Dinas Kesehatan Dinilai tak Serius Tangani Masalah Kesehatan di Lampung Tengah

Bagikan/Suka/Tweet:

Supriyanto/Teraslampung.com

GUNUNGSUGIH – Pemerintah Kabupaten Lampung Tengah  dituntut serius dalam meningkatkan pelayanan kesehatan masyarakat. Tanpa keseriusan dan transparan, meskipun dana yang dianggaran tidak akan pernah mampu meningkatkan kualitas hidup masyarakat Lampung Tengah.

”Selama ini penangan program kesehatan di Lamteng tidak maksimal dan tidak transparan. Banyak kegiatan yang tidak menyentuk masyarakat,”kata Tengku Giza Azhari, ketua Dewan Kesehatan Rakyat (DKR) Lampung Tengah, Kamis (22/5).

Giza menganalogikan penanganan kesehatan oleh Pemkab Lampung Tengah seperti kura-kura. Jika dibakar pantatnya maka dia tidak akan berjalan. Menurut Giza Azhari, masalah kesehatan merupakan program nasional yang harus diselesaikan oleh daerah, penanganannya harus tersinergi mulai dari dinas hingga kepala kampung.

Menurut Giza, pada masa Erna Krisnawati menjabat sebagai Kepala Dinas Kesehatan Lampung Tengah, pada 2013 lalu merilis laporan yang menyebutkan 14 persen masyarakat Lemteng mengidap penyakit gangguan jiwa. Pernyataan itu kemudian diralat  bahwa 14 persen masyarakat Lamteng mengidap gangguan kejiwaan.

“Gangguan kejiwaan akan multipengertian, perokok masuk gangguan kejiwaan, pecandu narkoba gangguan kejiwaan. Persoalannya, sekarang mesing-masin gangguan kejiawaan itu berapa persen, lalu yang benar-benar masuk kategori penyakit jiwa berap, ternyata Kadis Kesehatan tidak berani menyebutkan,”katanya.

Laporan tahun 2013 itu belum diketahui  perkembangannya, karena  tahun 2014 ini belum ada relis ulang data base tersebut. Seharusnya dinas kesehatan setiap tahun merilis data base terkait dengan  kemungkinan berbagai penyakit yang harus diwaspadai, yang mungkin berkembang di masyarakat.

“Untuk gangguan kejiwaan ini tidak mungkin akan menurun, kalau memang menurun apa ada upaya merehabilitasi. Apa bentuk rehabilitasinya, kita tidak punya panti rehabilitasi jiwa, lalu berapa yang dirujuk kerumah sakit jiwa juga tidak dikatahui. Lampung Tengah tidak pernah transparan untuk kesehatan,”katanya.

Menurutt Giza, pada  2012 lalu Kadis Kesehatan Erna Krisnawati pernah panik setelah DKR Lamteng menyatakan bahwa balita gizi buruk di Lamteng cukup tinggi. Atas pernyataan DKR tersebut, Erna merilis bahwa di Lamteng balita terkena gizi buruk sebanyak  8 orang.

“Padahal, data di DKR Lamteng menyebutkan di Kampung Sendang Ayu saja terdapat 7 orang balita bergizi buruk. Kami DKR mengansumsikan balita gizi buruk perkecamatan ada 20 orang. Tapi mereka tidak mau menyatakan balita itu gizi buruk tapi mereka kategorikan gizi kurang. Mereka hanya bermain istilah saja tidak mau mengakui terus terang apa adanya,”kata Giza.

Menurut Giza banyak  penyakit yang diderita warga Lampung Tengah yang perlu penanganan serius.Misalnya demam berdarah dengue (DBD), lumpuh layu, dan kusta.

“Selain DBD, penyakit hydrosipalus, lumpuh layu, dan kusta, masih cukup menjadi masalah serius di Lampung Tengah, tapi tidak terpantau keseriusan penanganannya. Yang kami dengar kata Giza, penyakit kusta di wilayah barat Lamteng terdapat di wilayah Kecamatan Pubian, Padangratu, dan  kampung Kayu Palis Kecamatan Terbanggibesar.”Semua kasus kesehatan ini harus transparan pananganannya, masyarakat harus tahu. Kalau tidak ada kejelasannya mau dibawa kemana kesehatan masyarakat Lamteng,”katanya.

DKR Lamteng, lanjut Giza,  melihat komitmen Dinas kesehatan terhadap kesehatan belum maksimal juga terlihat tidak berjalannya program desa siaga kesehatan yang diluncurkan beberapa tahun lalu. Hal itu dapat dilihat dari masih banyak desa yang belum memiliki bidan desa.

”Dari tidak tersedianya bidan desa berarti program desa siaga juga tidak ada kelanjutannya hingga saat ini,”katanya.

Kadis Kesehatan Erna Krisnawati, tegas Giza, pernah merilis data yang menyebutkan bahwa di Lamteng terdapat  301 desa yang sudah menjadi desa  siaga dan sebanyak 137  desa di antaranya adalah  desa siaga aktif. Namun, ketika Dinas Kesehatan dituntut menunjukkan lima desa saja yang benar-benar sudah siap menjadi desa siaga kesehatan aktif, Dinas Kesehatan tidak bisa menunjukkan.

”Ternyata permintaan DKR itu tidak berani dipenuhi. Artinya, keberhasilan di bidang kesehatan hanya sebatas konsep diatas kertas saja. Saat ini pembangunan kesehatan di Lamteng makin tak jelas arahnya, kepala dinas sebagai motor kegiatan masih berstatus pelaksana tugas,”katanya

Menurut Giza, terkait dana kesehatan, yang patut dipantau secara cermat oleh masyarakat Lampung Tengah adalah penggunaan dana bantuan untuk kesehatan (BUK). Sebab, ada indikasi penggunaan dana tanpa melalui prosudur yakni tanpa melalui loka karya mini (Lokmin).

Giza mencontohkan pada 2012/2013 dana BUK di Puskesmas untuk wilayah Sumatera minimal sebesar Rp75 juta dan maksimal Rp100 juta.

”Di Lamteng ada beberapa Puskesmas yang melakukan itu, untuk Puskesmas Kalirejo nol kegiatan. Tidak ada yang namanya Lokmin di sana, tapi BUK tetap dicairkan. BUK cair tanpa lokmin, walaupun lokmin antara sesama staf, itu tidak dibenarkan,”tegasnya.

Menurut Giza, BUK digunakan untuk kegiatan promotif dan preventif,  dan merehab ringan Puskesmas, tetapi tidak boleh untuk insentif, apa lagi honor kegiatan.