Teraslampung – Rangkaian gelaran peringatan Hari Tari Dunia (HTD) 2025 yang digelar oleh Dewan Kesenian Lampung (DKL) berlangsung sukses dan meriah.
Perhelatan bertajuk “Tari Sebagai Jembatan Budaya dan Edukasi” ditaja di Gedung Kesenian DKL, PKOR Way Halim, selama 12 Jam lebih , Sabtu (03/05/2025) berlangsun dari Pukul 09.00 WIB hingga Pukul 22.30 WIB.
Sekretaris DKL Bagus S Pribadi mengatakan, pergelaran tari HTD 2025 ini menampilkan lebih dari 30 komunitas seni dan 300 penari dari berbagai daerah di Lampung.
“Dari pagi hingga malam hari, panggung DKL dipenuhi oleh ragam sajian tari yang merepresentasikan lintas genre, lintas generasi, dan lintas narasi,” ujarnya.
Menurut Bagus, salah satu penampilan menarik dan paling ikonik adalah aksi performatif dari dua penari, Muhammad Zopi dan Hakiki Darojat Putra, yang menari selama 12 jam penuh tanpa henti.
“Aksi dua penari menyajikan tarian selama 12 jam ini tak hanya mencuri perhatian, tetapi juga menjadi refleksi mendalam tentang dedikasi dan semangat menjaga kehidupan seni di tengah dinamika zaman,” katanya.
Sementara itu, Ketua Dewan Kesenian Lampung, Prof. Dr. Satria Bangsawan, SE, M.Si, dalam sambutannya menyampaikan peringatan Hari Tari Dunia ini adalah wujud nyata semangat kebersamaan. Dewan Kesenian Lampung adalah rumah bersama bagi seniman.
“DKL hadir sebagai katalisator dan fasilitator, menghubungkan energi kreatif, menyediakan ruang temu, dan menyalakan inspirasi baru. Kami bangga melihat antusiasme masyarakat dan semangat luar biasa dari para pelaku seni yang terlibat dalam Hari Tari Dunia ini,” ujarnya.
Pada pamungkas acara, di panggung pertunjukan menampilkan sebuah karya khas dari Rumah Tari Sangishu yang merefleksikan benang merah dari pembukaan hingga penutupan.
Dalam karya tersebut, disimbolkan kembali proses penyerahan bibit pohon gaharu kepada penari yang dilakukan saat pembukaan. Pada malam hari, bibit gaharu tersebut ditanam secara simbolis di halaman Dewan Kesenian Lampung — menjadikannya sebagai pengingat kolektif akan makna yang lebih dalam.
Pohon gaharu, atau yang dikenal dalam bahasa lokal sebagai “Halim”, memiliki keterkaitan historis dengan nama wilayah Way Halim.
Menurut Agus Sangisu, simbolisasi ini sekaligus menegaskan bahwa seni tidak hanya berbicara lewat gerak, tetapi juga melalui jejak dan makna yang tertanam di tanah tempatnya tumbuh.
Acara Hari Tari Dunia 2025 di Lampung yang ditaja Dewan Kesenin Lampung kolaborasi dengan Ikatan Mahasiswa Seni Tari (IMASTAR) Universitas Lampung tidak hanya menjadi perayaan, tetapi juga momentum afirmasi jati diri budaya Lampung, menjalin hubungan antar komunitas seni, serta membuka ruang regenerasi bagi penari muda dan koreografer baru.