Opini  

Fase Pancaroba, Waspada Cuaca Ekstrem

Kondisi atap salah satu rumah warga yang tersapu angin puting beliung, Selasa siang (7/9/2021).
Kondisi atap salah satu rumah warga yang tersapu angin puting beliung, Selasa siang (7/9/2021).
Bagikan/Suka/Tweet:

Oleh Ramadhan Nurpambudi
Prakirawan BMKG Lampung

Memasuki pertengahan bulan September beberapa wilayah di Provinsi Lampung diprediksi sudah memasuki periode musim hujan namun ada juga beberapa wilayah yang baru akan masuk musim hujan pada  Oktober dan juga November 2022 mendatang.

Setiap kali musim berganti baik itu dari musim kemarau ke musim hujan atau sebaliknya sebelumnya akan didahului dengan fase pancaroba, fase ini terjadi akibat ketidakstabilan atmosfer karena pengaruh pemanasan dari matahari. Pemanasan bumi terhadap matahari akan mengalami proses yang dikenal dengan gerakan semu matahari terhadap bumi. Gerakan ini seolah olah membuat matahari bergerak ke utara dan ke selatan selama karena pengaruh relovusi bumi. Sebenarnya bumilah yang berputar mengitari matahari dengan cara berotasi dan berevolusi. Rotasi bumi menyebabkan siang dan malam sedangkan revolusi bumi menyebabkan perubahan musim di wilayah Indonesia.

Umumnya untuk wilayah Indonesia akan mengalami puncak musim kemarau pada bulan Juni saat posisi matahari berada di wilayah paling utara sedangkan puncak musim hujan akan berlangsung pada bulan Desember atau saat posisi matahari berada di wilayah paling selatan. Hal ini juga yang mempengaruhi pola musim dingin dimana ketika bulan Juni atau posisi matahari berada di paling utara maka wilayah yang minim sinar matahari adalah wilayah Australia atau belahan bumi selatan akan mengalami musim dingin, sedangkan pada bulan Desember maka wilayah yang akan minim sinar matahari ada belahan bumi bagian utara maka saat ini di wilayah Eropa dan sekitarnya akan mengalami musim dingin.

Lantas di mana posisi dari pancaroba? Posisinya umumnya 2-3 bulan sebelum puncak musim hujan atau musim kemarau, untuk wilayah Indonesia biasa terjadi di bulan Maret-Mei dan September-November. Berdasarkan prediksi BMKG pola monsun Asia akan aktif pada bulan November-Desember mendatang, sehingga diprediksi Oktober-November akan menjadi bulan transisi atau pancaroba dari musim kemarau menuju ke musim hujan. Meskipun pada bulan September ini ada beberapa wilayah di Provinsi Lampung yang sudah mulai memasuki musim hujan.

Wilayah yang diprediksi akan memasuki musim hujan pada akhir bulan September adalah Kabupaten Mesuji, Kabupaten Tulang Bawang, Kabupaten Tulang Bawang Barat, sebagian Kabupaten Way Kanan, sebagian Kabupaten Lampung Tengah, Kabupaten Pesawaran, Kabupaten Pringsewu, dan sebagian Kabupaten Tanggamus. Untuk wilayah lainnya akan menyusul pada bulan Oktober dan juga November mendatang. Untuk itu selain dari wilayah yang disebutkan diatas masih akan berlangsung fase pancaroba yang patut untuk diwaspadai dampaknya selama proses itu berlangsung.

Transisi dari monsun Australia menuju ke monsun Asia menyebabkan terjadinya gejolak atau ketidakstabilan di atmosfer yang menyebabkan pertumbuhan awan-awan hujan menjadi sulit untuk diprediksi dan dapat tumbuh dengan sangat cepat dalam waktu yang singkat. Dampaknya intensitas puting beliung umumnya akan mengalami peningkatan. Begitu juga dengan fenomena hujan es. Setiap puting beliung pasti bersumber dari awan Cumulonimbus. Namun, tidak semua awan Cumulonimbus menghasilkan puting beliung. Sama halnya dengan hujan es yang sumbernya dari awan Cumulonimbus, namun tidak semua awan Cumulonimbus akan menghasilkan hujan es.

Hal ini masih terus dipelajari dan didalami hingga saat ini, karena waktu terjadinya yang umumnya kurang dari 5-10 menit yang menyebabkan puting beliung sangat sulit untuk dideteksi meskipun menggunakan alat yang paling canggih yang dimiliki BMKG saat ini yaitu Radar Cuaca. Ciri utama dari puting beliung adalah anginnya berputar dan menjulur kebawah seperti belalai gajah, jika tidak berputar maka fenomena tersebut merupakan angin kencang biasa meskipun sumbernya sama dari awan Cumulonimbus. Puting beliung merupakan skala kecil dari tornado atau badai yang seringkali terjadi di luar negeri yang skalanya sangat besar.

Beruntungnya kita tinggal di wilayah Indonesia adalah jauh dari tornado yang skala besar, karena sifat pergerakan tornado adalah menjauhi khatulistiwa. Jika tornado yang besar menuju ke khatulistiwa maka tornado tersebut akan kehilangan tenanganya dan akan punah.

Karakteristik dari fase pancaroba adalah mulai pagi sampai dengan siang hari kondisi cuaca panas terik namun pada sore sampai menjelang malam hari tiba-tiba muncul awan Cumulonimbus yang skala tidak besar, hanya sel tunggal awan Cumulonimbus tumbuh tinggi dalam waktu yang singkat tiba-tiba sudah menjulang tinggi dan dasarnya berwarna gelap. Awan dengan karakter seperti inilah yang perlu untuk diwaspadai bersama, selain dapat menghasilkan puting beliung dan hujan es juga dapat menghasilkan petir dan hujan dengan intensitas yang lebat namun waktunya yang tidak lama.

Imbauan kepada masyarakat agar ke depannya lebih meningkatkan kewaspadaan terutama saat melakukan aktivitas di luar ruangan. Meskipun durasinya singkat 5-10 menit, namun kerusakan yang ditimbulkan puting beliung sangat merusak terutama pada rumah-rumah semipermanen yang dapat menerbangkan bagian-bagian yang rapuh dari rumah tersebut.

Antisipasi yang dapat dilakukan selama fase pancaroba adalah dengan memangkas ranting-ranting pohon yang sudah tua. Jika ada pepohonan yang sudah tua atau lapuk dapat dipangkas saja agar tidak roboh saat terjadi angin kencang. Yang banyak beraktivitas di luar ruangan agar lebih memperhatikan kondisi cuaca terutama saat sore dan malam hari. Sebab,  kebanyakan puting beliung dan hujan es terjadi pada sore dan malam hari. Satu hal yang tidak kalah penting adalah memantau prakiraan cuaca yang setiap hari dirilis oleh BMKG Lampung sesuai dengan domisili masing-masing agar aktivitas dapat berjalan dengan lancar.

Dengan kondisi semakin parahnya pemanasan global yang sedang terjadi, bukan tidak mungkin di masa depan intensitas kejadian puting beliung dan hujan es tidak selalu banyak terjadi saat pancaroba namun bergeser ke musim kemarau atau musim hujan. Tren yang ada saat ini sudah dapat dirasakan. Data kejadian bencana selalu mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Untuk itu, kita pelan-pelan harus mulai banyak belajar  untuk melakukan mitigasi saat terjadi bencana karena kita memang tinggal di wilayah yang rawan bencana.***