Opini  

Dampak Pandemi Covid-19 Terhadap Nelayan Indonesia

Bagikan/Suka/Tweet:

Oleh: Zulfikar Halim Lumintang*

Kementerian Kelautan dan Perikanan menyatakan bahwa perikanan tangkap merupakan usaha penangkapan ikan dan organisme air lainnya di alam liar (laut, sungai, danau, dan badan air lainnya). Kehidupan organisme air di alam liar dan faktor-faktornya (biotik dan abiotik) tidak dikendalikan secara sengaja oleh manusia.

Dari definisi tersebut, jelas bahwa perikanan tangkap sangat berbeda dengan perikanan budidaya. Dimana perikanan budidaya merupakan usaha perikanan yang dikendalikan secara sengaja oleh manusia, sehingga produktivitasnya pun bisa ditingkatkan hingga ratusan kali.

Hal tersebut yang membuat perikanan tangkap sedikit lebih terbatas. Bagaimana tidak, ketika ingin menghasilkan produktivitas yang tinggi, maka nelayan tangkap harus menangkap ikan lebih banyak. Dan ini sangat tidak dianjurkan. Karena di satu waktu memang benar akan menghasilkan produktivitas yang tinggi. Tapi, pada waktu berikutnya produktivitas akan turun tajam dengan populasi ikan yang sudah sangat berkurang.

Selama masa pandemi Covid-19 ini, kita semua tahu bahwa hampir seluruh sektor terkena dampak. Namun, apakah Covid-19 ini juga memberikan dampak kepada nelayan perikanan tangkap di Indonesia? Mengingat sebagian besar dilakukan di laut, terutama di sekitar pantai dan landasan kontinen. Selain di danau dan sungai.

Tren NTP Perikanan Tangkap

Selama awal pandemi Covid-19 hingga sekarang (Februari 2020-April 2020), Nilai Tukar Nelayan (NTN) selalu menurun, atau memiliki tren negatif. Pada awal masa pandemi (Februari 2020) NTN tercatat mencapai 100,31. Dalam kondisi ini, petani masih mengalami surplus. Harga produksi naik lebih besar dari kenaikan harga konsumsinya. Pendapatan petani naik lebih besar dari pengeluarannya.

Indeks Harga yang Diterima Nelayan (It) Februari 2020 mencapai 104,92. Indeks tersebut menunjukkan perkembangan harga produsen atas hasil produksi nelayan. Komoditas yang masuk dalam hitungan adalah penangkapan perairan umum dan penangkapan laut. It dari komoditas penangkapan perairan umum mencapai 106,10 dan It dari komoditas penangkapan laut mencapai 104,58.

Indeks Harga yang Dibayar Nelayan (Ib) Februari 2020 mencapai 104,59. Indeks tersebut menunjukkan perkembangan harga kebutuhan rumah tangga nelayan, baik untuk konsumsi rumah tangga maupun untuk proses produksi pertanian. Ib terdiri dari Indeks Konsumsi Rumah Tangga (IKRT) mencapai 105,66 dan Indeks Biaya Produksi dan Penambahan Barang Modal (BPPBM) mencapai 103,27.

Pada Maret 2020, NTN ternyata mengalami penurunan menjadi 100,05. Atau turun sebesar 0,26% dari bulan Februari 2020. Turunnya NTN disebabkan oleh turunnya It Maret 2020 yang mencapai 0,18% dari Februari 2020 menjadi 104,73. Jika dilihat lebih jauh, diantara kedua komoditas tersebut, komoditas penangkapan laut mengalami penurunan dari Februari 2020 sebesar 0,17%. Sedangkan komoditas penangkapan perairan umum mengalami kenaikan It sebesar 0,05%.

Selain itu, Ib Maret 2020 yang mengalami kenaikan 0,08% dari Februari 2020 juga menjadi penyebab turunnya NTN. Tercatat IKRT meningkat 0,13% dari Februari 2020 menjadi 105,79 dan Indeks BPPBM meningkat 0,04% dari Februari 2020 menjadi 103,31.

Selanjutnya, pada April 2020, NTN kembali mengalami penurunan, kali ini penurunannya lebih tajam sebesar 1,56% menjadi 98,49. Dalam kondisi tersebut berarti pembudidaya ikan mengalami defisit. Kenaikan harga produksi relatif lebih kecil dibandingkan dengan kenaikan harga barang konsumsinya. Pendapatan petani turun, lebih kecil dari pengeluarannya.

Sama halnya dengan kondisi Maret 2020. Penurunan NTN pada bulan April 2020 ini disebabkan oleh turunnya It April 2020 dan naiknya Ib April 2020. It April 2020 turun sebesar 1,35% menjadi 103,31. Kali ini, baik penangkapan perairan umum dan penangkapan laut mengalami It yang turun. It penangkapan perairan umum turun sebesar 0,16% dan It penangkapan laut turun sebesar 1,44%. Sedangkan Ib April 2020 naik sebesar 0,21% menjadi 104,90.

Dari sajian data diatas, bisa kita lihat bahwa semakin kesini nelayan semakin mengalami defisit. Hal ini perlu mendapatkan perhatian. Mengingat profesi nelayan merupakan salah satu profesi terbanyak masyarakat Indonesia selain petani. Apalagi fluktuasi harga barang yang dihasilkan nelayan selalu memiliki tren negatif sejak awal pandemi Covid-19 berlangsung.

Saran Kebijakan

Semakin menurunnya NTN selama pandemi Covid-19 (Februari 2020-April 2020) menandakan bahwa nelayan sulit untuk mendapatkan keuntungan. Hal tersebut wajar, mengingat aktifitas penangkapan ikan yang dilakukan juga berkurang.

Perahu nelayan lebih banyak bersandar daripada berlayar. Praktis kegiatan mereka hanya membersihkan kapal, merajut jaring yang putus, ya, kegiatan yang sama sekali tidak mendatangkan keuntungan materi untuk mencukupi kebutuhan.

Hal tersebut mereka lakukan karena mengikuti anjuran pemerintah untuk tetap di rumah saja. Sebenarnya ada sisi positif ketika nelayan berhenti sementara menangkap ikan. Yaitu pemulihan kembali produksi sumberdaya perikanan agar kembali banyak, setelah sekianlama ditangkap.

Disisi lain, istirahatnya nelayan lokal dari menangkap ikan, langsung dimanfaatkan oleh nelayan asing. Mereka dengan leluasa menjelajahi teritorial laut Indonesia untuk

menangkap ikan. Hal tersebut tentu harus menjadi perhatian. Terutama bagi aparat penjaga laut Indonesia.

Sementara sumber daya perikanan sedang berproduksi. Maka harus ada jaminan dari pemerintah, bahwa stok ikan tetap melimpah untuk ditangkap nelayan lokal pasca pandemi.

Selain itu, sebaiknya untuk nelayan tangkap ini diperbolehkan untuk melaut demi menghidupi keluarganya. Mengingat dalam bekerja, mereka sedikit sekali interaksi dengan manusia. Tetapi protokol kesehatan tetap harus diperhatikan. Hal ini mungkin lebih masuk akal, dibandingkan para nelayan tangkap perairan laut ini beralih profesi sebagai pembudidaya ikan. Yang justru akan lebih memakan modal.***

*Zulfikar Halim Lumintang, SST adalah Statistisi Ahli Pertama BPS Kabupaten Kolaka, Provinsi Sulawesi Tenggara