Dugaan Pemotongan Biaya Operasional KPPS Desa Subik-Lampura, Besarannya 100 Kali Lipat dari Pajak

Ilustrasi uang/Ist
Bagikan/Suka/Tweet:

Feaby|Teraslampung.com

Kotabumi–Besaran biaya operasional Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara/KPPS Pemilu 2024 di Desa Subik, Abung Tengah, Lampung Utara yang diduga dipotong ternyata 100 kali lipat besarnya dari total Pajak Penghasilan/PPh 23. Total anggaran yang diduga disunat mencapai Rp1 juta per TPS, sedangkan total PPh 23 hanya sebesar Rp10.000.

“(Biaya operasional setiap KPPS) semuanya sebesar Rp4.364.000,” terang Kepala Subbagian Keuangan, Umum, dan Logistik KPU Lampung Utara, Istiadani, Rabu (28/2/2024).

Jumlah yang disebutkannya tersebut belum termasuk PPh 23. Terdapat PPh sekitar dua persen dalam biaya operasional KPPS. Total PPh-nya hanya sebesar Rp10.000. Pajak itu dikenakan pada biaya penyewaan printer.

“(Setelah dipotong pajak Rp10.000), jadi, mereka terimanya sebesar Rp4.354.000,” urainya.

Sebelumnya, anggaran KPPS di Desa Subik dan sejumlah desa lainnya, Kecamatan Abung Tengah, Lampung Utara diduga dipotong oleh Petugas Pemungutan Suara/PPS di sana. Potongannya dikabarkan berkisar antara Rp500.000-Rp1 juta per Tempat Pemungutan Suara/TPS.

“Kalau di TPS saya, di Desa Subik, pemotongannya mencapai Rp1 juta,” kata sumber terpercaya Teraslampung.com, Senin kemarin.

Ia menceritakan, awalnya, dari total anggaran Rp4.352.000 yang harus diterima ternyata anggaran yang disalurkan hanya sebesar Rp2,5 jutaan. PPS juga tak pernah menjelaskan secara rinci berapa sebenarnya total anggaran KPPS. Padahal, baik ia dan KPPS lainnya sebelumny telah tahu bahwa anggaran mereka harusnya sebesar Rp4 juta ke atas.

“Seluruh KPPS di desa kami langsung musyawarah untuk membahas dana yang tidak sesuai itu,” jelasnya.

Mereka pun sepakat untuk menanyakan hal ini pada PPS pada keesokan harinya. Di situlah PPS menjelaskan bahwa dana itu memang tidak sebesar itu. Dana hasil pemotongan itu dijelaskan untuk membiayai operasional PPS. Terenyuh dengan penjelasan itu, KPPS pun berinisiatif untuk membantu sebesar Rp500 ribu.

Kesepakatan sebesar Rp500 ribu itu pun terdengar oleh KPPS di desa-desa lainnya di Abung Tengah. Mereka pun akhirnya berbondong-bondong untuk menagih kembali sisa uang mereka pada PPS-nya masing-masing. Sebab, awalnya besaran yang mereka terima sama. Hanya Rp2,5 jutaan.

“Jadi, desa-desa lain itu dipotongnya hanya Rp500 ribu,” kata dia.

Sayangnya, masih di hari yang sama, pada sore harinya, pihaknya diinformasikan bahwa dana Rp500 ribu itu enggak cukup. Harus Rp1 juta. Akhirnya, diadakanlah pertemuan antara KPPS dan pihak PPS terkait pemotongan yang mencapai Rp1 juta per TPS tersebut. Kepala desa pun turut menyaksikan pertemuan itu. Namun, pihak PPS tak mampu memberikan penjelasan kegunaan pemotongan dana itu.

Baru keesokan paginya, pihak PPS dapat menjelaskan kegunaan pemotongan tersebut. Rincian kebutuhan PPS mencapai Rp11 juta. Uang itu di antaranya digunakan untuk biaya transportasi pengambilan uang KPPS, konsumsi, rokok belasan tenaga keamanan.

Sayangnya, dengan dalih tak pernah menyangka akan terjadi dugaan pemotongan anggaran Penyelenggara Pemungutan Suara/KPPS, KPU Lampung Utara terlihat bingung untuk mengambil sikap. Dugaan pemotongan anggaran KPPS itu terjadi di Desa Subik, Abung Tengah.

“Saya tidak bisa jawab (soal sanksi apa yang akan diberikan jika dugaan itu terbukti benar adanya)” kata Ketua Divisi Hukum dan Sumber Daya Manusia KPU Lampung Utara, Tedi Yunada.

Keengganannya untuk berbicara soal sanksi pada oknum yang diduga terlibat dalam dugaan pemotongan itu seandainya dugaan itu benar terjadi dikarenakan pihaknya telah kadung yakin bahwa seluruh perangkat di bawahnya taat dengan instruksi yang telah diberikan. Sebab, pihaknya telah berulang kali mewanti-wanti agar mengerjakan segala sesuatu sesuai dengan aturan yang berlaku.

“Kami yakin dengan instruksi kami, mereka akan ikut,” dalihnya.

Menariknya lagi, ia justru menyarankan untuk mempertanyakan persoalan ini pada divisi yang mengurusi hal-hal yang mengarah ke sana. Padahal, ia sendiri menjabat sebagai Ketua Divisi Hukum dan Sumber Daya Manusia KPU Lampung Utara.

“Kalau komisioner ini kan hanya melaksanakan perintah sesuai aturan yang ada. Jadi, yang lain-lain, silakan (konfirmasi) ke kesekretariatan,” katanya.