Opini  

Ekonomi Politik Banjir

Dr. Syarief Makhya (Foto: Istimewa)
Bagikan/Suka/Tweet:

Oleh Syarief Makhya

Minggu ini, Kota Bandar Lampung dan sekitarnya di berbagai pelosok dilanda banjir. Akibat curah hujan yang sangat tinggi, menyebabkan sungai-sungai meluap, terjadi penyempitan sungai dan sistem drainase yang tidak memadai banjir menjadi semakin parah. Ribuan rumah terendam, dan akses ke beberapa daerah terputus. Warga terpaksa mengungsi ke tempat yang lebih aman, meninggalkan rumah dan harta benda mereka yang terendam banjir.

Para ahli dan pengamat mencoba mencari sebab kenapa banjir dari tahun ketahun bukannya menjadi lebih terkendali, tapi justru semakin parah. Berbagai faktor telah diidentifikasi sebagai penyebab langsung dan tidak langsung yang memperburuk kondisi banjir, yaitu perubahan iklim, deforestasi, urbanisasi tanpa perencanaan yang baik, dan sistem drainase yang buruk

Selain itu, perubahan iklim telah meningkatkan frekuensi dan intensitas hujan lebat, yang secara langsung berkontribusi pada peningkatan risiko dan dampak banjir. Peningkatan suhu global menyebabkan lebih banyak uap air di atmosfer, yang kemudian dapat menyebabkan hujan lebih deras.

Deforestasi atau merubah kawasan hutan menjadi kawasan bukan hutan, terutama di daerah hulu sungai, juga memperburuk kondisi banjir. Pohon dan vegetasi lain berperan penting dalam menyerap air hujan dan mengisinya kembali ke dalam tanah. Ketika pohon ditebangi, kemampuan tanah untuk menyerap air berkurang, menyebabkan lebih banyak aliran permukaan yang dapat menyebabkan erosi dan meningkatkan risiko banjir di daerah hilir.

Urbanisasi yang cepat dan tidak terkontrol menyebabkan bertambahnya permukaan yang tidak dapat menyerap air, seperti aspal dan beton, yang mengurangi infiltrasi air ke dalam tanah dan meningkatkan aliran permukaan. Hal ini, bersama dengan sistem drainase kota yang seringkali tidak memadai atau kurang terawat, menyebabkan kota-kota menjadi sangat rentan terhadap banjir, bahkan dari hujan yang tidak terlalu ekstrem/

Selain itu, sistem drainase yang buruk atau tidak memadai di banyak daerah juga berkontribusi pada masalah banjir. Drainase yang tersumbat atau tidak dirancang untuk menangani volume air yang meningkat dapat dengan mudah meluap, menyebabkan banjir di daerah sekitarnya.

Untuk mengatasi masalah banjir yang semakin parah ini, secara teknis pengetahuan dan pemahaman penyebab banjir sudah diketahui masyarakat awam, masyarakat terdidik, para ahli, bahkan para pembuat kebijakan di daerah pun seperti anggota Dewan dan Kepala Daerah. Lalu, upaya solutif, seperti mitigasi perubahan iklim, reboisasi dan pengelolaan hutan yang bertanggung jawab, perencanaan perkotaan yang bijaksana yang memperhitungkan sistem drainase yang efektif, dan pengelolaan sumber daya air yang berkelanjutan sudah ditawarkan sebagai sebuah solusi, namun solusi alternatif itu tidak belum bisa mengatasi banjir secara efektif, bahkan dari tahun-ketahun banjir semakin dahsyat. Apa sejatinya inti permasalahan utama penyebab banjir?

Logika Ekonomi-Politik?

Salah satu persoalan penyebab banjir yang sering diabaikan oleh para pengambil kebijakan yaitu faktor kepentingan ekonomi politik yang sulit dihindari karena atas nama kepentingan untuk mengakumuasi modal, sumber daya alam, ruang terbuka hijau, hutan kota, dst harus dikorbankan. Dalam kerangka logika ekonomi politik, fenomena banjir, kepentingan ekonomi menjadi dominan dalam mengeksploitasi pengelolaan sumber daya alam; dan faktor penguasa di daerah tidak memiliki alternatif lain dalam meningkatan pendapatan keuangan daerah sehingga mempengaruhi kebijakan publik.

Jadi, dalam perspektif demikian, kepentingan untuk meningkatan pendapatan asli daerah, pemerintah daerah begitu mudah memberi perizinan untuk kepentingan investor dengan mengorbankan lahan untuk pembangunan perumahan, pusat-pusat perdagangan, pembangunan pasar moder, dst.

Berbagai area untuk kepentingan investor tersebut tanpa mempertimbangkan dampak lingkungan dan eksploitasi sumber daya alam secara berlebihan merupakan beberapa contoh bagaimana kepentingan ekonomi dapat berkontribusi terhadap frekuensi dan intensitas banjir.

Dalam konteks ini, logika ekonomi politik mengungkap bagaimana keputusan yang menguntungkan secara ekonomi jangka pendek seringkali diambil tanpa mempertimbangkan dampak jangka panjang terhadap lingkungan dan masyarakat.

Dinamika kekuasaan politik juga memainkan peran penting dalam menentukan bagaimana sumber daya alam dikelola dan bagaimana kebijakan publik dibentuk. Aktor-aktor politik, baik di tingkat lokal, nasional, maupun internasional, memiliki kepentingan yang bisa bertentangan satu sama lain, sehingga kebijakan yang diambil tidak selalu mencerminkan kepentingan publik atau keberlanjutan lingkungan. Misalnya, tekanan dari kelompok kepentingan tertentu dapat mengarah pada kebijakan yang memperbolehkan pembangunan di daerah resapan air atau pengabaian regulasi lingkungan untuk menarik investasi.

Dalam konteks logika ekonomi politik, banjir yang semakin sering terjadi dengan dampak yang lebih luas dan merusak menunjukkan adanya kegagalan dalam pengelolaan sumber daya alam yang berkelanjutan. Untuk mengatasi masalah ini, diperlukan pendekatan yang komprehensif yang tidak hanya fokus pada aspek teknis pengelolaan banjir, tetapi juga mempertimbangkan faktor ekonomi, politik, dan sosial yang berkontribusi terhadap masalah tersebut.***

*) Dr. Syarief Makhya, Pengajar Ilmu Pemerintahan FISIP Universitas Lampung