TERASLAMPUNG.COM — Ekonom senior dari Universitas Indonesia, Faisal Basri, menyebut kredit perbankan lebih banyak disalurkan untuk membeli surat utang negara atau SUN di tengah pandemi Covid-19. Kondisi ini membuat bank tidak optimal mengucurkan kredit ke masyarakat.
“Wabah Covid-19 semakin memperlemah jantung perekonomian. Perbankan kian kikir menyalurkan kredit, padahal dana masyarakat yang disedotnya terus mengalir deras,” ujar Faisal dalam laman pribadinya, Minggu, 15 Agustus 2021.
Berdasarkan data Bank Pembangunan Asia atau ADB, porsi pembelian SUN oleh bank naik dari 26,9 persen pada Maret 2020 menjadi 37,9 persen pada Maret 2021. Porsi pembelian SUN oleh perbankan tergolong paling besar mengalahkan investor asing.
Pada posisi Maret 2021, porsi investor asing untuk surat utang negara berdenominasi rupiah sebesar 22,9 persen. Adapun porsi perusahaan asuransi dan dana pensiun sebagai pembeli surat utang sebesar 14,1 persen; Bank Indonesia 10,7 persen; dan mutual funds atau reksa dana 3,9 persen.
Menurut Faisal, bila kondisi ini terus berlanjut, pemulihan ekonomi tidak segera bisa tercapai. Dia mengibaratkan bahwa organ-organ perekonomian tengah mengalami kekurangan darah. Sebab, sektor keuangan, khususnya perbankan, yang dianalogikan sebagai jantung tidak bisa berfungsi dengan baik.
“Salah satu organ vital dalam tubuh adalah jantung. Tugasnya adalah menyedot darah dan memompakannya kembali ke sekujur tubuh. Jika fungsi jantung prima, maka setiap organ tubuh memperoleh aliran darah yang cukup dan detak jantung teratur,” ujar Faisal.
Kondisi jantung perekonomian Indonesia yang sudah tidak optimal, kata Faisal Basri, telah berlangsung sejak sebelum krisis ekonomi 1998. “Bahkan sangat lemah dibandingkan dengan negara-negara tetangga dan jauh lebih rendah dari rerata negara berpendapatan menengah-bawah (lower-middle income).”