Feaby| Teraslampung.com
Kotabumi–Proses lelang paket proyek Lampung Utara yang sumber dananya berasal dari utang Pemkab Lampung Utara dari PT Sarana Multi Infrstruktr (SMI) dimulai sejak tanggal 12 November lalu. Total paket proyek yang dalam proses lelang tersebut berjumlah 48 paket. Awal proyek senilai ratusan miliar tersebut diwarnai kegaduhan.
DPRD Lampung Utara meminta pihak eksekutif untuk membatalkan lelang proyek hasil ngutang dari PT SMI jika memang masih ngotot dengan persyaratan AMP (Asphalt Mixing Plant/pabrik pencampur aspal) dalam lelang proyek tersebut. Persyaratan AMP untuk peserta lelang hanya akan menimbulkan kegaduhan baru yang menguras energi semua pihak.
”Kalau banyak mudaratnya dan hanya akan menimbulkan persoalan, lebih baik batalkan saja. Tunda dulu. Kalau tidak memungkinkan, batalkan saja!” tegas Wakil Ketua I DPRD Lampung Utara, Madri Daud, Jumat (19/11/2021).
Menurut penilaian politisi asal Partai Gerindra ini, apa yang disarankannya itu terlihat lebih masuk akal ketimbang mempertahankan proyek dengan persyaratan yang terkesan tidak masuk akal. Persyaratan ini memperkecil peluang para kontraktor kecil untuk turut ambil bagian dalam proses lelang proyek tersebut.
“Pelelangan itu milik semua perusahaan yang berbadan hukum. Tidak boleh dibatasi dengan sebuah aturan. Proses pelelangan harus tetap mengacu pada Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2021,” papar dia.
Ia kembali mengatakan, sejatinya, sama sekali tidak mempersoalkan aturan lokal yang diterapkan dalam lelang proyek sepanjang aturan itu tidak menghalangi upaya kontraktor lokal untuk turut melakukan penawaran dalam proses lelang. Faktanya, yang terjadi tidak demikian. Kontraktor lokal tidak bisa mengikuti lelang karena terbentur dengan persyaratan itu.
“Jangankan untuk memiliki, menawar saja, mereka tidak bisa. Saya miris sekali. Tidak usah bicara menang atau tidak, mau nawar saja tidak bisa dengan (adanya) aturan itu,” jelasnya.
Terkait persyaratan AMP tersebut, ia akan menanyakan langsung aturan tersebut dengan pihak terkait apakah aturan yang dibuat itu memiliki dasar hukum atau memang hanyalah kebijakan lokal semata. Lantaran masih ingin mempertanyakan hal itu, ia tidak ingin berpikir negatif jika kebijakan tersebut memang sengaja dibuat dengan tujuan untuk membatasi keikutsertaan para kontraktor kecil.
”Lampung Utara lagi defisit. (Sudah) terbebani lagi dengan bunga itu. Udahlah kita bangun sesuai kemampuan. Untuk apa dipaksakan pembangunan kalau kita harus gontok – gontokan dan timbulkan kegaduhan,” kata dia.
Sebelumnya, Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang Lampung Utara membantah, adanya persekongkolan di balik penetapan persyaratan mengenai AMP (Asphalt Mixing Plant/pabrik pencampur aspal) dalam lelang proyek hasil ngutang dari PT SMI. Kebijakan ini terpaksa ditempuh supaya proyek yang dihasilkan semakin berkualitas.
Belum lama ini, Dinas PUPR Lampung Utara melalui Pejabat Pembuat Komitmen dana Pemulihan Ekonomi Nasional / PEN (mengeluarkan justifikasi teknis dukungan alat. Dalam justifikasi itu disebutkan persyaratan dukungan alat. Salah satu dukungan alat itu adalah jarak AMP ke lokasi pekerjaan dengan toleransi jarak 5 KM sehingga jarak maksimal AMP ke lokasi pekerjaan 75 KM + 5 KM = 80 KM.
“Enggak ada isu – isu itu. Kalau dia teknis, alasannya pun harus teknis. Itu aja,” tegas Kepala Dinas PUPR Lampung Utara, Syahrizal Adhar saat ditemui di gedung legislatif, Kamis (18/11/2021).
Syahrizal berdalih bahwa persyaratan seputar AMP merupakan persyaratan teknis yang berasal dari kepala bidang dan PPK proyek tersebut. Kebijakan ini diambil semata – mata agar kualitas pekerjaan yang dihasilkan kian baik.
“Kita mau hasilnya menjadi lebih baik. Hasil dari pekerjaan lebih baik. Katakanlah (aspal) Hotmix itu sampai ke tujuan. Benar – benar masih layak. Kondisi suhunya masih mencukupi,” kelitnya.
Proses lelang paket proyek Lampung Utara hasil ngutang dari PT SMI ini sendiri sudah dimulai sejak tanggal 12 November lalu. Total paket proyek yang dalam proses lelang tersebut berjumlah 48 paket. Nilai dari ke-48 proyek itu mencapai sekitar Rp100-an miliar.
Ke-48 paket itu seluruhnya berasal dari DPUPR, sedangkan paket proyek PEN dari Dinas Perdagangan masih belum dimulai proses lelangnya. Jenis paket proyek DPUPR terdiri dari proyek jembatan dan jalan.
Adapun total utang daerah dengan PT SMI mencapai Rp122 miliar. Utang itu harus dilunasi dalam waktu lima tahun ke depan. Selama lima tahun itu, Pemkab Lampung Utara diwajibkan untuk membayar bunga pinjaman sekitar Rp22 miliar.