TERASLAMPUNG.COM — Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Lampung (Unila) bekerja sama dengan Forum Rektor Penguat Karakter Bangsa (FRPKB) dan Badan Intelijen Strategis (BAIS) TNI melakukan pencegahan radikalisme yang kini telah merambah ke kalangan milenial.
Ketua FRPKB yang juga Rektor Unila Prof. Karomani mengatakan, realita saat ini cukup mengkhawatirkan. Menurutnya, beragam aksi kekerasan terjadi di Indonesia dan pelakunya sebagian kalangan anak muda.
“Jaringan teroris internasional tidak bisa dihindari. Melalui dunia maya kelompok teroris ini menyasar generasi Z dan milenial yang aktif di dunia maya,” ujar Karomani saat menyampaikan paparan pada Kuliah Umum Pendidikan Antiradikalisme pada Generasi Milenial, di ruang sidang utama Rektorat Unila, Rabu, 28 April 2021.
Kuliah umum juga digelar secara online diikuti 462 peserta berasal dari 47 perguruan tinggi yang tergabung dalam FRPKB, elemen mahasiswa, pemerintahan, dan umum.
Lebih lanjut, Karomani menekankan perlunya meningkatkan kemampuan literasi digital di kalangan milenial sehingga tidak mudah terpengaruh paham-paham intoleran dan radikal.
“Ini harus menjadi perhatian serius kita bersama, sebab para ekstrimis terus melakukan kaderisasi lewat dunia maya,” ujarnya.
Usai penyampaian materi oleh Ketua FRPKB ini, agenda dilanjutkan dengan penandatanganan MoU antara FRPKB dan BAIS TNI untuk melakukan berbagai program dan kegiatan pencegahan radikalisme di lingkungan kampus.
Sementara, Kepala BAIS TNI Joni Supriyanto menyatakan, aksi terorisme di kalangan anak muda sudah cukup mengkhawatirkan. Aksi teror di Makassar, disusul aksi teror di Mabes Polri, Jakarta, di antara pelakunya adalah mahasiswa.
“Pengaruh intoleran di kalangan mahasiswa sudah menjalar, baik melalui ruang diskusi, online, maupun ceramah-ceramah. Maka diperlukan kerja sama seluruh komponen bangsa untuk mengatasi radikalisme dan terorisme ini,” katanya.
Menurut Joni Supriyanto, kalangan milenial rentan terpapar konten-konten radikalisme yang tersebar di dunia maya, terutama melalui media sosial (medsos) baik IG, FB, tik tok, dan twitter.
Selain itu, pemahaman radikalisme disebarkan melalui ceramah langsung, lembaga pendidikan umum dan agama, termasuk di kampus-kampus, serta proses pernikahan dengan keluarga teroris.
“Saya menekankan kepada mahasiswa jangan terlalu serius memikirkan republik ini, sebab masalah republik ini hanya bisa diselesaikan secara bersama-sama,” tuturnya.
Joni Supriyanto juga menekankan, mahasiswa dan kalangan anak muda memegang Pancasila dan UUD 1945 sebagai dasar hukum tertinggi.
Pembicara Dekan FISIP Unila, Ida Nurhaida yang juga pakar ilmu komunikasi di Unila menjelaskan, adanya pelaku terorisme dari kalangan milenial membuktikan bahwa strategi komunikasi teroris berhasil.
“Maraknya pelaku terorisme di kalangan generasi muda, ini bukti mereka (teroris) memiliki cara berkomunikasi ampuh dengan kalangan muda,” ujar Ida.
Untuk itu, kata Ida, upaya pencegahan antiradikalisme juga harus memahami cara berkomunikasi kalangan milenial sehingga ajaran antiradikalisme tersampaikan dengan baik kepada kaum muda tersebut.
Kaum milenial menguasai dunia digital, memiliki kemampuan multitasking, tapi di sisi lain kurang perhatian dengan lingkungan dan situasi sekitar, serta tidak memiliki kedalaman dan sikap kritis.
“Inilah mengapa milenial rentan terpapar konten-konten radikal karena memang mereka tidak menyukai sesuatu yang mendalam sehingga, tidak memiliki sikap kritis terhadap apa yang diterima. Untuk itu, dunia maya harus digempur dengan konten-konten antiradikalisme agar tidak ada ruang bagi konten radikal dan intoleran,” kata Ida.
Pembuatan konten antiradikalisme juga harus kreatif sesuai dengan cara berkomunikasi generasi milenial, memiliki visual menarik dan gaya bahasa yang disukai milenial.