Oleh: Woro Ayu
Fungsional Ahli Muda BPS Kabupaten Tulangbawang
Permasalahan geopolitik antara Rusia dan Ukraina sudah terjadi sejak tahun 2013. Saat itu rakyat Ukraina menginginkan referendum untuk bisa lepas dari Rusia. Rusia dan Ukraina sempat melakukan perjanjian damai pada tahun 2015. Akan tetapi konflik kembali muncul setelah Parlemen Ukraina berkomitmen untuk bergabung dengan NATO pada 2019. Lalu pada 2022 terjadi tensi yang cukup tinggi antara Rusia dan Ukraina, hingga pada akhirnya di 24 Februari 2022, Presiden Vladimir Putin menyatakan invasi militer terhadap Ukraina. Akibatnya, roda perekonomian kedua Negara menjadi terganggu.
Perang Rusia dan Ukraina menimbulkan ancaman perlambatan pemulihan ekonomi dunia, tak terkecuali di Indonesia. Kondisi ini berdampak negatif terhadap perekonomian dan menyebabkan terganggunya sektor keuangan global akibat meningkatnya ketidakpastian global.
Rusia memiliki peranan penting dalam perekonomian global, terutama dalam komoditas energi. Besarnya ekspor Rusia ditopang oleh ekspor dari komoditas energi, dimana nilainya mencapai lebih dari 50% total ekspor negara tersebut. Nilai ekspor Rusia mencapai US$332 Miliar dan merupakan 20 besar negara dengan nilai ekspor terbesar di dunia, dimana negara tersebut menempati peringkat ke-16. Rusia memiliki surplus perdagangan peringkat ketiga tertinggi di dunia pada tahun 2020 karena tingginya proporsi ekspor komoditas energi dan sejalan dengan meningkatnya harga komoditas tersebut.
Selain komoditas energi, Rusia merupakan salah satu negara pengekspor bahan pangan terbesar di dunia, yaitu komoditas gandum dan tepung. Dalam tiga tahun terakhir, Rusia selalu berada di peringkat kedua eksportir terbesar di dunia. Fakta bahwa Rusia merupakan pengekspor minyak dan bahan pangan terbesar di dunia menyebabkan perang Rusia-Ukraina diperkirakan dapat mendorong harga komoditas energi dan bahan pangan dunia mengalami peningkatan akibat gangguan dari sisi supply.
Dampaknya terhadap Perekonomian Indonesia
Sepanjang 2021 berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) volume impor barang Indonesia dari Rusia adalah sebesar 3,16 juta ton dengan nilai lebih dari 1,25 miliar US$ atau setara dengan hampir 18 triliun rupiah. Komoditas impor terbesar Indonesia dari Rusia berupa ingot besi baja (bahan baku baja) sebesar 486 ribu ton dengan nilai 326,63 juta US$ sepanjang 2021. Impor terbesar berikutnya adalah pupuk buatan pabrik sebanyak 974,32 ribu ton dengan nilai 326,03 juta US$.
Sementara itu, nilai impor Indonesia dari Ukraina mencapai 1,04 miliar US$ atau setara dengan lebih dari 14 triliun rupiah. Ukraina merupakan negara pemasok biji gandum terbesar bagi Indonesia, setelah Australia. Nilai impor biji gandum dan meslin dari Ukraina tercatat sebesar 24% dari total nilai impor gandum Indonesia tahun 2021. Sedangkan dari sudut pandang Ukraina, Indonesia merupakan negara tujuan ekspor utama untuk komoditas gandum.
Dengan demikian, potensi terjadinya inflasi sangat besar terutama terhadap komoditas-komoditas ekspor-impor Indonesia dengan Rusia maupun Ukraina. Dapat dibayangkan pasokan gandum yang terganggu akibat serangan Rusia terhadap Ukraina dapat memengaruhi harga-harga pangan di Indonesia, seperti tepung dan mie instan. Selain itu, ketersediaan bahan baku lain yang diimpor dari kedua negara tersebut akan memengaruhi produksi berbagai industri yang ada di Indonesia.
Kemudian pertumbuhan ekonomi dunia yang terancam turun pun akan memberikan dampak pada perekonomian domestik. Pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun 2021 mulai membaik dengan nilai 3,69% dimana tahun sebelumnya sempat mengalami kontraksi akibat pandemi Covid-19. Dengan adanya perang Rusia-Ukraina, pertumbuhan ekonomi tahun 2022 pun dapat terpengaruh negatif.
Pemerintah harus dapat memitigasi adanya resiko kelangkaan bahan baku, inflasi dan turunnya pertumbuhan ekonomi dengan memperkuat produksi dalam negeri. Dengan demikian, Negara kita yang tercinta ini dapat menjadi negara yang mandiri serta tidak mudah goyah dengan adanya goncangan perekonomian global.***