TERASLAMPUNG.COM — Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo menaikkan Upah Minimum Provinsi (UMP) tahun 2021 sebesar 3,27 persen. Kenaikan UMP Jateng diumumkan secara resmi oleh Ganjar Pranowo di Puri Gedeh, Jumat (30/10/2020) petang.
Ganjar mengatakan penetapan UMP telah melalui proses pembahasan dan pertemuan dengan Dewan Pengupahan Provinsi, yang terdiri dari wakil pengusaha, pekerja, dan pemerintah.
Menurutnya, UMP ini merupakan pedoman bagi pemerintah Kabupaten atau Kota di Jateng, untuk menetapkan Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK).
“Tanggal 28 Oktober 2020, kami tandatangani UMP provinsi Rp1.798.979,12. (naik Rp56.963,90). Ini merupakan pedoman untuk seluruh kabupaten kota yang ada, di mana mereka akan menyiapkan UMK, mereka punya waktu hingga tanggal (tenggat) 21 November,” papar Ganjar.
Ia menyebutkan, berdasarkan pengalaman selama ini, Provinsi Jawa Tengah menggunakan skema UMK dalam penetapan upah di kabupaten dan kota. Sementara, UMP didasarkan sebagai batas minimal bagi penyusunan UMK di daerah.
Ganjar menekankan, dengan penetapan ini maka dua daerah yakni Banjarnegara dan Wonogiri, harus melakukan penyesuaian. Kenaikan tersebut senilai Rp50.979,12 untuk Banjarnegara dan Wonogiri naik sebesar Rp1.979,12.
Kepala Dinas Ketenagakerjaan dan Transmigrasi Jateng Sakina Roselasari menuturkan, inflasi di Jateng September 2020 adalah 1,42 persen. Sedangkan pertumbuhan ekonomi sebesar 1,85 persen.
Disinggung soal SE Menteri Tenaga Kerja M/11/HK.04/X/2020 agar Upah Minimum 2021 sama dengan tahun 2020, Sakina menyebut telah menerimanya. Pihaknya juga telah melakukan pertimbangan atas surat edaran tersebut.
“Yang mendasari adalah rapat dengan dewan pengupahan provinsi. Tadi disampaikan memang tidak bulat, akhirnya dengan kajian tersebut diputuskan lah UMP sebesar Rp1.798.979,12. Sesuai dengan aturan hukum antara SE dan PP (Peraturan Pemerintah), kan lebih tinggi PP,” ujar Sakina.
Terkait penyesuaian UMK Kabupaten Wonogiri dan Banjarnegara, Sakina menyebut hal itu sudah sesuai dengan peraturan. Menurutnya, UMP merupakan batas minimal untuk menetapkan Upah Minimum Kabupaten.
Diapresiasi
Kordinator Advokasi BPJS Watch Timboel Siregar mengapresiasi kebijakan Gubernur Ganjar Pranowo karena kenaikan UMP tersebut bisa mencegah terjadinya defisit pada Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).
Menurut Timboel, sumber pemasukan utama JKN atau sekitar 99 persen berasal dari iuran. Sumber pemasukkan lainnya dari pajak rokok sesuai amanat pasal 99 dan 100 Pepres No. 82/2018, tidak terlalu signifikan.
Adapun iuran JKN dari pekerja swasta dan BUMN, menurutnya, tercatat sebagai penyumbang kedua tertinggi setelah iuran penerima bantuan iuran (PBI) yang berasal dari APBN dan APBD. Dengan menaikan UMP maka pemasukan JKN tetap dapat terjaga.
“Oleh karena itu sumber pemasukkan dari iuran harus diperkuat untuk mendukung kelangsungan JKN terhindar dari defisit,” kata Timboel, dilansir Bisnis.com, Sabtu (31/10/2020).
Menurut Timboel, segmen kepesertaan di JKN terdiri dari penerima bantuan iuran (PBI), pekerja penerima upah (PPU) dan pekerja bukan penerima upah (PBPU) BP (bukan pekerja) yang keduanya tersebut sering disebut peserta mandiri. PBI masih menjadi kontributor penyumbang pendapatan terbesar bagi JKN, diikuti dengan PPU dan PBPU.
Sementara itu, Ketua Apindo Kota Magelang, Edy Sutrisno, mengaku mendukung langkah Gubernur Jateng menaikkan UMP 3,27 persen, meskipun kebijakan itu tidak sejalan dengan Surat Edaran Menteri Tenaga Kerja.
Menurutnya, kenaikan UMP hanya akan berpengaruh terhadap kabupaten/ kota yang memberlakukan upah minimum kota (UMK) di bawah standar provinsi.
“Kebijakan Pak Ganjar ada sedikit semacam ‘pencitraan’. (Kalau) Dinaikkan 3 persen yang terpengaruh itu hanya 3 sampai 5 kabupaten/kota. Mayoritas tidak berpengaruh. Apakah kebijakan itu baik? Menurut saya baik. Karena itu akan mengangkat daerah yang UMK-nya terlalu bawah,” kata Edy Sutrisno, Sabtu (31/10/2020).