Dengan SDGs Desa, Kemendes PDTT Siap Wujudkan Desa Peduli Anak

Menteri Desa PDTT, Abdul Halim Iskandar
Menteri Desa PDTT, Abdul Halim Iskandar
Bagikan/Suka/Tweet:

TERASLAMPUNG.COM, JAKARTA–Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transgmigrasi (Kemendes PDTT) telah menetapkan arah pembangunan desa hingga tahun 2030 mendatang yang disebut dengan SDGs Desa dengan merujuk pada Peraturan Presiden Nomor 59 Tahun 2017 tentang Pelaksanaan Pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan.

SDGs Desa adalah pembangunan total atas desa. Seluruh aspek pembangunan harus dirasakan manfaatnya oleh warga desa tanpa ada yang terlewat (no one left behind) yang mengarah pada 18 tujuan pembangunan berkelanjutan.

Salah satu segmen dari SDGs Desa ini adalah Desa Peduli Anak. Persoalan Anak sebenarnya termasuk dalam sejumlah segmen di SDGs Desa seperti Pendidikan, Kesehatan, serta dan Desa Tanpa Kelaparan dan Kemiskinan.

“Ini jadi perhatian karena generasi mendatang tetap menjadi bagian dari pelaksanaan dan pemanfaatan pembangunan,” kata Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi Abdul Halim Iskandar yang akrab disapa Gus Menteri.

Ada sejumlah alasan hingga Desa Peduli Anak itu harus dilakukan karena perkembangan anak adalah ukuran kemajuan masyarakat yang paling presisi, Selain itu, anak yang berumur setahun dan di bawah lima tahun sangat rentan terhadap kondisi buruk lingkungannya, sehingga kesuksesan anak melewati masanya hakikatnya mengabarkan keberhasilan masyarakat.

“Manfaat desa peduli anak baru dirasakan masyarakat belasan tahun kemudian ketika anak menjadi dewasa, sehingga kondisi anak desa saat ini meramalkan keberlanjutan masyarakatnya desa kelak,” kata Doktor Honoris Causa dari UNY ini.

Merujuk data Badan Pusat Statistik, kesehatan anak-anak keluarga miskin telah rentan sejak awal kehidupannya. Kondisi kesehatan anak-anak miskin di desa mirip dengan di kota.

Data lain menunjukkan, pemberian ASI eksklusif masih tergolong kurang meski tidak berbeda antara bayi laki-laki dan perempuan.

Terjadi tren peningkatan angka bayi kurang gizi hingga menjadi balita pendek dan sangat pendek (stunting) yang mencapai 30 persen pada 2018

“Keberhasilan pembangunan di desa ternyata berhasil menurunkan angka kematian bayi di desa. dari angka 40 persen tahun 2012 menjadi 23 persen di tahun 2017. Bahkan angka kematian Bayi baru lahir dan Balita juga tunjukkan tren menurun,” kata Mantan Ketua DPRD Jawa Timur ini.

Data kesempatan peroleh pendidikan pun menunjukkan fakta jika anak desa lebih rendah dari di kota. Pada level sekolah dasar, angka partisipasi murni (APM) relatif sama. Kesenjangan mulai muncul pada jenjang sekolah menengah hingga mengakibatkan anak-anak desa masih harus mengejar pendidikan lebih tinggi lagi.

Kegiatan pembangunan untuk turunkan kematian bayi dan balita atau naikkan derajat kesehatan di desa bisa menggunakan Dana Desa dapat dibelanjakan guna perbaikan balai pengobatan dan persalinan, termasuk pengadaan alat kesehatan, serta obat-obatan.

Dana desa bisa digunakan untuk membiayai dana operasional bidan dan kader kesehatan ketika melakukan kunjungan dan cek kesehatan ke rumah-rumah warga berpendapatan rendah.

“Kampanye imunisasi, yang diikuti dengan penyuluhan dan pemberian imunisasi anak oleh petugas kesehatan dan Penyuluhan terkait tumbuh-kembang anak, peran ayah dalam pengasuhan,” kata mantan Ketua DPRD Jombang ini.

Untuk meningkatkan APM, desa melakukan sensus daftar anak sekolah, anak putus sekolah, dan anak tidak sekolah. enyalurkan bantuan biaya sekolah bagi anak tidak sekolah atau putus sekolah karena ketidakmampuan ekonomi.

Menyalurkan peralatan persiapan untuk masuk sekolah bagi keluarga miskin, diikuti dengan penyediaan bantuan biaya pendidikan (transportasi, uang buku, seragam) hingga jenjang pendidikan menengah pertama dan atas, termasuk untuk anak berkebutuhan khusus.

“Penyediaan smartphone dan langganan internet bersama bagi anak-anak dari keluarga tidak mampu dan membiayai operasionalisasi pelatihan anak-anak-anak di luar jam sekolah,” kata Lurah Santri ini.