Dugaan Permainan Lelang Proyek, Kepala BPBJ Lampura Siap Diperiksa APH

‎Suasana Rapat Dengar Pendapat Komisi III DPRD Lampung Utara bersama BPBJ dan DPUPR terkait aduan tentang perbedaan harga penawaran dan hasil evaluasi yang dilaporkan oleh sejumlah kontraktor, Kamis (2/12/2021).
‎Suasana Rapat Dengar Pendapat Komisi III DPRD Lampung Utara bersama BPBJ dan DPUPR terkait aduan tentang perbedaan harga penawaran dan hasil evaluasi yang dilaporkan oleh sejumlah kontraktor, Kamis (2/12/2021).
Bagikan/Suka/Tweet:

Feaby|Teraslampung.com

Kotabumi–‎Merasa tidak pernah merubah harga penawaran dalam lelang paket proyek yang dipersoalkan oleh kontraktor, Kepala Bagian Pengada‎an Barang dan Jasa Sekretariat Daerah Kabupaten Lampung Utara, Chandra Setiawan, mengaku siap jika persoalan ini dibawa ke ranah hukum.

Diketahui, pengadaan sejumlah paket proyek hasil pinjam dari PT SMI (Sarana Multi Infrasatruktur) di lingkungan Pemkab Lampung Utara diduga sarat ‘permainan’. Indikasinya, nilai penawaran yang dimasukkan oleh pihak rekanan ternyata beda dengan hasil evaluasi kelompok kerja unit layanan pengadaan.

Karena in‎i jugalah Direktur CV Padetu, Iwan Hadi Wijaya bersama rekannya mendatangi kantor Bagian Pengadaan Barang dan Jasa Sekretariat Daerah Kabupupaten (Setdakab) Lampura dan juga melaporkan ke lembaga legislatif belum lama ini.

“Saya siap (diperiksa oleh APH) karena jejak digital itu pasti ada. Kami juga merasa tidak peluang sedikit pun untuk merubah itu,” tegas Chandra dalam Rapat Dengar Pendapat bersama Komisi III DPRD Lampung Utara, Kamis (2/12/2021).

‎Chandra beralasan, dalam proses pengadaan barang/jasa, mereka sifatnya hanya sebagai memroses apa yang ada di dalam Layanan Pengadaan Secara Elektroni (LPSE). Mereka sama sekali tidak mengelola LPSE tersebut. Yang mengelolanya adalah Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP).

Selain itu, untuk masuk ke dalam sistem tersebut diperlukan identitas pengguna (id user) dan kata sandi (password). Tanpa kedua persyaratan itu, siapa pun tidak dapat masuk ke dalam sistem. Yang tahu kedua hal itu hanya pihak kontraktor atau penyedia. Dengan demikian,

“Seluruh Indonesia terjadi (kekacauan begini), dan bukan hanya di Lampung Utara saja,” dalihnya.

Ia kembali ‎mengatakan, sama sekali tidak ada peluang untuk menunda proses lelang yang telah mendekati tahapan pengumuman pemenang lelang. Keputusan dari LKPP juga masih belum mereka terima terkait persoalan ini.

“Enggak ngerti (soal isu calon pengantin) karena memang enggak ada. Istilahnya, enggak ada main – main seperti itu. Apa yang ada, itu yang kami evaluasi,” jelas dia saat ditanya seputar adanya isu calon pengantin di balik kekisruhan sejumlah proyek tersebut.

Reaksi berbeda diperlihatkan oleh‎ Sekretaris Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang Lampung Utara, Alfian Yusuf. Ia lebih cenderung menyetujui jika lelang proyek tersebut diulang. Meski begitu, ia tidak memaksakan harapannya tersebut jika memang kondisinya tidak memungkinkan.

“Seperti tahun 2020 lalu, empat proyek Dana Alokasi Khusus DPUPR dilelang ulang sampai dua kali,” kata dia.

Di sisi lain, Wakil Ketua I, Madri Daud‎ selaku pimpinan RDP mengatakan, akan kembali menggelar RDP yang sama pada Senin depan. Kali ini, Pejabat Pembuat Komitmen jalan atau jembatan DPUPR harus hadir dalam rapat. Kepala Dinas Perdagangan pun turut mereka undang karena instansi tersebut juga memiliki tiga paket proyek yang bersumber dari pinjaman daerah.

“Kami juga sarankan untuk menunda proses lelang jika memang diperbolehkan oleh aturan,” ‎tuturnya.

Proses lelang paket proyek Lampung Utara hasil ngutang dari PT SMI ini sendiri sudah dimulai sejak tanggal 12 November lalu. Total paket proyek yang dalam proses lelang tersebut berjumlah 48 paket. Nilai dari ke-48 proyek itu mencapai sekitar Rp100-an miliar.

Ke-48 paket itu seluruhnya berasal dari DPUPR, sedangkan paket proyek PEN dari Dinas Perdagangan masih belum dimulai proses lelangnya. Jenis paket proyek DPUPR terdiri dari proyek jembatan dan jalan.

Adapun total utang daerah dengan PT SMI mencapai Rp122 miliar. Utang itu harus dilunasi dalam waktu lima tahun ke depan. Selama lima tahun itu, Pemkab Lampung Utara diwajibkan untuk membayar bunga pinjaman sekitar Rp34-an miliar.