TANPA menafikan rencana awal mantan Gubernur Poedjono Pranyoto untuk membangunan gedung kesenian bagi Dewan Kesenian Lampung (DKL), mantan Gubernur Sjachroedin ZP layak disebut berjasa karena mewujudkan gedung seni DKL di kompleks Pusat Kegiatan Olag Raga (PKOR) Way Halim Bandarlampung. Gedung yang pembangunannya dimulai pada periode kedua jabatan Sjachroedin ZP sebagai Gubernur Lampung itu kini sudah hampir rampung.
Dari kejauhan gedung itu lumayan megah: berada di salah satu pojok sisi kanan PKOR Way Halim. Kalau gedung itu difungsikan sebagaimana mestinya, akan klop dengan rencana Pemprov Lampung untuk meningkatkan fungsi PKOR Way Halim sebagai pusat olahraha, kesenian, dan wisata.
Kebaikan hati Sjachroedin Z.P. (akrab disebut Bang Oedin) membangun gedung seni DKL barangkali juga tidak dilepaskan dari peran Syafariah Widiyanti (Atu Ayi) yang saat itu menjadi Ketua Umum DKL. Mungkin saja, jika Lampung tidak dipimpin Bang Oedin dan atau DKL tidak dikomandani Atu Ayi gedung seni DKL belum terwujud. Mimpi para seniman Lampung selama dua puluh tahun lebih untuk memiliki gedung kesenian yang layak pun barangkali akan tinggal mimpi di siang yang panas.
Gedung yang menjadi idaman para seniman Lampung itu kini telah berdiri. Dana pembangunannya lumayan besar. Tidak jelas benar karena SKPD terkait (Dinas Pengairan dan Perubahan Pemprov Lampung) tidak pernah membeberkannya.
Pelaksana proyek juga tidak pernah memasang plang tentang informasi proyek. Yang pasti, pembangunan gedung ini menghabiskan dana lebih dari Rp4 miliar. Barangkali juga sampai Rp 7 miliar, mengingat penganggarannya multi years.
Bukan hanya masyarakat umum yang tidak tahu berapa persisnya dana pembangunan Gedung Kesenian DKL. Pengurus DKL pun tidak ada yang tahu persis berapa total jenderal dana untuk membangun gedung yang mereka idam-idamkan. Pada umumnya pengurus DKL dan para seniman di Lampung kurang begitu peduli berapa dana riil yang dikucurkan pemerintah dan berapa dana yang mengucur ke tempat lain. Yang mereka inginkan hanyalah gedung itu selesai dibangun kemudian bisa digunakan untuk pentas.
Harapan sederhana ini kini bagai mimpi di siang yang panas. Gedung Kesenian DKL sudah selesai dibangun. Pihak pelaksana proyek pun sudah siap menyerahkan gedung tersebut kepada pengurus DKL. Namun, sampai kini pengurus DKL masih belum mau ada serah terima hasil proyek. Sebab, pembangunan gedung tidak sesuai dengan konsep gambar awal. Utamanya adalah tata ruang gedung yang lebih mirip gedung untuk acara resepsi pernikahan ketimbang untuk pentas seni.
Selain tidak memiliki wing kiri-kanan tempat keluar – masuknya pemain, ruangan pun masih bergema. Sistem kedap suaranya buruk atau tidak standar. Alhasil, gedung megah itu kini masih sekadar jadi pajangan. Entah sampai kapan. (Bersambung)
Oyos Saroso HN