Renald Khasali (Foto: kompas.com) |
Renald Khasali*
Bangsa yang Punya mata uang kuat itu menyenangkan tp juga berbahaya. Alam semesta ini selalu balance, maka akan ada masanya mencapai equilibrium.
Menjadi pertanyaan mengapa Rupiah terkesan loyo? Apakah benar dia yang loyo atau karena the USD is too strong? Jawabnya adalah mata uang USD saat ini tengah berada pada posisi super strong dan ini sesungguhnya rawan juga bagi Amerika, karena ekspornya jadi tidak kompetitif. P&G, Coke, GE, Catterpilar, Detroit, Microsoft, Aple..dll bakal kesulitan. Tapi ini terjadi merata, bukan karena mata uang lain yg loyo, tapi karena kebijakan jangka menengah The Fed. Pada tahun 2008 Amerika dilanda krisis. Mereka pontang-panting. Obama pusing, maka dicari jalan keluar.
Tahun 2009 The Fed (bank central Amerika) mulai mengambil kebijakan Quantitative Easing secara besar-besaran. Intinya, Amerika mencetak dolar dalam jumlah besar untuk menarik obligasinya. Jumlahnya amat besar: USD 3.5-4.5 T.
Dengan adanya program itu, dolar mengalir deras ke emerging countries, termasuk Brazil, Indonesia, Chile dll.
Dengan demikian supply dollar di emerging countries jadi berlimpah. Dan Rupiah terkesan membaik saat itu. Maka mata uang berbagai bangsa, antara 2009-2012 terkesan menguat, dan kepala-kepala negara emerging countries senang.
(Nilai Tukar Rupiah Terhadap USD)
2009 : 9.447,00
2010 : 9.036,00
2011 : 9.113,00
2012 : 9.718,00
2013 : 12.250,00
2014 : 12.500,00
2015 : 13.500,00
Namun kebijakan itu ada batas waktunya, dan pemerintah Amerika sudah jauh-jauh hari mengingatkan akan ada batas waktunya dan batas waktunya adalah tahun lalu.
Program quantitative easing diakhiri bertahap. Rupiah yang menguat 2009-2013.
Perlahan lahan goyah Quantitative easing diakhiri. Bunga T-bond dilepas, naik perlahan- lahan, dolar pun pulang kandang ke USA
Investor di US yang senang bisa dapat return lebih baik, tapi yg meminjam jadi kena beban bunga lebih mahal. Maka mereka yg biasa pinjam uang di bank USA untuk main saham di Asia dan Amerika Latin mulai mengurungkan niatnya. Pasokan dolar di negara2 Asia tiba-tiba menjadi seret, dan menguatlah dolar. Dollar mengguncang bukan hanya indonesia.
Menurut Morgan Stanley, The Fed dan beberapa biro riset, negara yg bakal mengalami negara yg bakal mengalami kesulitan utama: Brazil, Chile, Turkey, Afsel, lalu kemungkinan Indonesia. Itu sdh diumumkan tahun lalu. Menjadi masalah, sejak 2009.
Bahkan subsidi BBM tdk dialihkan ke sektor produktif Infrastruktur tdk dibangun, penegakkan hukum terkesan diabaikan, pelabuhan tidak dibenahi sejak 5 thn lalu. Dengan demikian, saatnya tiba kita tidak siap.
Bahkan hiruk pikuk politik membuat kebijakan Menkeu yg saat itu dijabat Sri Mulyani menjadi kurang berkesinambung
Kini masalahnya sudah di depan mata, ibarat kita ingin merubah udara panas menjadi hujan, rasanya siasia.
* artikel ini bersumber dari kulkwitt Renald Khasali di Twitter dan diskusi di Grup Alumni FE UI