yang tak sejalan dengan kelakuan itu, kembali memunculkan tokoh baru: senator berwajah teduh dan ramah, Irman Gusman, Ketua Dewan Perwakilan Daerah.

Di sebuah Festival Antikorupsi di kota Bandung setahun lalu, Irman Gusman lantang bersuara bahwa korupsi adalah kejahatan yang luar biasa. “Korupsi dapat membuat peradaban manusia hancur,” katanya. Dan karena itu, dperlukan hukuman berat bagi mereka. Bahkan kalau perlu, seperti di Cina, koruptor layak dihukum mati sebagai efek jera.
Sore tadi, KPK menyatakan Irman Gusman sebagai tersangka kasus penyuapan dari seorang pengusaha untuk pengurusan kuota impor gula pasir.

SAYA MASIH INGAT!