Dua Tersangka Dugaan Korupsi Dana Bos SMPN 24 Bandarlampung Hanya Jadi Tahanan Kota

Ilustrasi dana BOS
Bagikan/Suka/Tweet:

Zainal Asikin|Teraslampung.com

BANDARLAMPUNG — Proses hukum lumayan janggal terjadi di Kota Bandarlampung: dua tersangka dugaan korupsi dana bantuan operasional sekolah (BOS) di SMPN 24 Bandarlampung hanya dijadikan tahanan kota, Selasa (25/10/2016). Dua tersangka tersebut adalah Helendrasari (mantan Kepala Sekolah SMPN 24 Bandarlampung) dan Ayu Septaria (mantan Bendahara BOS SMPN 24 Bandarlampung).

Penerapan status sebagai tahanan kota dilakukan setelah berkas perkara keduanya dilimpahkan ke Kejari Bandarlampung,  Selasa (25/10/2016) sore. Dengan status sebagai tahanan kota, maka keduanya masih bisa melenggang bebas.

Penyidik Tipikor Polresta Bandarlampung bersama Kedua tersangka Helendrasari dan Ayu Septaria, mendatangi gedung Kejari Bandarlampung sekitar pukul 17.20 WIB. Keduanya langsung menuju ke ruangan Pidana khusus (Pidsus) untuk dilakukan pemeriksaan berkas perkara dan administrasi pelimpahan.

Setelah dua jam berada di dalam ruangan tersebut, sekitar pukul 19.30 WIB kedua tersangka keluar dengan tenang dan langsung pergi menuju mobil pribadinya.

Kepala Seksi Pidana Khusus (Kasi Pidsus) Kejari Bandarlampung, Syafei dengan didampingi Kasi Intel Kejari Andri W Setiawan mengatakan, kedua tersangka hanya dijadikan tahan kota selama 20 hari ke depan. Keduanya diwajibkan datang melapor, setiap pada hari Senin dan Kamis.

“Kedua tersangka tidak perlu dilakukan penahanan di Rutan. Hal itu dilakukan atas pendapat jaksa penuntut umum (JPU),”ujarnya, Selasa (25/10/2016) malam.

Menurutnya, keduanya dijadikan tahanan tahanan kota karena keduanya dinilai kooperastif saat proses hukum berjalan. Sejak awal penyidikan mereka juga tidak ditahan.

“Kedua tersangka masih berstatus PNS aktif di Disdikk Kota Bandarlampung, selain itu juga adanya surat penangguhan penahanan dengan jaminan dari suami kedua tersangka masing-masing,”ungkapnya.

Syafei mengutarakan, dalam perkara tersebut, tersangka mantan Kepalasa Sekolah SMPN 24 Bandarlampung dan Bendahara bekerjasama memperkaya diri sindiri dengan cara memanipulasi data jumlah siswa. Keduanya meningkatkan biaya operasional pada laboratorium komputer dan bahasa, serta pengadaan pada jumlah naskah ujian sekolah.

“Jumlah data siswa dimark-up yang tidak semestinya, jumlah siswanya ada 50 lalu dibuat menjadi 75 orang. Dana lab komputer dan bahasa, satu orang siswa dikenakan biaya Rp 10 ribu dalam laporannya dibuat Rp 15 ribu. Begitu juga dengan dana pengadaan naskah ujian,”terangnya.

Dikatakannya, berdasarkan hasil penghitungan Badan Pemeriksaan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Lampung, perbuatan kedua tersangka telah merugian negara mencapai Rp 800 juta. Uang tersebut, digunakan kedua tersangka untuk memperkaya dirinya sendiri.